Para Pemimpin Barat Serukan kepada Israel untuk Lindungi Warga Sipil
Pernyataan dukungan kepada Israel dan seruan pemimpin negara-negara Barat agar Israel melindungi warga sipil disampaikan di tengah kemungkinan eskalasi konflik Hamas-Israel meluas di kawasan.
WASHINGTON, SENIN — Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan mitranya dari negara-negara Barat, Minggu (22/10/2023), menegaskan kembali ”dukungan mereka kepada Israel dan haknya untuk mempertahankan diri”, tetapi juga menyerukan agar Israel juga mematuhi hukum internasional dan melindungi warga sipil.
Pernyataan mereka dirilis di tengah persiapan Israel untuk melancarkan kemungkinan serangan darat ke Jalur Gaza dan masih banyaknya korban berjatuhan dari kalangan warga sipil. Kekhawatiran terus meningkat bahwa perang Hamas-Israel bisa meluas ke kawasan Timur Tengah.
Tak hanya diwarnai pembombardiran tanpa putus melalui serangan udara Israel ke Jalur Gaza dan serangan roket-roket kelompok Hamas ke Israel, konflik telah bereskalasi semakin intensif di perbatasan utara Israel dengan Lebanon.
Pada Minggu, enam pemimpin negara Barat—Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Presiden Perancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Olaf Scholz, PM Italia Giorgia Meloni, dan PM Inggris Rishi Sunak—mengadakan pertemuan daring dengan agenda pembahasan konflik Hamas-Israel. Ini merupakan pertemuan ”Kuintet”, sebutan untuk kumpulan dari AS, Perancis, Jerman, Italia, dan Inggris, plus Kanada.
Melalui pernyataan bersama yang dirilis Gedung Putih seusai pertemuan, keenam pemimpin itu menyambut baik pembebasan dua sandera oleh kelompok Hamas. Mereka menyerukan pembebasan segera semua sandera lainnya.
Seperti telah diberitakan, pada Jumat (20/10/2023), Hamas membebaskan dua sandera berkewarganegaraan AS, Judith Tai Raanan (59) dan putrinya, Natalie (17). Mereka bersama lebih dari 200 orang lainnya diculik dan disandera saat Hamas melancarkan serangan mengejutkan ke wilayah selatan Israel pada 7 Oktober 2023.
Baca juga: Harapan Merebak Selepas Hamas Bebaskan Sebagian Sandera
Serangan Hamas ke Israel menewaskan lebih dari 1.400 orang di Israel. Di pihak lain, serangan Israel ke Jalur Gaza, menurut Kementerian Kesehatan Palestina per Minggu, menewaskan sedikitnya 4.651 warga Palestina dan 14.254 orang lainnya luka-luka. Di wilayah pendudukan Tepi Barat, sedikitnya 93 warga Palestina juga tewas dan 1.650 orang lainnya luka-luka dalam serbuan dan kekerasan oleh militer Israel.
Di antara para korban tersebut, terdapat banyak anak-anak dan perempuan. Sekitar setengah juta orang juga terpaksa mengungsi dari rumah masing-masing. Kantor Koordinator Bantuan Kemanusiaan PBB menyebutkan, akibat serangan Israel, lebih dari 140.000 rumah atau hampir sepertiga dari jumlah rumah di Gaza rusak berat, sebanyak 13.000 rumah di antaranya hancur.
Bantuan ke Gaza
Dalam pernyataan bersama, keenam pemimpin negara Barat juga menyambut positif konvoi pertama bantuan kemanusiaan bagi warga Palestina di Gaza. Iring-iringan pertama sebanyak 20 truk pengangkut bantuan kemanusiaan mulai memasuki Jalur Gaza setelah pintu gerbang Rafah dibuka, Sabtu.
Kedatangan bantuan ini disambut gembira oleh banyak pihak, tetapi masih jauh dari cukup untuk meringankan penderitaan warga Gaza dari blokade total Israel di tengah perang melawan Hamas, dua pekan terakhir. Jumlah bantuan pun hanya 3 persen dari bantuan yang biasa masuk ke Gaza sebelum krisis saat ini.
Baca juga: Gerbang Rafah Dibuka, Truk-truk Pengangkut Bantuan Mulai Masuk Gaza
Selain itu, pejabat Palestina mengungkapkan kekecewaan karena bahan bakar minyak tak termasuk dalam bantuan yang dikirim. ”Mengecualikan BBM dari bantuan kemanusiaan berarti kehidupan pasien dan orang-orang luka masih dalam bahaya. Rumah sakit-rumah sakit di Gaza mulai kehabisan kebutuhan dasar untuk penanganan medis,” sebut Kementerian Kesehatan Gaza, Sabtu.
Mengecualikan BBM dari bantuan kemanusiaan berarti kehidupan pasien dan orang-orang luka masih dalam bahaya.
Dalam pernyataan bersama, para pemimpin Kuintet plus Kanada mengatakan, ”Para pemimpin (enam negara) ... berkomitmen untuk melanjutkan koordinasi dengan para mitra di kawasan guna memastikan akses berkelanjutan dan aman pada pangan, air, peralatan medis, dan bantuan-bantuan lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan.”
Pada Minggu malam, otoritas Israel mengatakan, pihaknya memperbolehkan masuknya konvoi kedua truk-truk pengangkut bantuan kemanusiaan ke Gaza atas permintaan AS. COGAT, badan pertahanan Israel yang menangani urusan warga sipil Palestina, mengatakan bahwa bantuan itu meliputi air, makanan, dan peralatan media.
Sebelum diperbolehkan masuk Gaza, semua bantuan itu diperiksa dulu oleh Israel. Badan Bantuan Sosial dan Pekerja Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNRWA), badan PBB yang menangani urusan pengungsi Palestina, mengonfirmasi masuknya 14 truk ke Gaza. Laman berita Al Jazeera melaporkan, konvoi kedua itu terdiri atas 17 truk.
Dalam konvoi kedua truk pengangkut bantuan untuk warga Gaza ini, BBM masih belum diperbolehkan masuk. Akhir pekan lalu, juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, mengatakan, BBM belum diperbolehkan masuk Gaza. Alasannya, Israel cemas, jika diperbolehkan masuk Gaza, BBM itu akan dimanfaatkan Hamas untuk membuat senjata dan bahan peledak.
Melalui pernyataan bersama, para pemimpin kelompok Kuintet plus Kanada juga menyatakan komitmen untuk berkoordinasi secara erat mengupayakan warga negara mereka bisa meninggalkan wilayah Gaza. Seperti dilaporkan kantor berita Associated Press (AP), Minggu, sementara iring-iringan pertama truk pengangkut bantuan sudah bisa memasuki Jalur Gaza melalui gerbang Rafah, ratusan orang pemegang paspor asing belum diperbolehkan keluar dari Gaza.
Baca juga: Israel Tetap Serang Gaza di Tengah Jalur Kemanusiaan
Dina al-Khatib, warga negara AS, menuturkan bahwa ia dan keluarganya sudah putus asa untuk bisa keluar dari Gaza. ”Ini tidak seperti perang sebelumnya. Kali ini tidak ada listrik, air, internet, tak ada apa pun,” ujarnya.
Seruan Paus Fransiskus
Pada Minggu, Presiden Biden juga berbicara melalui telepon dengan Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Paus Fransiskus. Pembicaraan keduanya, seperti dilansir laman Vatican News, berlangsung sekitar 20 menit. Dalam pembicaraan tersebut, dibahas perlunya langkah mencegah eskalasi di kawasan, mengupayakan perdamaian, dan memperluas akses kepada bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Baca juga: Kerahkan THAAD dan Patriot, AS Tambah Pertahanan di Timur Tengah
Sebelumnya, pada Minggu pagi, Paus Fransiskus menyerukan kembali perdamaian dan pentingnya sikap menahan diri dalam perang di Tanah Suci. ”Saya sangat prihatin, berduka,” kata Paus Fransiskus melalui doa Angelus.
”Saya berdoa dan saya dekat dengan semua orang yang menderita, para sandera, orang-orang yang terluka, para korban dan keluarga mereka,” kata Paus.
Paus Fransiskus juga menyesalkan situasi kemanusiaan yang memburuk di Gaza dan ledakan yang terjadi di rumah sakit Anglikan, serta gereja Ortodoks Yunani. ”Saya kembali menyerukan sebelumnya agar dibuka ruang bagi bantuan kemanusiaan untuk bisa terus mengalir masuk dan agar sandera dibebaskan.”
Krisis air bersih
Di tengah kondisi di Gaza yang sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan, CAFOD— badan bantuan luar negeri Katolik yang beranggotakan para Uskup Inggris dan Wales—mengeluarkan seruan kepada masyarakat internasional. ”Masyarakat sangat membutuhkan air,” kata Elizabeth Funnell, Perwakilan Program CAFOD untuk Timur Tengah.
”Kami mendengar warga yang meminum air yang terkontaminasi, bahkan minum air laut,” kata Funnell.
Dalam wawancara dengan Vatican News, Funnell menyampaikan, sebelum pecah perang pasca-serangan Hamas, 7 Oktober lalu, masyarakat Gaza sudah kesulitan mengakses air bersih. ”Warga di Gaza menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka untuk membeli air kemasan atau air dalam tangki. Sekarang pasokan air terputus, situasinya makin menyedihkan,” kata Funnell.
Selain krisis air bersih, juga ada krisis pangan dan bahan bakar di Gaza. Krisis bahan bakar membuat rumah sakit-rumah sakit yang mengandalkan bahan bakar untuk menghidupkan generator tak bisa memberikan pelayanan penting, salah satunya adalah layanan inkubator.
Baca juga: Gerbang Rafah Dibuka, Truk-truk Pengangkut Bantuan Mulai Masuk Gaza
Gedung Putih mengatakan, Biden juga berbicara melalui telepon dengan PM Israel Benjamin Netanyahu. Dari pembicaraan itu ditegaskan, bantuan kemanusiaan akan terus mengalir ke Gaza.
Meski demikian, Israel kembali mengulang seruannya agar warga sipil meninggalkan wilayah utara Gaza. Seruan ini disampaikan, salah satunya, dengan menjatuhkan selebaran dari udara. Peringatan tersebut telah disampaikan sejak Jumat dan dinilai oleh banyak kalangan sebagai sinyal rencana Israel melancarkan serangan darat ke Gaza.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, seperti dikutip Times of Israel, mengatakan bahwa serangan darat Israel ke Gaza bisa berlangsung tiga bulan. Serangan ini, katanya, akan menjadi serangan yang terakhir kalinya jika Israel mampu menghancurkan Hamas. (AP/AFP/REUTERS)