ASEAN berkembang menjadi sosok yang luwes. Di masa penuh konflik global, keluwesan ini dinilai menjadi modal penting.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·3 menit baca
Keluwesan ASEAN ibarat Drupadi. Di masa penuh konflik seperti sekarang, keluwesan semacam ini dinilai menjadi modal penting ASEAN untuk membangun ketahanan ekonomi dan pengembangan ke depan. Pengandaian Drupadi ini digunakan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, dalam Seminar Isu Kontemporer di ASEAN setelah ASEAN Summit 2023 yang digelar Center for Southeast Asian Studies (CSEAS), Senin (23/10/2023), di Jakarta.
Sosok istri kesatria Pandawa itu ia pilih untuk melukiskan ASEAN yang bisa bekerja sama dengan semua pihak, bahkan di tengah konflik tajam antarnegara yang saat ini terjadi. Ada China di satu pihak dan Amerika Serikat di pihak lain.
Meskipun negara anggotanya ada yang menunjukkan keberpihakan, ASEAN sebagai perhimpunan tetap tak berpihak. ”Saat ini kita melihat tekanan sangat tinggi secara global. Perdagangan dan investasi beralih dari Barat. Namun, ASEAN tetap bisa ke mana-mana, seperti Drupadi,” kata Fithra.
Selama ini ASEAN adalah poros penghubung untuk kawasan dan global. ”Dalam situasi penuh ketegangan ini, ASEAN bisa menjadi titik pertemuan,” kata Fithra.
ASEAN sendiri tetap netral dan tak berpihak dalam kubu-kubu yang terbentuk itu.
Posisi itu menempatkan ASEAN menjadi entitas politik yang kuat, tetapi belum optimal sebagai institusi untuk ekonomi. Untuk itu, ASEAN harus mewujudkan kesatuan kawasan dalam bentuk kolaborasi yang lebih besar lagi. Dalam hal ini, ASEAN dan negara-negara adidaya bisa saling mengisi.
Integrasi
Salah satu pertanyaan yang harus dijawab adalah bagaimana ASEAN bisa bertumbuh bersama dan tetap terintegrasi, khususnya dalam bidang ekonomi. Salah satu kunci untuk menjawab pertanyaan itu adalah membentuk jaringan perdagangan dan digitalisasi.
Jayant Menon dari Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) Singapura mengatakan, saat ini ASEAN berada di pusat banyak perjanjian di dunia, di antaranya perjanjian perdagangan bebas regional dan multilateral. Menurut Menon, konsep regionalisme merupakan modal dasar ASEAN.
Modal itu menjadi lebih kuat karena ASEAN, menurut Menon, memiliki keistimewaan lain, yaitu cara pandang yang terbuka. Selain itu, ASEAN pun mudah bergerak mengikuti pasar.
Di tengah tantangan global yang kental diwarnai persaingan geopolitik adidaya, Menon melihat inklusivitas ASEAN mampu membuat perhimpunan itu menjaga jarak aman dengan para mitra sehingga mudah diterima siapa saja. Secara ekonomi, ini menguntungkan.
”Oleh karena itu, jangan sampai ASEAN kehilangan momentum. Justru di saat sulit sekarang, semakin penting agar Asia tidak kehilangan konsep kerja sama kawasan (regionalisme) dan tetap outward looking,” katanya.
Sementara itu, Direktur Divisi Regional Kerja Sama dan Integrasi dan Perdagangan Departemen Perubahan Iklim dan Pembangunan Keberlanjutan Asian Development Bank Cyn Young Park menyebutkan, saat ini ASEAN telah menjadi bagian terpenting dalam perdagangan dunia dan rantai pasok global. Merujuk pada sejumlah sumber, Cyn mengatakan, nilai perdagangan antarnegara anggota ASEAN terus meningkat. ”Ini menunjukkan ada potensi untuk berkembang dan berpotensi jadi kekuatan ekonomi Asia,” ujarnya.
Lebih lanjut Cyn mengatakan, untuk mengaktualkan potensi tersebut, perlu ada peningkatan integrasi regional. Integrasi yang bisa didorong di antaranya harmonisasi standar mutu dan harmonisasi aturan, terutama untuk perdagangan digital.
Dengan iklim yang terbuka, semua bisa dibicarakan. Seluwes Drupadi.