Wawancara Khusus Dubes Jepang: RI-Jepang Berbagi Pengaruh Positif
Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji merefleksikan 1.000 hari pengalamannya bertugas sebagai duta besar negaranya untuk Indonesia. Ia menuturkan, ada dua hal yang dikaguminya dari Indonesia.
Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji per 11 Oktober 2023 genap menjalankan 1.000 hari tugas memimpin perwakilan diplomatik ”Negeri Sakura” di Indonesia. Merefleksikan hal tersebut, sekaligus melongok kembali 65 tahun hubungan bilateral Indonesia-Jepang serta 50 tahun hubungan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dengan Jepang, Kompas mendapat kesempatan wawancara khusus dengan Kanasugi di Jakarta, Jumat (20/10/2023). Berikut kutipannya:
Tanya (T): Setelah selama ini, apa yang membuat Indonesia tetap penting bagi Jepang?
Jawab (J): Indonesia dan Jepang sudah 65 tahun bersahabat, demikian pula ASEAN dan Jepang. Seiring perkembangan waktu, hubungan kedua belah pihak kian dekat dan sangat berpengaruh pada perkembangan positif di negara masing-masing. Dalam konteks kekinian, aspek kerja sama yang ingin lebih banyak didorong Jepang bersama Indonesia ialah sektor kelautan.
Baca juga: ”Satu Hati” dalam 65 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Jepang
Kedua negara kita adalah dua negara demokrasi maritim terbesar di dunia. Jepang dan Indonesia sama-sama memercayai bahwa laut adalah wilayah bersama dan harus ada kebebasan dalam berlayar ataupun bernavigasi. Kebebasan ini yang sering kali menjadi hambatan bersama. Pada dasarnya, Indonesia dan Jepang percaya serta meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, kita harus bekerja sama agar aturan ini ditegakkan oleh semua pihak.
Dari sisi proyek nyata, Jepang membantu Indonesia, salah satunya dalam menangani pencurian ikan. Baru-baru ini, Jepang menghibahkan dua kapal ikan kepada Indonesia yang disertai pelatihan anak buah kapal agar kapasitas penangkapan ikan Indonesia meningkat. Pada saat yang sama, juga ada kerja sama dengan Bakamla (Badan Keamanan Laut) Indonesia untuk meningkatkan kapasitas patroli mencegah pencurian ikan.
T: Bagaimana dengan kerja sama di sektor lain?
J: Sektor ekonomi tentu sangat penting karena Jepang adalah mitra dagang sekaligus investor utama bagi Indonesia. Kerja sama terbesar masih di bidang otomotif, terlihat dari banyaknya perusahaan otomotif Jepang membuka pabrik di Indonesia. Tak hanya itu, bagi perusahaan-perusahaan ini, Indonesia merupakan poros ekspor produk otomotif ke wilayah lain. Makanya, Jepang dan Indonesia mengembangkan Pelabuhan Patimban di Jawa Barat supaya bisa menjadi gerbang ekspor mobil.
Kerja sama lain yang dibanggakan Jepang ialah pembangunan moda raya terpadu (MRT) di Jakarta. Ini bukan hanya karena membantu transformasi masyarakat di Jakarta dan sekitarnya, melainkan juga prinsip kerja sama ini adalah penularan teknologi dan kompetensi pada sumber daya manusia Indonesia.
Saya senang sekali ketika berkunjung ke Depo MRT, isinya adalah para profesional muda Indonesia. Ilmu dari Jepang ini semoga bisa disebarluaskan kepada sesama orang Indonesia untuk membangun daerah-daerah lain.
T: Apakah Jepang berminat berinvestasi di sektor kendaraan listrik ataupun baterainya?
J: Saat ini, yang dikembangkan dan ditawarkan Jepang pada Indonesia adalah kendaraan hibrida, yaitu bahan bakar fosil dan hidrogen karena industri baterai listrik di Indonesia masih dalam tahap pengembangan.
Kami menilai ini lebih cocok dengan situasi Indonesia, setidaknya di waktu dekat ini, karena sarana catu daya kendaraan listrik juga masih jarang. Namun, kami juga menyadari, hidrogen masih terlalu mahal bagi masyarakat Indonesia sehingga harus ada inovasi yang dilakukan.
Selain itu, menurut Jepang, lebih penting lagi adalah kerja sama peralihan energi fosil ke energi terbarukan. Di Indonesia, 80 persen listrik masih dari energi fosil. Di Jepang juga hampir sama, yaitu 60 persen. Kedua negara ini belum seperti Eropa yang siap melompat langsung ke energi hijau.
Baca juga: Jakarta, Ibu Kota Diplomatik Indo-Pasifik
Oleh sebab itu, Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Nusa Dua, Bali, tahun lalu mencanangkan Komunitas Niremisi Asia (AZEC). Tujuannya merangkul negara-negara Asia yang belum memiliki pembangkit listrik hijau dan masih bergantung pada energi fosil.
Kita merancang program transisi energi yang masuk akal dan bisa diterapkan. Sambil membangun pembangkit listrik energi terbarukan, pembangkit yang bertenaga batubara harus diremajakan guna menurunkan emisi. Jepang dan Indonesia membicarakan pemakaian biomassa, amonia, dan hidrogen untuk digabungkan dalam pembakaran batubara itu sehingga emisi berkurang. Juga ada topik soal teknologi penangkapan karbon.
T: Di sektor sumber daya manusia, apa kerja samanya?
J: Jepang, demikian juga negara-negara di Asia Timur secara umum, adalah masyarakat yang menua. Setiap tahun, kami mengalami penurunan populasi 500.000 orang. Umur rata-rata penduduk ialah 49 tahun. Ini berkebalikan dari Indonesia yang umur rata-rata penduduknya 30 tahun.
Perusahaan-perusahaan Jepang tidak lagi melihat Indonesia sebagai pasar, tetapi juga sebagai produsen. Kami mempersilakan orang-orang Indonesia, terutama pemuda, untuk datang ke Jepang. Kami menyediakan pendidikan dan pelatihan yang jika hasilnya baik, warga Indonesia itu bisa bekerja di Jepang. Jika memilih pulang, kami berharap ilmu dari Jepang ini dipakai untuk membangun kampung halaman masing-masing.
Perusahaan-perusahaan Jepang tidak lagi melihat Indonesia sebagai pasar, tetapi juga sebagai produsen. Kami mempersilakan orang-orang Indonesia, terutama pemuda, untuk datang ke Jepang.
Masyarakat Jepang semakin terbuka dengan kedatangan tenaga kerja asing. Di satu sisi, kami realistis karena jumlah pemuda berkurang, tetapi di sisi lain ini juga memberikan pelajaran dan pengalaman baru bagi Jepang. Kami belajar mengenai pentingnya makanan halal, waktu shalat, dan penyediaan ruang ibadah.
Baca juga: Sulit Ciptakan Lapangan Kerja, Sulut Kirim Lulusan SMK ke Jepang
Jepang juga melihat kiprah perempuan Asia Tenggara yang tetap bekerja dan berkarier setelah menikah. Soal keterlibatan perempuan di dalam pembangunan ini, pekerjaan rumah besar bagi Jepang.
Demikian pula dengan menyediakan tempat bagi warga lansia agar bisa mengaktualisasi diri. Masyarakat Jepang juga dalam proses menyadari pentingnya keseimbangan antara bekerja dan membangun kehidupan pribadi yang bahagia.
Baca juga: Mengadopsi Kedisiplinan Talenta Industri dari Jepang
T: Mengenai dinamika geopolitik di Indo-Pasifik, terkait dua titik panas di Selat Taiwan dan Laut China Selatan, bagaimana Jepang melihat agar hambatan ini tidak memengaruhi berbagai kerja sama?
J: Betul ada isu keamanan. Akan tetapi, yang namanya hubungan diplomasi selalu memiliki nuansa. China adalah mitra dagang terbesar bagi Jepang. Pada saat yang sama, Amerika Serikat adalah sekutu pertahanan Jepang. Kedua hubungan ini dikelola dengan hati-hati dan mengutamakan diplomasi, seberat dan setegang apa pun suasananya.
Prinsip Jepang adalah terus menambah teman dan Indo-Pasifik harus terus menjadi wilayah yang bebas serta terbuka. Bagi Jepang, pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik (AOIP) yang digagas Indonesia sangat cocok dengan visi dan misi Jepang di kawasan. Penurunan sikap Jepang ini adalah memperbanyak jumlah dan ragam proyek kerja sama di negara-negara Indo-Pasifik.
Baca juga: AS-Jepang-Korsel Galang Aliansi Militer Baru di Semenanjung Korea
Terkait dengan berbagai kegiatan militer gabungan bersama AS dan Korea Selatan, ini bagian dari peningkatan kapasitas Jepang itu sendiri. Kami tidak mau berkonflik, tetapi setiap negara pasti harus mengasah kesiapan pertahanan masing-masing. Jepang memiliki strategi pertahanan baru, yaitu menaikkan anggarannya dari 1 persen pendapatan domestik bruto menjadi 2 persen dalam lima tahun ke depan.
Meskipun begitu, secara umum, dinamika geopolitik di Indo-Pasifik tidak berpengaruh negatif terhadap perkembangan kerja sama dengan negara-negara sahabat.
Dalam konteks Indonesia, Jepang juga terlibat dalam kerja sama pertahanan Garuda Shields. Saya ikut menyaksikan prosesnya di Banyuwangi, Jawa Timur. Hal terpenting bagi kami ialah menawarkan berbagai kerja sama, termasuk pertahanan dan keamanan, senyaman yang diinginkan Indonesia.
T: Anda sudah lebih dari 1.000 hari bertugas sebagai dubes di Indonesia. Adakah nilai-nilai Indonesia yang patut dicontoh oleh masyarakat Jepang dan juga sebaliknya?
J: Ada dua hal yang sangat saya kagumi dari Indonesia. Pertama, Indonesia adalah masyarakat yang sangat majemuk, ada 700 lebih suku bangsa. Namun, masyarakat Indonesia bisa hidup rukun dan saling menolong. Bahkan, perbedaan bukan sesuatu yang ditakuti, melainkan dihargai dan memperkaya inovasi pembangunan. Masyarakat Jepang monoton sehingga terkadang perbedaan disikapi dengan waswas.
Baca juga: Dari Kijang hingga Ratangga, Tonggak Penanda Hubungan Jepang-Indonesia
Hal kedua ialah kemampuan Indonesia bersikap luwes dan cepat. Saya melihat Indonesia selalu bisa mengambil keputusan dengan cepat, demikian pula penerapannya. Di Jepang, pengambilan keputusan sering kali berlarut-larut. Keluwesan ini patut dicontoh karena membantu kita lebih adaptif terhadap perubahan.
Hal positif dari Jepang yang bisa ditiru oleh Indonesia ialah budaya disiplin dan cermat. Ini kunci kualitas kerja di Jepang. Sikap ini juga harus diiringi dengan pemenuhan setiap janji pembangunan.