Israel Ultimatum Warga untuk Keluar dari Kota Gaza, Serangan Darat Kian Dekat
Militer Israel mengeluarkan ultimatum bagi seluruh warga sipil untuk keluar dari kota Gaza dan bergeser dari wilayah utara dalam waktu 24 jam sejak ultimatum diumumkan, Jumat (13/10/2023).
Oleh
MUHAMMAD SAMSUL HADI
·4 menit baca
JERUSALEM, JUMAT — Militer Israel, Jumat (13/10/2023), mengeluarkan ultimatum kepada seluruh warga sipil untuk keluar dari kota Gaza dan bergeser ke wilayah selatan enklave tersebut. Mereka hanya diberi waktu 24 jam. Ultimatum ini diperkirakan menjadi sinyal akan semakin dekatnya serangan darat Israel ke Gaza.
Dalam beberapa hari terakhir, militer Israel telah menyiagakan tank-tank mereka di dekat perbatasan dengan Jalur Gaza. Mereka juga sudah memanggil sedikitnya 300.000 tentara cadangan. ”Kini saatnya berperang,” tegas Yoav Gallant, Menteri Pertahanan Israel, Kamis (12/10/2023).
Hingga Kamis, jet-jet tempur Israel terus menggempur Gaza sebagai balasan atas serangan mengejutkan, yang dilancarkan kelompok Hamas ke Israel selatan, Sabtu (7/10/2023). Serangan itu menewaskan lebih dari 1.300 warga Israel, kebanyakan warga sipil. Hamas juga menyandera lebih dari 300 orang dari serangan tersebut.
”Warga sipil di kota Gaza, evakuasi diri kalian ke selatan demi keselamatan kalian dan keluarga kalian,” sebut militer Israel melalui pernyataan tertulis.
Mereka juga meminta warga di Jalur Gaza untuk menjauh dan menjaga jarak dari kelompok Hamas. Jumlah warga Gaza berkisar 2,3 juta jiwa. Mereka menempati enklave seluas 362,5 kilometer persegi. Ultimatum itu ditujukan bagi hampir separuh dari keseluruhan populasi di Jalur Gaza atau sekitar 1,1 juta jiwa.
Militer Israel mengatakan, mereka akan menjalankan operasi ”besar-besaran” di kota Gaza dalam beberapa hari ke depan. Warga sipil baru bisa kembali ke wilayah itu jika sudah ada pengumuman berikutnya.
Tak hanya disampaikan bagi warga Palestina di Jalur Gaza, ultimatum militer Israel itu juga dikirimkan ke Markas Besar PBB. ”Ini kacau, tak seorang pun paham mengenai apa yang harus dilakukan,” kata Inas Hamdan, petugas pada badan pengungsi Palestina yang dikelola PBB di kota Gaza.
Staf PBB dievakuasi
Hamdan mengungkapkan, seluruh staf PBB di kota Gaza dan Gaza utara telah diperintahkan untuk mengungsi ke selatan ke Rafah. Ia pun mengemasi barang perlengkapan miliknya ke dalam tas dan berteriak kepada rekan-rekannya untuk segera berkemas.
Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengumumkan telah memindahkan pusat operasional dan para staf internasional mereka ke wilayah selatan Gaza.
PBB mengatakan, peringatan evakuasi besar-besaran yang diterimanya dari militer Israel juga berlaku bagi para staf PBB dan ratusan ribu warga yang mengungsi di sekolah-sekolah dan fasilitas-fasilitas lain milik PBB.
PBB menganggap, tidak mungkin melakukan pergerakan seperti itu tanpa menimbulkan dampak kemanusiaan.
”PBB menganggap, tidak mungkin melakukan pergerakan seperti itu tanpa menimbulkan dampak kemanusiaan,” kata Stephane Dujarric, juru bicara PBB.
”PBB meminta dengan sangat agar perintah semacam itu, jika memang ada, untuk dibatalkan guna menghindari tragedi yang sudah terjadi berubah menjadi situasi penuh malapetaka,” ujarnya.
Seorang pejabat PBB lainnya mengatakan, PBB tengah berupaya mengklarifikasi ultimatum militer Israel kepada pejabat paling senior di Palestina. ”Ini sama sekali tak pernah terjadi sebelumnya,” ujar pejabat PBB yang tak mau diungkap namanya itu.
Nebal Farsakh, juru bicara Palang Merah Palestina di kota Gaza, mengatakan bahwa hampir tidak mungkin lebih dari 1 juta jiwa bergerak cepat dalam rentang waktu 24 jam untuk mengungsi ke selatan. ”Lupakan makanan, lupakan listrik, lupakan bahan bakar. Satu-satunya hal yang perlu diperhatikan, apakah Anda bisa keluar, apakah Anda akan tetap hidup,” ujarnya.
”Apa yang akan terjadi dengan pasien-pasien kami?” kata Farsakh. ”Kami merawat orang terluka, para lansia, dan anak-anak di rumah sakit-rumah sakit.”
Ucapan ”selamat tinggal”
Farsakh menuturkan, banyak tenaga medis menolak meninggalkan rumah sakit-rumah sakit dan tak mau meninggalkan para pasien. Mereka, katanya, memilih untuk mengucapkan ”selamat tinggal” kepada para kolega mereka yang mengungsi.
Adapun seorang pejabat Hamas mengatakan, pengumuman militer Israel tersebut adalah ”propaganda bohong” dan meminta warga untuk tidak terpengaruh. Otoritas Hamas untuk Urusan Pengungsi, Jumat, mengatakan bahwa warga di wilayah utara Gaza agar ”tetap tabah berada di rumah-rumah kalian dan berdiri kokoh menghadapi perang psikologis yang dilancarkan kekuatan pendudukan”.
Ultimatum militer Israel tersebut dipandang sebagai sinyal makin dekatnya serangan darat mereka ke Gaza. Militer Israel belum mengeluarkan konfirmasi atas keputusan serangan darat itu. Pada Kamis, mereka menyatakan tengah mempersiapkan diri, tetapi belum ada keputusan yang diambil.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya bertekad untuk ”menghancurkan” Hamas. Ia telah mendeklarasikan perang terhadap kelompok itu.
Juru bicara militer Israel, Letnan Kolonel Richard Hecht, Kamis, mengatakan, pasukan Israel ”tengah bersiap untuk melancarkan manuver daratan” jika ada perintah dari para pemimpin politik. (AP/REUTERS)