Tanpa Jalur Kemanusiaan, Warga Sipil Gaza "Tinggal Tunggu Waktu"
Tanpa listrik, rumah sakit di Gaza bisa berubah menjadi kamar mayat. Israel mengabaikan permohonan berbagai pihak agar blokade Gaza diakhiri
GAZA, KAMIS - Israel dan Hamas mengabaikan seruan berbagai pihak untuk meredakan situasi di Gaza. Israel menolak mengizinkan pasokan aneka kebutuhan masuk Gaza, Hamas tidak mau melepaskan sandera.
Direktur Komite Palang Merah Internasional (ICRC) di Timur Tengah Fabrizio Carboni khawatir, rumah sakit di Gaza segera berubah menjadi kamar mayat. Sebab, rumah sakit tidak mendapat listrik untuk mengoperasikan berbagai peralatannya. "Rumah sakit kehilangan daya (listrik), membawa risiko pada bayi di inkubator dan pasien lansia yang butuh oksigen," ujarnya, Kamis (12/10/2023).
Jalur pasokan bahan bakar, air, listrik, hingga obat ke Gaza ditutup Israel sejak Senin lalu. Penutupan itu sebagai balasan atas serangan Hamas ke Gaza mulai akhir pekan lalu.
Baca juga Mohammed Deif, Sosok Paling Diburu Israel dalam Badai Al-Aqsa
Akibatnya, pembangkit listrik di Gaza tidak beroperasi lagi. Sementara pembangkit di rumah sakit hanya bisa bertahan paling lama sampai Kamis malam. “Saya mohon kepada semua pihak untuk mengurangi penderitaan warga sipi," kata Carboni.
Selain ICRC, berbagai pihak berusaha membuka jalur pasokan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Mesir berencana mengarahkan pesawat pengangkut bantuan ke Gaza mendarat ke Sinai Utara. Qatar dan Turki siap mengirimkan bantuan ke sana.
Masalahnya, jalur dari sana ke Gaza belum tentu aman. Israel telah memperingatkan, truk pengangkut bantuan dari Mesir ke Gaza akan dijadikan sasaran begitu masuk Gaza.
Meski setuju menyalurkan bantuan, Mesir menolak menampung pengungsian massal dari Gaza. Kairo tidak mau membuka pintu perbatasan agar warga Gaza bisa melintas masuk Mesir.
Padahal, jumlah warga Gaza yang kehilangan rumah akibat serangan Israel beberapa hari ini terus meningkat. Menurut PBB, sedikitnya 340.000 warga Gaza kehilangan tempat tinggal hanya dalam empat hari. Sekitar 220.000 kini berlindung di 92 sekolah yang dikelola PBB.
Di salah satu sekolah yang diubah menjadi tempat penampungan, Hanan al-Attar (14), menceritakan keluarganya bergegas keluar rumah hanya dengan pakaian yang menempel di badan ketika ada bom jatuh di dekat rumahnya. “Mereka mengebom rumah-rumah warga sipil, perempuan, dan anak-anak,” ujarnya
Bebaskan sandera
Permohonan tidak hanya disampaikan ke Israel. Dewan Pakar Perserikatan Bangsa-bangsa memohon Hamas membebaskan warga Israel yang ditawannya.
Hamas tidak menyebut secara pasti berapa jumlah warga Israel yang disandera. Media Israel, Haaretz, mengungkap identitas sebagian tentara dan warga Israel yang ditawan Hamas selepas serangan Sabtu lalu. Menurut pemerintah Israel, setidaknya 150 warganya disandera Hamas. Tel Aviv tidak menyebut berapa tentaranya yang ditawan Hamas.
Sejauh ini, permohonan pembebasan sandera dan pembukaan jalur pasokan belum didengar. Menteri Energi Israel, Israel Katz, menegaskan pasokan tidak akan dibuka selama sandera belum dilepaskan Hamas.
“Bantuan kemanusiaan untuk Gaza? Tidak ada listrik, tidak ada air, dan tidak ada truk bahan bakar yang akan masuk sampai semua sandera Israel dipulangkan. Jangan ajari kami soal moral,” tulis Katz di media sosial X.
Baca juga Sejumlah Negara Jemput Pulang Warganya dari Palestina dan Israel
Sejak beberapa hari lalu, militer Israel menyediakan puluhan ribu tentara ke perbatasan Israel-Gaza. Israel juga tidak berhenti menyerang Gaza dengan jet tempur, helikopter serbu, hingga mortar. “Kami sedang mempersiapkan diri untuk tahap perang selanjutnya. Akan tetapi, kami masih menunggu keputusan dari para pemimpin politik kami,” kata juru bicara militer Israel, Letnan Kolonel Richard Hecht.
Ia menyatakan, serangan hanya menyasar pasukan elite Nukhba Hamas, termasuk pusat komando yang digunakan anggota Hamas yang menyerang Israel dan rumah anggota senior angkatan laut Hamas yang konon digunakan untuk menyimpan senjata. “Saat ini kami fokus menyingkirkan para pemimpin Hamas. Tidak hanya pemimpin militer tetapi juga pemerintahan hingga pemimpin tertinggi Hamas Yehia Sinwar,” ujarnya.
Hecht mengatakan, keputusan menetapkan satu sasaran didasarkan pada informasi intelijen dan warga sipil sudah diberi peringatan. Meski sudah ada peringatan evakuasi, banyak warga Palestina yang tidak sempat melarikan diri atau tidak punya tempat untuk berlindung sehingga banyak yang tewas tertimpa reruntuhan.
Klaim itu tidak sesuai dengan fakta. Dalam beragam video dan foto dari Gaza, terlihat berbagai bangunan dan fasilitas sipil jadi sasaran serangan udara Israel. Pusat perbelanjaan hingga ambulans di Gaza hancur oleh bom Israel. “Lebih sering tidak ada peringatan apa pun,” kata Hashem Abu Manes (58) yang kehilangan rumah dan putrinya yang berusia 15 tahun.
Dewan Pakar PBB menganggap Israel dianggap kelewatan karena menyerang tanpa pandang bulu di Gaza. “Ini hukuman kolektif. Tidak ada pembenaran atas kekerasan yang menyasar warga sipil tak bersalah, baik oleh Hamas maupun pasukan Israel. Ini melanggar hukum internasional dan termasuk kejahatan perang,” sebut pernyataan tertulis dewan pakar itu.
Kejahatan Perang
Human Rights Watch (HRW) menyebut, serangan roket dilanjutkan penyanderaan warga sipil oleh Hamas dan serangan balasan Israel kemungkinan termasuk kejahatan perang. Roket Hamas dan serangan udara Israel sama-sama menyasar aneka bangunan dan fasilitas sipil tanpa pandang bulu.
“Pembunuhan yang disengaja terhadap warga sipil, penyanderaan, dan hukuman kolektif adalah kejahatan keji yang tidak bisa dibenarkan,” kata Direktur Israel-Palestina di HRW, Omar Shakir.
Baca juga Perang Israel-Hamas, dan Krisis Sandera di Gaza
Komunitas internasional telah menerima serangkaian aturan perang antara lain lewat Konvensi Jenewa. Aturan itu berlaku bagi negara maupun kelompok bersenjata seperti Hamas.
Komunitas internasional sepakat, para tersangka kejahatan perang dapat diadili di pengadilan domestik. Tersangka dapat pula disidang di Mahkamah Kriminal Internasional (ICC). Palestina mengakui yurisdiksi ICC, Israel tidak.
Beberapa tahun lalu, penyidik ICC telah mengumumkan akan menyelidiki dugaan kejahatan perang di Palestina dan Israel. Sampai sekarang, perkembangan penyelidikan itu tidak diketahui.
Kabinet perang
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sudah mendapatkan dukungan dari kabinet perang baru yang isinya terdiri dari para politisi oposisi lama. AS juga menjanjikan dukungan sepenuhnya dengan kedatangan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ke Israel, Kamis pagi, untuk bertemu dengan para pemimpin Israel.
Blinken juga berencana bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang kekuasaannya terbatas pada wilayah Tepi Barat. “Anda mungkin cukup kuat untuk membela diri. Tetapi selama AS masih ada, Anda tidak perlu melakukannya sendirian. Kami akan selalu mendampingi,” kata Blinken.
Blinken juga menegaskan siapa pun yang menghendaki perdamaian dan keadilan harus mengecam tindakan teror Hamas. “Kita tahu Hamas tidak mewakili aspirasi rakyat Palestina atau aspirasi rakyat Palestina untuk hidup dengan standar keamanan, kebebasan, keadilan, dan martabat yang setara,” ujarnya. (AP/REUTERS)