Majelis Hukama Muslimin melihat ada banyak teladan yang Indonesia bisa berikan kepada dunia terkait penerapan nilai-nilai Islam yang universal dan intelektual.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
Majelis Hukama Muslimin atau MHM merupakan lembaga yang menghimpun para intelektual muslim sedunia. Lembaga ini didirikan oleh Syeh Al-Azhar, yakni Imam Akbar Ahmad Al-Tayeb pada tahun 2014. Ketika itu, ia memiliki misi agar keilmuan Islam bisa semakin banyak memberi sumbangan kepada persoalan global, terutama di aspek perdamaian, persaudaraan, dan kesejahteraan bersama.
Pada Februari 2019, Syeh Al-Azhar dan Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Roma Paus Fransiskus bertemu. Mereka menandatangani Perjanjian Persaudaraan Umat Manusia untuk Perdamaian dan Kehidupan Bersama. Menindaklanjuti teladan dua pemuka agama itu, MHM pun semakin menggencarkan misi pendidikan masyarakat mereka akan nilai-nilai Islam universal yang menjunjung tinggi kemanusiaan.
Di Indonesia, MHM juga memiliki cabang yang didirikan oleh ulama senior, Profesor Quraish Shihab. Pada Rabu (4/10/2023) Kompas berkesempatan mengikuti Muktamar Agama dan Perubahan Iklim Asia Tenggara (CORECS) 2023 yang diadakan oleh MHM Indonesia. Tujuannya agar para tokoh agama yang memegang peranan penting di masyarakat Asia Tenggara turut andil dan berintegrasi dalam mendidik masyarakat untuk melestarikan alam sebagai bagian dari ibadah dan cara keagamaan yang moderat.
Hadir memimpin acara adalah Sekretaris Jenderal MHM Mohamed Abdelsalam. Ahli hukum ini terbang dari Abu Dhabi ke Jakarta tidak hanya untuk terlibat di dalam CORECS 2023, tetapi juga meresmikan Kantor Cabang MHM Asia Tenggara yang menggantikan MHM Indonesia. Berikut kutipan wawancara khusus Kompas dengan Mohamed Abdelsalam.
Apa tujuan menjadikan MHM Indonesia ini menjadi MHM Asia Tenggara?
MHM Indonesia berdiri pada tahun 2021. Ketika itu, prosesnya murni secara daring karena dunia masih dilanda pandemi Covid-19. Meskipun begitu, kami di kantor pusat Abu Dhabi melihat perkembangan MHM Indonesia sangat positif.
Indonesia menunjukkan betapa kaya dan beragamnya budaya Islam maupun umat muslimnya. Selain itu, di Indonesia kami melihat keragaman di dalam umat muslim itu tidak menghalangi interaksi yang bermakna dengan para penduduk beragama dan berkepercayaan lain.
MHM pusat menilai, Indonesia bisa berperan lebih. Kami melihat Indonesia ini dunia Islam global mini sehingga bisa menjadi inspirasi tidak hanya bagi kantor-kantor MHM lain di negara-negara Asia Tenggara, tetapi juga bagi dunia pada umumnya. Oleh sebab itu, MHM berpendapat bahwa kantor di Jakarta ini layak untuk naik menjadi kantor perwakilan di Asia Tenggara.
Bagaimana nanti koordinasi dengan kantor-kantor lain MHM?
Setiap cabang di negara Asia Tenggara, misalnya di Singapuran dan Malaysia akan menulis laporan pengalaman mereka yang kemudian dikoordinasikan dengan Indonesia selaku kantor Asia Tenggara. Selain berdiskusi dan berbagi pengalaman, tugas Indonesia juga untuk mempromosikan dan mentransfer pendekatan keislaman Indonesia.
MHM berharap bahwa pendekatan Indonesia yang toleran ini bisa lebih banyak terekspos di dunia Islam global. Bahkan, jika bisa, juga di tataran global secara umum karena ada banyak hal positif yang bisa kita pelajari.
Dalam pandangan MHM, apa tantangan terbesar dunia Islam saat ini?
Tentu saja Islamofobia (ketakutan dan kebencian terhadap agama Islam). Akan tetapi, jika dilihat lebih luas, agama dan kepercayaan lain juga mengalami hal serupa dalam satu dan lain bentuk. Ini adalah bentuk diskriminasi dan prasangka yang harus kita lawan dengan perilaku positif antikebencian.
Kita juga harus berpandangan kritis ke dalam diri sendiri. Konflik internal antara bangsa-bangsa Islam juga masih menjadi momok serius.
Bagaimana MHM turut serta menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut?
MHM tidak ikut sebagai penyelesai konflik dalam artian terlibat politik praktis. Tugas kami adalah mendidik masyarakat agar menghentikan konflik dan menanamkan ilmu guna mencegah konflik baru. Kami mengedepankan nilai-nilai toleransi yang universal dan berusaha menunjukkan bahwa perbedaan bukan hal buruk sehingga kita tidak perlu berkonflik.
Dalam hal ini, MHM selalu meyakini bahwa dialog adalah jalan terbaik menyelesaikan semua perkara. Ini termasuk permohonan yang kami sampaikan kepada Rusia dan Ukraina agar berhenti bertempur dan duduk bersama untuk berbicara.
Dunia sudah memiliki terlalu banyak masalah. Kesenjangan sosial terlalu besar sehingga mengakibatkan kemiskininan. Sekarang ini dampak perubahan iklim sudah sangat parah yang menambah kemiskinan, keterbatasan, dan juga berisiko besar memantik konflik-konflik baru yang lebih luas. Kita tidak memerlukan peperangan. Kita perlu bekerja sama menyelesaikan persoalan manusia dan alamnya yang jika tidak dikelola, bisa mencelakakan semua.
Teologi hijau
Pada akhir CORECS 2023, sejumlah tokoh agama, yang salah satunya diwakili oleh Menteri Agama 2014-2019 Lukman Hakim Saefuddin membacakan Deklarasi Teologi Hijau. Di dalamnya menegaskan bahwa krisis akibat perubahan iklim ini berakar dari perilaku konsumtif manusia.
Oleh sebab itu, perlu dikembangkan sikap hidup yang moderat. Artinya, memanfaatkan kekayaan alam dengan memikirkan kesejahteraan umat manusia, bukan keuntungan individu maupun kelompok.
Deklarasi juga mengatakan agar para agamawan mendidik umat dengan konsep bahwa Bumi bukan obyek, melainkan subyek. Pandangan ini mengubah cara pemanfaatan sumber daya alam ataupun pembangunan ekonomi agar memerhatikan keselarasan dengan alam.