Sebentar lagi, panda-panda yang ada di Amerika Serikat akan kembali ke rumahnya di China. Panda, penanda membaiknya relasi AS-China, belum bisa memainkan perannya sekarang.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
Wajah Kelsey Lambert (10) semringah. Mimpinya sejak lama terwujud ketika sang ibu, Allison, mengajak dia mengunjungi Smithsonian National Zoological Park di Washington, Amerika Serikat, pekan lalu. Terbang dari rumah mereka di San Antonio, Texas, Lambert tak lupa membawa berbagai aksesori binatang favoritnya, panda. Buku harian dan kaus bertuliskan ”I Love Panda” pun dibawanya.
Dia mengamati dengan saksama tingkah laku tiga panda di lokasi yang biasa disebut National Zoo itu. Dia mencermati Mei Xiang, Tian Tian, dan anak mereka, Xiao Qi Ji, mengunyah bambu dan berguling-guling di rumput. ”Rasanya sungguh luar biasa,” ujar Lambert.
Tak hanya anak-anak yang menyukai panda. Collen Blue dan John Nungesser, keduanya tinggal di Philadelphia, datang ke National Zoo bersama buah hati mereka khusus untuk melihat kelucuan ketiga panda itu. ”Saya sudah terobsesi dengan mereka sejak kecil,” kata Blue, yang sudah tiga kali berkunjung.
Suaminya mengangguk dan menambahkan, ”Di kencan pertama kami, dia berbicara terus soal panda.” Blue hanya tersenyum mendengarnya.
Bagi mereka, mungkin ini terakhir kalinya mereka melihat ketiga binatang menggemaskan itu. Masa tinggal ketiga panda itu akan habis pada Desember 2023, sejalan dengan habisnya kontrak pinjam mereka. Menurut rencana, mereka akan kembali ke China.
Tak ada satu pun pejabat National Zoo yang mau berkomentar mengenai hal ini. Sikap itu membuat publik pesimistis dan frustrasi. Akan tetapi, tanpa pernyataan pun, sepertinya sudah jelas keinginan agar panda-panda itu tetap bertahan di AS sangat tipis. Apalagi setelah manajemen National Zoo membuat kegiatan Panda Palooza: Perpisahan Raksasa.
Membaik
Keberadaan Mei Xiang, Tian Tian, dan Xiao Qi Ji di National Zoo tak terlepas dari membaiknya hubungan diplomatik antara AS yang saat itu dipimpin Richard Nixon dan China yang dipimpin Mao Zedong. Pemerintah China kala itu menghadiahkan sepasang panda pertama bagi AS, Hsing Hsing dan Ling Ling, sebagai bentuk keakraban baru antara kedua negara. Setelah itu, panda-panda yang berada di AS disewakan untuk jangka waktu 10 tahun dan perjanjiannya akan ditinjau ulang setiap tahun.
Biaya tahunan untuk meminjam panda berkisar 1 juta dollar AS-2 juta dollar AS per pasang. Peminjam juga dikenai kewajiban untuk membangun fasilitas kandang yang sesuai standar dari Pemerintah China. Jika pasangan panda itu menghasilkan keturunan, hak milik berada di tangan Pemerintah China. Meski begitu, anak panda bisa tetap tinggal bersama orangtuanya dengan biaya tambahan dan tinggal hingga usia kawin.
Saat ini, total 65 panda dipinjamkan Beijing ke 19 negara melalui kerangka kerja sama penelitian. Misinya adalah melindungi spesies yang rentan. Setiap panda akan dikembalikan ke China jika usianya sudah tergolong tua. Sementara setiap anak panda akan dikirim kembali ke Beijing jika dinilai sudah siap kawin atau berusia 3-4 tahun.
Akan tetapi, diplomasi panda kini mengalami penurunan seiring ketegangan diplomatik yang terjadi antara AS dan China. Dennis Wilder, peneliti senior di Initiative for US-China Dialogue on Global Issues, Universitas Georgetown, menyebut situasi yang sekarang dihadapi panda-panda tersebut sebagai hukuman bagi diplomasi panda. Tidak hanya AS, kebun binatang di Australia dan Skotlandia juga menghadapi masalah senada. Tidak ada tanda-tanda diperbaruinya perjanjian peminjaman panda-panda tersebut.
Apa yang kita lihat sekarang adalah ketegangan antarpemerintah di tingkat yang lebih tinggi.
Jika tiga panda di National Zoo dipulangkan, menurut Wilder, satu-satunya kebun binatang yang memiliki panda adalah kebun binatang di Atlanta, Georgia. Itu pun tidak akan lama karena perjanjian peminjaman akan selesai akhir tahun 2024.
Selama lima dekade, diplomasi panda ini mengalami pasang surut, meski tak separah sekarang. Daniel Ashe, yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Perikanan dan Margasatwa Pemerintah Federal AS, menuturkan, tahun 2010 ia harus terbang ke China untuk mengatasi masalah birokrasi yang mengancam perjanjian penyewaan itu. Masalahnya cepat diselesaikan dan perjanjian berhasil diperpanjang.
”Tetapi, situasinya sekarang benar-benar berbeda. Apa yang kita lihat sekarang adalah ketegangan antarpemerintah di tingkat yang lebih tinggi. Hal itu hanya bisa ditangani dan diselesaikan pada tingkat tersebut,” kata Ashe, yang kini menjabat CEO Asosiasi Kebun Binatang dan Akuarium.
Ketegangan antara AS dan China tidak semata pada persoalan di level elite, tetapi soal persaingan dagang dan sikap politik di level global. Ketegangan hubungan sempat terjadi karena persoalan panda ini.
Sentimen anti-Amerika muncul awal tahun ini ketika Le Le, seekor panda jantan di Kebun Binatang Memphis, mati dalam usia 24 tahun, Februari 2023. Umumnya, panda bisa hidup selama 15-20 tahun di alam liar. Jika dirawat di tangan manusia, usianya bisa lebih panjang, hingga 30 tahun.
Kematian Le Le itu memicu sentimen negatif di platform media sosial China, Weibo. Berbagai tudingan dari warganet muncul, terutama menyoal dugaan penganiayaan hingga tidak tepatnya perawatan Le Le dan teman betinanya, Ya Ya. Kampanye ini semakin intensif ketika beredar foto-foto Ya Ya yang tampak kotor dan kurus (menurut standar panda) dengan bulu yang tidak rata beredar di internet.
Sebuah petisi daring di Change.org menuntut Ya Ya segera dikembalikan. Sejumlah meme yang berisi sentimen anti-Amerika juga bermunculan. Salah satunya menggambarkan Ya Ya tampak sedih menatap pesawat yang terbang di atasnya dengan tulisan: “Mama, saya telah bekerja jauh dari rumah selama 20 tahun. Apakah penghasilan saya cukup untuk membeli tiket pesawat pulang ke rumah?”
Penjelasan delegasi China yang datang ke Memphis juga tak bisa meredam emosi warganet. Tim dari China menegaskan, kematian Le Le bukan karena dianiaya, melainkan karena penyakit gagal jantung. Meski begitu, Ya Ya akhirnya dikembalikan ke China, April lalu. Dia mendapatkan penyambutan bak selebritas saat tiba di Bandara Shanghai.
Para pengamat menaruh harapan pada membaiknya hubungan AS-China secepatnya. Wilder menyebut KTT APEC yang akan diselenggarakan di San Francisco pada November bisa menjadi forum untuk memecah kebuntuan. Apalagi, Duta Besar China untuk AS Xie Feng terdengar optimistis dalam pernyataannya.
Alison juga berharap kedua belah pihak mencapai kesepakatan karena hal itulah yang akan memberikan keuntungan bagi semua pihak, termasuk dia dan putrinya. Kalaupun tidak, mereka sudah bersiap menjalankan rencana B. ”Kami selalu bisa terbang ke China,” katanya. ”Itu juga berhasil.” (AP)