Raisi: Langkah Mundur, Normalisasi Arab Saudi-Israel
Iran mencermati setiap detail upaya normalisasi hubungan Arab Saudi-Israel yang disponsori Amerika Serikat. Presiden Iran Ebrahim Raisi menyebut normalisasi hubungan Arab Saudi-Israel sebagai langkah mundur.
TEHERAN, SENIN — Iran terus mengamati secara cermat proses negosiasi normalisasi hubungan Arab Saudi-Israel yang tengah dijalankan oleh Amerika Serikat. Secara terbuka Teheran mengkritik rencana normalisasi itu sebagai sebuah langkah mundur.
Kritik terbuka tersebut disampaikan Presiden Iran Ebrahim Raisi saat berbicara pada Konferensi Persatuan Islam Internasional di Teheran, Minggu (1/10/2023).
”Upaya menormalisasi hubungan dengan rezim Zionis merupakan indikator kemunduran sebuah pemerintahan,” kata Raisi, seperti dikutip kantor berita Iran, IRNA.
Dia menambahkan, cara untuk menghadapi musuh bukanlah kompromi dan menyerah, melainkan melalui perlawanan. Ini untuk pertama kali Raisi secara terbuka mengritik upaya normalisasi hubungan Arab Saudi dan Israel yang disponsori AS.
Dengan Arab Saudi, Iran sejak beberapa bulan lalu menormalisasi hubungan diplomatiknya. Kedua negara baru saja membuka kembali kantor perwakilan diplomatik masing-masing di ibu kota negara pihak lain. Meski demikian, di tengah detente Riyadh-Teheran itu, pada level pimpinan tertinggi, Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman dan Raisi belum pernah bertemu secara langsung.
Baca juga: Bendera Iran Berkibar Lagi di Arab Saudi, AS Minta Arab Saudi Berbaikan dengan Israel
Raisi mengatakan, sejumlah upaya perlawanan terhadap Israel telah berhasil memaksa negara itu mundur. Perlawanan lebih hebat, menurut dia, akan terus memaksa Israel mundur lebih jauh.
Raisi juga menyebutkan, perlawanan paling utama yang harus dilakukan oleh para pendukung rakyat Palestina adalah membebaskan tempat suci Masjidil Al-Aqsa dan tanah milik bangsa Palestina yang kini diduduki oleh Israel. ”Pilihan untuk menyerah atau berkompromi pada rezim Zionis sudah tidak ada dan dihapuskan dari pilihan sikap,” katanya.
Baca juga: Lima Tahanan AS Dibarter dengan Lima Tahanan Iran Plus Dana Rp 92 Triliun
Raisi tidak menjelaskan yang dimaksudnya dengan ungkapan ”keberhasilan memukul mundur rezim Zionis”. Meski sejumlah negara telah mengeluarkan pernyataan mengecam kebijakan apartheid Pemerintah Israel, hal itu belum berdampak pada kehidupan rakyat Palestina atau menghentikan pembangunan pemukiman warga Yahudi Israel.
Pandangan Iran terhadap Israel tidak berubah. Iran memandang pendudukan Israel terhadap wilayah Palestina adalah pangkal situasi krisis dan ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah.
Pandangan Iran terhadap Israel tidak berubah. Iran memandang pendudukan Israel terhadap wilayah Palestina adalah pangkal situasi krisis dan ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah.
Itu sebabnya, menurut Teheran, inisiatif perdamaian yang digadang-gadang oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai sebuah tindakan yang ahistoris. Alasannya, fakta di lapangan memperlihatkan upaya Israel mencaplok lebih banyak tanah milik warga Palestina terus terjadi.
Iran juga menyatakan bahwa mereka bersedia melakukan dialog konstruktif dengan negara-negara di kawasan untuk mendorong terciptanya perdamaian yang berkelanjutan, pembangunan, dan kesejahteraan bagi warga di kawasan.
Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran Ali Akbar Ahmadian menyatakan, Iran bersedia menjadi hub bagi pertemuan negara-negara tetangga di kawasan untuk mewujudkan hal tersebut.
Relasi Netanyahu-Ben Gvir
Di tengah isu normalisasi hubungan Arab Saudi-Israel yang mengalir deras, PM Netanyahu dikabarkan tidak mengikutsertakan Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir, anggota kabinetnya yang bertanggung jawab atas keamanan nasional, dalam pertemuan dengan sejumlah pejabat keamanan, Minggu.
Pertemuan itu dihadiri oleh Menteri Pertahanan Yoav Gallant, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel (IDF) Herzi Halevi, Kepala Dinas Keamanan Shin Bet, Ronen Bar, dan sejumlah jenderal senior Angkatan Darat.
Seperti dilansir Times of Israel, tindakan Netanyahu tidak mengikutsertakan Ben-Gvir dalam rapat kabinet ini bukan untuk pertama kalinya. Menurut sumber yang tidak mau disebutkan namanya, alasan Netanyahu tidak mengundang Ben-Gvir adalah terkait kekhawatiran bahwa Ben-Gvir akan membocorkan informasi rahasia ke media atau dengan cara lain membocorkannya ke publik.
Sumber tersebut juga menyebut bahwa Ben-Gvir memiliki kecenderungan untuk mengusulkan tindakan-tindakan yang sering kali memperumit posisi Israel di panggung global.
Baca juga: Koridor Ekonomi Baru Merayu Riyadh
”Dia datang ke pertemuan dan terus-menerus mengupayakan pembunuhan yang ditargetkan, larangan mendatangkan pekerja dari Jalur Gaza, dan penutupan semua jenis desa dan kota di Tepi Barat,” kata sumber itu.
”Dia tidak mengerti bahwa dengan kebijakan-kebijakan seperti itu, perdana menteri tidak bisa terbang ke mana pun dan tentu saja tidak menerima sambutan dari seluruh dunia,” kata sumber tersebut.
Rapat bak permainan anak
Sumber anonim dari kalangan pejabat Partai Likud menyebut, sering kali rapat mengenai situasi keamanan yang dihadiri Ben-Gvir terlihat seperti permainan anak-anak.
Laman media Israel i24news pada pertengahan September lalu pernah menurunkan laporan yang menyatakan Pemerintah Arab Saudi akan menunda proses pembicaraan mengenai normalisasi hubungan kedua negara karena Netanyahu dianggap tidak bisa mengendalikan tindakan dua menterinya, yaitu Ben-Gvir dan Benjamin Smotrich. Keduanya diketahui menentang keras normalisasi Arab Saudi-Israel karena beranggapan normalisasi itu akan mengancam keamanan Israel.
Netanyahu dianggap tidak bisa mengendalikan tindakan dua menterinya, yaitu Ben-Gvir dan Benjamin Smotrich.
Hingga saat ini, Arab Saudi menginginkan konsesi solusi dua negara, termasuk di antaranya berdirinya negara Palestina dalam negosiasi normalisasi dengan Israel. Arab Saudi hingga kini masih mengacu pada Inisiatif Damai Arab tahun 2002 dalam negosiasi normalisasi hubungan dengan Israel. Inisiatif tersebut menuntut penarikan mundur Israel dari wilayah-wilayah yang mereka duduki sejak perang tahun 1967, serta berdirinya negara Palestina dengan garis perbatasan tahun 1967.
Selain itu, termasuk konsesi yang diinginkan Arab Saudi dalam normalisasi dengan Israel, Riyadh juga menuntut Washinton membuka akses pada persenjataan canggih AS dan teknologi nuklir untuk tujuan damai.
Ben Caspit, analis politik Israel, seperti dikutip laman Al Monitor, mengatakan bahwa Netanyahu menganggap Smotrich dan Ben-Gvir mempersulit usahanya untuk menormalisasi hubungan dengan Arab Saudi yang tengah bergulir. Keduanya disebut berkeinginan menggulingkan Otoritas Palestina dan mengeksploitasi kekacauan yang mungkin terjadi dan kekosongan kekuasaan dengan melanjutkan proyek pencaplokan wilayah Palestina tersisa.
Tujuan akhir dari langkah-langkah Smotrich dan Ben-Gvir adalah memusnahkan impian terbentuknya negara Palestina merdeka. ”Tangan Netanyahu terikat. Apalagi mereka berdua adalah mitra koalisi yang membawanya ke kursi perdana menteri,” tulis Caspit.
Baca juga: Kisah Peran China di Balik Rekonsiliasi Arab Saudi-Iran
Kantor PM Israel membantah adanya keretakan hubungan antara Netanyahu dengan Smotrich dan Ben-Gvir. Kantor Netanyahu mengatakan, agenda rapat pada hari Minggu itu difokuskan pada Iran dan tidak membahas masalah keamanan dalam negeri apa pun.
Dalam pernyataan tertulisnya, kantor Netanyahu juga menyebutkan, setiap upaya untuk menciptakan konflik antara Netanyahu dan Ben-Gvir adalah sepenuhnya salah. ”Perdana Menteri dan Menteri Ben Gvir akan terus bekerja sama sepenuhnya demi kebaikan setiap warga Israel,” kata kantor Netanyahu.