Kisah Peran China di Balik Rekonsiliasi Arab Saudi-Iran
China menganut diplomasi senyap agar misinya mendamaikan Iran-Arab Saudi tidak kandas di tengah jalan.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·4 menit baca
SALOMO
Musthafa Abd Rahman
China patut mendapat acungan jempol karena berada di balik rekonsiliasi Iran-Arab Saudi, dua negara yang dikenal sebagai musuh bebuyutan di Timur Tengah. Inilah kejutan terbesar perkembangan diplomasi di Timur Tengah saat ini yang ternyata dibidani China, bukan AS, Eropa, atau Rusia.
Masyarakat internasional dikejutkan dan sekaligus gembira mendapat kabar dari Beijing pada 10 Maret lalu bahwa Iran-Arab Saudi mencapai kesepakatan rekonsiliasi atau normalisasi hubungan. Padahal, sebelum ini tidak terdengar dan tidak terlihat di permukaan tentang manuver China yang berusaha mendamaikan Iran-Arab Saudi itu.
Setelah tercapai kesepakatan rekonsiliasi Iran-Arab Saudi itu, China hanya menyampaikan telah terjadi perundingan intensif dari 6 Maret hingga 10 Maret 2023 antara delegasi Iran dan delegasi Arab Saudi di Beijing.
Delegasi Arab Saudi dipimpin Menteri Negara dan Penasihat Keamanan Nasional Arab Saudi Musaed Bin Mohammed Alaiban. Delegasi Iran dipimpin oleh Sekjen Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran Ali Shamkhani.
AP/IRANIAN PRESIDENCY OFFICE
Dalam foto yang dirilis Kantor Kepresidenan Iran ini, Presiden Iran Ebrahim Raisi berjabat tangan dengan Presiden China Xi Jinping pada upacara penyambutan kenegaraan di Beijing, Selasa (14/2/2023). Melalui mediasi China, Iran dan Aran Saudi sepakat membangun kembali hubungan diplomatik dan membuka kembali kedutaan besar di masing-masing negara mitra setelah bertahun-tahun tutup akibat relasi yang tegang antara kedua negara.
Dalam konteks ini, China menganut diplomasi senyap agar misinya mendamaikan Iran-Arab Saudi tidak kandas di tengah jalan. China sangat sadar, ini misi sangat sulit karena bukan hanya perbedaan kepentingan Iran dan Arab Saudi yang sangat tajam, melainkan juga banyak kekuatan regional ataupun internasional yang tidak menginginkan terjadinya rekonsiliasi di antara kedua negara itu.
Kekuatan regional itu adalah Israel dan kekuatan internasional adalah AS. Jika kekuatan regional dan internasional mengetahui bahwa ada misi China mendamaikan Iran-Arab Saudi, mereka niscaya akan berusaha dengan segala cara untuk menggagalkannya.
China dalam peristiwa besar ini sangat cerdik dan amat piawai dalam diplomasi. Setelah terjadi rekonsiliasi Iran-Arab Saudi dengan mediasi China, sejumlah pengamat mengaitkannya dengan kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Arab Saudi pada 8-9 Desember 2022.
Hanya dua bulan setelah kunjungan ke Arab Saudi, Xi menggelar lawatan ke Iran pada 17 Februari 2023. Ia bertemu Presiden Iran Ebrahim Raisi. Dilihat dari permukaan, memang agak kontroversial seorang presiden negara besar sekelas China melakukan kunjungan hanya berselang dua bulan ke dua negara yang dikenal musuh berbuyutan, yaitu Arab Saudi dan Iran.
Misi yang tersurat dari kunjungan Xi ke Arab Saudi dan Iran itu memang dalam sektor ekonomi dan perdagangan. Namun, dengan adanya normalisasi Arab Saudi-Iran belakangan, ada dugaan bahwa misi kunjungan Xi ke Timur Tengah itu tidak saja menyangkut soal kerja sama ekonomi, tetapi juga misi memediasi normalisasi hubungan Iran-Arab Saudi.
Jadi, proses mediasi menuju rekonsiliasi Iran-Arab Saudi tidak ujuk-ujuk dimulai ketika delegasi Iran dan Arab Saudi tiba di Beijing pada 6-10 Maret lalu. Namun, proses itu sudah dimulai saat kunjungan Xi ke Arab Saudi pada Desember 2022 dan ke Iran pada Februari 2023. Salah satu faktornya adalah bahwa proses lobi dilakukan di tingkat pimpinan, yakni Presiden Xi, Raja Salman, dan Presiden Ebrahim Raisi.
AFP/HO/SPA
Foto yang dirilis Kantor Berita Arab Saudi, SPA, menunjukkan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (kanan) berjabat tangan dengan Presiden China Xi Jinping pada Konferensi Tingkat Tinggi China-Arab di Riyadh, 9 Desember 2022.
Mengapa China sangat berkepentingan dan akhirnya sukses melakukan mediasi untuk rekonsiliasi Iran-Arab Saudi? Tentu ujung-ujungnya untuk kepentingan ekonomi dan perdagangan China di Timur Tengah.
China selama ini sudah sangat dikenal memiliki hubungan kerja sama dengan Arab Saudi dan Iran. China tidak mungkin mencampakkan salah satu dari kedua negara itu. China sama-sama punya kepentingan besar atas Iran dan Arab Saudi.
Keberhasilan China menjaga hubungan baik dengan Iran dan Arab Saudi menjadi faktor tambahan di balik sukses China menjalankan misi mediasi menuju rekonsiliasi Iran-Arab Saudi. Faktor ini yang tidak dimiliki AS dan Eropa. AS dan Eropa memiliki hubungan sangat baik dengan Arab Saudi, tetapi hubungan mereka dengan Iran buruk.
Rusia sebenarnya juga memiliki hubungan baik dengan Iran dan Arab Saudi. Namun, Rusia kini terlibat perang dengan Ukraina. Dari aspek hubungan ekonomi, relasi Rusia dengan Iran dan Arab Saudi tidak sekuat relasi China dengan Iran dan Arab Saudi.
Maka, China memiliki keunggulan dan kelebihan dalam hubungan dengan Iran dan Arab Saudi yang tidak dimiliki oleh kekuatan internasional mana pun. Dalam konteks hubungan dengan Iran, China telah menandatangani kesepakatan kemitraan strategis dengan negara itu selama 25 tahun yang diteken di Teheran pada 27 Maret 2021.
AP/SAUDI ROYAL PALACE/BANDAR ALJALOUD
Dalam foto yang dirilis Kerajaan Arab Saudi ini, Putra Mahkota Mohammed bin Salman (kanan) menyambut kedatangan Presiden AS Joe Biden di Istana Al-Salam di Jeddah, Arab Saudi, Jumat (15/7/2022J).
Secara geografis pun. China butuh Iran sebagai bagian dalam jalur proyek Sabuk dan Jalan. Iran bisa menjadi jalur penghubung antara Asia Tengah, Asia Selatan, dan Timur Tengah.
Sementara berkaitan dengan Arab Saudi, China kini menjadi importir minyak terbesar dari negara itu. China saat ini mengimpor minyak lebih dari tiga juta barrel per hari dari Arab Saudi dan negara Arab Teluk lain.
Arab Saudi juga melihat impor minyak China dari Arab Saudi terus mengalami kenaikan rata-rata sekitar 9 persen per tahun. Adapun neraca perdagangan China-Arab Saudi pada 2021 mencapai sekitar 67 miliar dollar AS.
Impor senjata Arab Saudi dari China meningkat 386 persen dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, hubungan China dengan Iran dan Arab Saudi merupakan hubungan yang saling membutuhkan satu sama lain.