Misi diplomatik Afghanistan di India memberhentikan operasionalnya. Perpecahan internal jadi penyebab. Sampai saat ini, tak banyak negara yang mengakui pemerintahan Afghanistan di bawah Taliban.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
NEW DELHI, MINGGU — Kedutaan Besar Afghanistan di India mengakhiri operasinya, Minggu (1/10/2023), dua tahun setelah Kelompok Taliban kembali berkuasa di negara itu menyusul runtuhnya pemerintah yang sebelumnya didukung oleh negara-negara Barat dan dunia internasional. Penutupan itu menyusul laporan adanya perselisihan internal di antara staf diplomatik yang tersisa setelah sejumlah pejabat senior meninggalkan kedutaan sejak beberapa bulan lalu.
“Dengan kesedihan, penyesalan, dan kekecewaan yang mendalam Kedutaan Besar Afghanistan di New Delhi mengumumkan keputusan untuk menghentikan operasinya,” demikian tertulis pada akun Kedubes Afghanistan di platform media sosial X, Minggu (1/10/2023). Untuk sementara, menurut pernyataan itu, Pemerintah India akan mengambil alih kendali kedutaan.
Kantor berita Reuters, mengutip tiga pejabat kedutaan, melaporkan bahwa Kedubes Afghanistan di New Delhi menghentikan semua kegiatan operasionalnya setelah duta besar dan diplomat senior bergegas menuju Eropa atau Amerika Serikat setelah mendapatkan suaka. Akan tetapi kabar itu ditepis kantor kedutaan dengan menyebut bahwa informasi tentang adanya pertikaian internal di antara mereka yang dimanfaatkan untuk mencari suaka di negara ke tiga adalah tidak benar.
Persoalan misi diplomatik Afghanistan pascakembalinya Taliban ke Kabul menimbulkan kekacauan tersendiri di sejumlah negara. Sebagian dubes dan staf misi diplomatik Afghanistan di luar negeri memilih kembali ke negaranya karena Taliban akan memublikasikan kepulangan mereka sebagai tanda kepercayaan terhadap kelompok yang tengah berkuasa.
Akan tetapi, ada juga yang memilih hengkang ke negara ke tiga setelah mendapatkan jaminan perlindungan dari negara setempat.
Taliban sendiri memiliki kendali penuh atas sekitar puluhan kedubes Afghanistan di sejumlah negara, di antaranya Pakistan, Iran, China dan Turki. Lainnya beroperasi dengan sistem campuran, tanpa kehadiran duta besar. Operasional sehari-hari dijalankan oleh staf, terutama untuk pekerjaan kekonsuleran, seperti mengeluarkan visa dan dokumen lainnya.
Situasi pelik pernah terjadi di Italia ketika polisi setempat terpaksa mendatangi kantor Kedubes Afghanistan di Roma, Januari tahun lalu. Polisi datang ke kantor tersebut setelah mendapat laporan adanya bentrokan antara seorang diplomat yunior yang berselisih paham dengan diplomat lainnya karena mengaku telah mendapat tugas langsung dari pemimpin Taliban di Kabul untuk mengambil alih jabatan duta besar dari pejabat lama. Pejabat lama sendiri dinilai setia pada pemerintahan lama pimpinan Ashraf Ghani.
Keberlanjutan Dukungan bagi Afghanistan
Tidak semua negara menutup perwakilan diplomatiknya di Afghanistan. India, yang tidak mengakui pemerintahan Taliban, sempat mengevakuasi seluruh misinya dari Kabul ketika anggota kelompok ini mendekati ibu kota Afghanistan pada Agustus 2021. Tetapi, tahun lalu, negara ini mengirimkan kembali tim kecil untuk membuka kembali kedutaan besarnya.
Beberapa negara besar juga diketahui tidak menutup kantor misi diplomatiknya dan bahkan masih memiliki duta besar di Kabul, di antaranya Pakistan, China dan Rusia.
Kremlin sendiri menyebut mereka akan terus membantu Afghanistan untuk bisa kembali bangkit, melalui dua jalur, yaitu mandiri dan melalui Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WFP). Dukungan itu disampaikan secara terbuka oleh Perwakilan Khusus Presiden Rusia untuk Afghanistan Zamir Kabulov, saat menjamu Menteri Luar Negeri Afghanistan yang ditunjuk oleh Taliban, Amir Khan Muttaqi, dan sejumlah pejabat tinggi kementerian tersebut di Kazan, Jumat (29/9/2023).
Sejak tahun 2017, Moskwa telah menjadi tuan rumah sejumlah pembicaraan yang melibatkan Taliban dan perwakilan dari faksi Afghanistan lainnya. Sejumlah negara yang memiliki sikap sejalan dengan Rusia hadir, di antaranya China, Pakistan, Iran, India serta beberapa negara pecahan Uni Soviet di Asia Tengah. Dalam pertemuan kali ini, tak ada faksi Afghanistan lain yang hadir.
Meski terpinggirkan ketika pemerintahan yang didukung dunia internasional berkuasa, Kremlin tetap menjalin kontak dengan Taliban. Walau mereka sendiri telah memasukkan kelompok ini dalam daftar organisasi teror sejak tahun 2003 dan tidak mengeluarkannya dari daftar.
Dalam hukum Rusia, setiap kontak dengan organisasi atau kelompok yang masuk dalam daftar kelompok teror bisa dikenai sanksi atau hukuman. Akan tetapi, Kementerian Luar Negeri Rusia membela kebijakannya sebagai bagian dari upaya menstabilkan kondisi di Afghanistan.
Lavrov, yang tidak hadir dalam pertemuan di Kazan, hanya memberikan pernyataan tertulis. Dalam pernyataannya yang dibacakan dalam pertemuan itu Lavrov menyebut bahwa negara-negara Barat telah mengalami kegagalan total di Afghanistan dan seharusnya merekalah yang seharusnya dikenai beban utama untuk membangun kembali negara tersebut.
Belum ada negara yang secara resmi mengakui Taliban sebagai penguasa sah Afghanistan. PBB mengatakan, hampir mustahil dunia internasional mengakui pemerintahan Taliban setelah kelompok ini memberlakukan aturan yang sangat ketat bagi kelompok perempuan dan anak-anak.
Kabulov sendiri menyatakan, pengakuan internasional terhadap Taliban akan bergantung pada inklusivitas pemerintahan mereka dan catatan hak asasi manusia mereka.
Muttaqi membalas harapan tersebut dengan menyatakan agar negara lain berhenti mencampuri urusan dalam negeri Afghanistan.
“Afghanistan meminta resep dari negara lain untuk menentukan bentuk pemerintahannya. Jadi kami berharap negara-negara di kawasan berhubungan saja dengan Imarah Islam daripada memberikan resep untuk pembentukan pemerintahan di Afghanistan,” katanya di Kazan.
Dia mengundang orang-orang untuk datang, melihat langsung dengan mata kepala sendiri kondisi di negara itu pascakejatuhan pemerintahan Ghani. Dia menyatakan bahwa siapa pun, mulai dari turis asing, diplomat, pekerja kemanusiaan, jurnalis dan bahkan peneliti bisa melakukan perjalanan ke seluruh pelosok negeri dengan aman dan bebas. (AP/AFP/Reuters)