Terobosan Teknologi China untuk Mengalahkan AS
China membuat semikonduktor dan mesin pembuat semikonduktor yang tidak kalah canggih dari produk Barat. Barat terkejut dengan terobosan itu.

Konsumen mencoba ponsel terbaru buatan Huawei, Mate 60 dan Mate 60 Pro+, Senin (25/9/2023), di Beijing, China. Ponsel itu menunjukkan Huawei bisa mengatasi dampak sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat pada perusahaan teknologi China itu.
Peluncuran seri terbaru ponsel buatan Huawei membuat berbagai pihak terperangah. Ponsel itu menjadi lambang terobosan teknologi China. Ponsel itu juga menunjukkan Beijing bisa mengatasi sanksi Barat. China bangga, Barat terkejut dan bingung.
Kebanggaan China antara lain ditunjukkan lewat pesan yang dikirimkan salah seorang diplomat di Kedutaan Besar China di Jakarta. Diplomat itu mengirimkan pesan pada Senin (25/9/2023) malam. ”Poin pentingnya adalah, dengan peluncuran Mate 60 Pro dan produk lain, Huawei membuat terobosan dan memproduksi semikonduktor Kirin,” kata diplomat yang menolak diungkap identitasnya itu.
Diplomat itu merujuk pada Kirin 9000s. Semikonduktor itu, menurut sejumlah analis independen, memakai teknologi seluler generasi lima atau 5G. Kirin 9000s juga memakai arsitektur inti-12.
Semikonduktor itu berskala 7 nanometer (nm) dan dibuat SMIC, raksasa semikonduktor China. Di ranah teknologi, semikonduktor 7 nm disebut yang paling maju untuk saat ini.
Baca Juga: Sukses Huawei Mengingatkan Sejarah Pencurian Teknologi oleh AS
Kehadiran Kirin 9000s menunjukkan, SMIC telah menerobos batasan. Selama ini, hanya TSMC yang disebut mampu memproduksi semikonduktor di skala itu. TSMC, raksasa semikonduktor Taiwan, praktis mengontrol hampir seluruh pasar semikonduktor mutakhir.
Bahkan, Huawei pun selama ini meminta TSMC memproduksi semikonduktor terbaru. Bersama Samsung dan Apple, Huawei sebagian dari sedikit produsen ponsel yang merancang sendiri semikonduktor. Hanya merancang, sementara produksinya diserahkan ke perusahaan lain, seperti SMIC dan TSMC.
”Semikonduktor 7 nm menunjukkan kemajuan teknologi semikonduktor China. Industri China bisa membuatnya tanpa mesin litografi (dari Barat),” kata Wakil Ketua TechInsights Dan Hutcheson.

Konsumen mengantre di depan toko Huawei di Shanghai, China, Senin (25/9/2023). Mereka mau membeli ponsel terbaru Huawei.
TechInsights, lembaga Kanada yang khusus menelaah industri semikonduktor global, salah satu pihak yang membedah Huawei Mate 60. Lembaga lain yang menelaah dampak peluncuran ponsel itu adalah Takshashila Institution di India.
”Akan ada tekanan kepada Amerika Serikat untuk menimbang ulang strategi pembatasan ekspornya. Strategis itu didasarkan pada asumsi bisa mencegah perusahaan China memproduksi semikonduktor mutakhir. Sudah jelas, strategi itu tidak berjalan,” kata Wakil Direktur Takshashila Institution Pranay Kotasthane.
Sebelum Huawei meluncurkan produk terbaru, SMIC disebut hanya mampu memproduksi pada skala di atas 10 nm. Dugaan keterbatasan kemampuan SMIC dan Huawei tidak lepas dari sanksi Amerika Serikat dan sekutunya. Sejak 2018, AS dan sekutunya terus menerapkan aneka sanksi kepada berbagai perusahaan teknologi China.
Baca Juga: AS Beri Akses Semikonduktor Teknologi Rendah ke Huawei
Tujuannya, menurut CNBC, menghambat akses China pada teknologi terbaru AS dan sekutunya. Hambatan itu didasarkan pada kekhawatiran AS dan sekutunya untuk kemungkinan teknologi tersebut dipakai militer China. Aneka teknologi di ranah sipil memang bisa dipakai militer di negara mana pun.
Satelit-satelit China tidak hanya memungkinkan negara itu memiliki layanan telekomunikasi canggih. Rangkaian satelit itu memungkinkan China menggerakkan armada perang dan persenjataannya ke berbagai penjuru bumi dengan kendali dari daratan China.

Peluncur hipersonik China, Dongfeng-17 (DF-17), dipamerkan dalam parade militer untuk merayakan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat China di Beijing, China, Selasa (1/10/2019). China mengembangkan aneka persenjataan canggih dan sebagian lebih unggul dari Amerika Serikat.
Terobosan tsinghua
Analisis Hutcheson soal kemampuan Huawei dan SMIC memang tidak salah. Selama bertahun-tahun, hambatan ekspor AS dan sekutunya membuat SMIC kesulitan memproduksi semikonduktor berskala di bawah 10 nm. Semakin kecil ukurannya, semakin besar kekuatan semikonduktor.
Kesulitan antara lain karena ASML berhenti menjual mesin litografi terbaru ke China. Di pasar mesin litografi, mesin yang diperlukan untuk memproduksi keping semikonduktor, praktis ASML menjadi raja untuk produk mutakhir.
Peluncuran Huawei Mate 60 menunjukkan China bisa mengatasi pembatasan ASML. Kuncinya dari riset oleh Universitas Tsinghua. ”Kini Universitas Tsinghua berhasil mendobrak pembatasan impor mesin litografi EUV. Riset Universitas Tsinghua tentang ultra violet ekstrem (EUV) dengan stable state microbunching (SSMB) sudah diterbitkan di jurnal Nature,” kata pengamat teknologi, Sucahya Tjoa.
Sumber cahaya EUV menggunakan mesin percepatan partikel SSMB. Di mesin itu, pergerakan partikel menghasilkan EUV. Metode itu bisa dipakai untuk berbagai hal, termasuk memproduksi semikonduktor.
Baca Juga: Manuver China Rontokkan Saham Perusahaan Teknologi AS dan Sekutunya
Dosen jurusan fisika pada Universitas Tsinghua, Tang Chuang Xiang, mengatakan bahwa EUV berdaya tinggi menjadi sumber penting manufaktur litografi dalam jumlah besar. Di laman Tsinghua.edu.cn disebutkan, proses litografi dengan EUV mengurangi langkah untuk membuat sirkuit elektronik. Proses melewati multipemolaan, yakni metode paparan berganda yang saat ini masih digunakan demi memperoleh pola sirkuit elektronik yang lebih baik.
Sumber daya menjadi kunci mewujudkan litografi berbasis cahaya EUV-SSMB. Sebab, sistem optik dalam proses memantulkan cahaya dan kehilangan daya dalam setiap 11 kali proses pemantulan cahaya melampaui 30 persen.
Konsep ini pertama kali diajukan pada 2010 oleh dua ilmuwan di Universitas Stanford, Amerika Serikat, yakni Daniel Ratner dan Alexander Chao. Gagasan itu dimunculkan dalam Physical Review Letters.
Namun, konsep tersebut didiamkan bertahun-tahun. Sebab, potensinya tidak segera disadari dan kesulitan mengadakan uji coba karena sebagian besar alat synchrotrons tidak cocok untuk keperluan riset tersebut.

Alexander Chao telah menunggu lima tahun, tetapi tidak mendapat tanggapan. Pada 2015, ia pun kembali mengampanyekan gagasan EUV-SSMB. Akhirnya, pada 2016 para ilmuwan Universitas Tsinghua di China dan Helmholtz-Zentrum Berlin, Jerman, menyatakan minat dan sepakat bekerja sama.
Rencana disusun untuk mengadakan uji coba SSMB di Metrology Light Source. Mesin itu adalah sinkrotron di Berlin yang dimiliki Physikalisch-Technische Bundesanstalt yang menjadi pihak ketiga dalam kerja sama riset tersebut.
Sumber cahaya metrologi adalah salah satu dari beberapa sinkrotron di mana SSMB dapat diselidiki secara eksperimental. Menurut Tang Chuang Xiang, dalam percobaan tersebut, laser inframerah dekat ditembakkan ketika elektron melewati susunan periodik magnet yang berputar bolak-balik di dalam cincin. Magnet setelah satu putaran membentuk pola spasial lokal berupa kumpulan kecil, dipisahkan berdasar skala gelombang laser.
Membuat sirkuit
Profesor Tang menambahkan, jika dana tersedia, tim Universitas Tsinghua berharap dapat membangun pusat penyimpanan SSMB khusus di Beijing. ”Kami berencana membangunnya dalam lima hingga enam tahun ke depan,” kata Tang.
Baca Juga: Perang Teknologi AS-China Akan Bikin Semikonduktor Lebih Mahal
Dalam desain mesin litografi tradisional, pemasangan sumber cahaya presisi tinggi merupakan masalah besar jika volume mesin litografi konsisten. Solusi sumber cahaya SSMB-EUV yang diusulkan Universitas Tsinghua memiliki kekuatan sumber cahaya pancaran mikro yang stabil. Dengan demikian, memiliki kemampuan lebih dari 20 kali lipat kemampuan mesin pengukiran litograf saat ini.
Jika proyek ini berhasil, China akan membuat pabrik mesin litografi sehingga mematahkan monopoli ASML. Produksi mikrocip dengan ukuran di bawah 5 nm sangat tergantung mesin litografi dengan EUV. Sekarang, hanya ASML bisa membuat mesin itu.
Mesin litografi menciptakan pola-pola dalam kepingan silikon. Pembuatan pola dalam mesin litografi menggunakan pelat amat tipis. (AFP/REUTERS)