Guru Negara Maju Tunggu Aturan Integrasikan AI ke Kurikulum
Kecerdasan buatan bukan musuh manusia selama siswa diajar mengelolanya dengan benar. Menurut UNESCO, kecerdasan buatan paling ideal mulai diajarkan pada siswa berumur minimal 13 tahun dengan literasi dasar terpenuhi.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
AP/TIMOTHY D EASLEY
William Kelley mencoba "Menemukan Bot" di kelas Donnie Piercey di Stonewall Elementary di Lexington, Ky., Senin, 6 Februari 2023. Siswa di kelas masing-masing merangkum teks tentang juara tinju dan ikon Kentucky Muhammad Ali kemudian mencoba mencari tahu ringkasan mana yang ditulis oleh teman sekelas dan mana yang ditulis oleh chatbot yang dapat menghasilkan segala sesuatu mulai dari esai hingga makalah dalam hitungan detik.
Perkembangan teknologi kecerdasan buatan mencemaskan bagi banyak orang, akan tetapi bukan berarti harus dihindari. Di berbagai negara, guru-guru justru meminta agar pemerintah segera mengeluarkan aturan pengintegrasian penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dengan kurikulum sekolah.
Kejadian terkini penyalahgunaan kecerdasan buatan dilaporkan oleh surat kabar Spanyol, El Pais edisi Senin (18/9/2023). Di salah satu sekolah di negara itu, tersebar foto-foto tidak senonoh para siswi berusia 11-14 tahun. Setelah disusut, ternyata foto-foto itu dibuat menggunakan rekayasa kecerdasan buatan.
Pelaku yang terdiri dari beberapa orang, termasuk remaja, akhirnya ditangkap oleh polisi. Mereka mengaku melakukannya demi memeras para orangtua ataupun wali murid. Pelaku ini mengunduh foto-foto murid perempuan dari situs sekolah maupun media sosial dan mengeditnya agar terlihat melakukan pose cabul.
Pada saat yang sama, perkembangan kecerdasan buatan sangat cepat. Misalnya, ChatGPT yang dalam satu tahun menjadi fenomena menghebohkan. Para pakar pendidikan tidak ada yang mengatakan bahwa mereka anti terhadap teknologi ini, selama bisa dikelola dan dibuat peraturan turunan yang baik.
KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Menteri Komunikasi dan Informasi Singapura Josephine Teo (dua dari kiri) menyampaikan sambutan dalam rangkaian konferensi IBM Think 2023 di Sands Expo and Convention Centre, Singapura, Kamis (14/9/2023). Kegiatan selama dua hari, dari Rabu (13/9) ini untuk menunjukkan perkembangan teknologi kecerdasan buatan yang telah dikembangkan IBM.
Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan dan Kebudayaan (UNESCO) melakukan survei terhadap 450 sekolah dan perguruan tinggi sedunia. Hasil survei itu diterbitkan di laman resmi UNESCO pada 7 September 2023. Terungkap bahwa baru 7 persen dari lembaga-lembaga pendidikan itu yang sudah memiliki atau sedang menggodok aturan mengenai cara penggunaan kecerdasan buatan di dunia akademik.
“Kecerdasan buatan ini kalau tidak dikelola bisa membuat celaka. Teknologi ini berisiko menjadikan manusia kehilangan nilai-nilai kemanusiaan dan akal budinya. Harus ada panduan khusus penggunaan kecerdasan buatan untuk pendidikan yang berbeda dari pemakaian untuk bisini dan hal-hal lain,” kata Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay.
Dalam panduan UNESCO, kecerdasan buatan paling ideal mulai diajarkan kepada para siswa berumur minimal 13 tahun. Ini pun dengan syarat kemampuan literasi dasar mereka terpenuhi. Kecerdasan buatan yang diajarkan itu hendaknya telah disesuaikan dengan kurikulum dan tujuan pendidikan nasional tiap-tiap negara, sehingga bukan sekadar mengajar keterampilan melainkan juga nilai.
Salah satu negara yang fokus kepada literasi dasar adalah Swedia dan Jerman. Mereka memutuskan untuk tidak menggunakan gawai elektronik untuk mengajar para siswa tingkat dini, yaitu usia tiga hingga enam tahun. Ini adalah siswa yang duduk di kelompok bermain hingga taman kanak-kanak. Mereka dididik untuk rajin membaca, bisa menggunakan perpustakaan, dan memiliki kemampuan serta kepercayaan diri untuk bertanya kepada para guru. (Kompas.id, 12 September 2023)
Baru ketika masuk sekolah dasar, mereka diperkenalkan kepada gawai elektronik. Ketika itu, siswa sudah memiliki pengetahuan mengenai jenis-jenis informasi yang sesuai dengan usia mereka. Guru-guru dan petugas perpustakaan bertugas menjelaskan serta mendampingi proses pencarian informasi ini.
Bahkan, di Amerika Serikat yang merupakan salah satu negara maju, pola pendidikannya sejak tahun 2003 adalah satu murid dan satu komputer pangku (laptop). Perangkat ini tidak harus dimiliki sendiri karena sekolah menyediakan komputer yang bisa dipinjam. Kenyataannya, dalam laporan majalah Forbes edisi Sepetember 2023, selama pandemi Covid-19 siswa kesusahan dalam menjalankan pendidikan jarak jauh dan melakukan tugas-tugas sekolah karena masih banyak yang tidak mengetahui cara mencari informasi yang benar. Ini mencakup siswa SMA.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Wayang botol turut ambil bagian dalam pertunjukan kolaborasi Sekolah Pedalangan Wayang Sasak bersama WaftLab bertajuk "Pertale Gumi" atau Dunia Dalam Lipatan" dalam rangkaian Festival Komunitas Seni Media 2023 : Tanah Dialektika di Taman Budaya Nusa Tenggara Barat di Mataram, Senin (5/9/2023) malam. Pertunjukan itu berhasil mengkolaborasikan wayang tradisi dan wayang modern termasuk menggunakan kecerdasan buatan menjadi tontotan yang menarik dan diapresiasi para penonton.
Perusahaan teknologi pendidikan AS, SETDA, melakukan survei yang dipublikasikan di majalah Education Week. Mereka melakukan jajak pendapat kepada guru-guru SMP dan SMA di sana mengenai minat pemakaian kecerdasan buatan. Ternyata, semua guru berminat menerapkannya di pembelajaran. Permasalahannya, hanya 2 persen guru yang mengaku bahwa negara bagian tempat mereka tinggal sudah memiliki aturan mengenai panduan pemakaian kecerdasan buatan di kelas.
Di Asia, Singapura sudah memulainya sejak 2022 dengan proyek rintisan di 33 sekolah. Media lokal Today Online edisi Rabu (20/9) melaporkan bahwa Menteri Pendidikan Singapura Chan Chun Sing di tahun ajaran baru nanti bersiap menerapkannya di semua sekolah.
“Kita mulai di jenjang kelas V dan di pelajaran matematika. Petunjuknya sedang diintegrasikan dengan kurikulum nasional,” ujar Chan.
Salah satu guru dari sekolah proyek rintisan, Edmon Lee mengatakan, ia menggunakan kecerdasan buatan untuk memetakan pengetahuan umum siswa satu kelas mengenai matematika dan kemudian diturunkan ke pengetahuan individual. Ini memudahkan proses administrasinya dan dengan bantuan teknologi ini guru bisa merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan siswa.