Dengan peliknya krisis Myanmar, yang tak cukup diselesaikan dalam satu periode keketuaan ASEAN, para pemimpin ASEAN sepakat membentuk troika guna menjaga kesinambungan langkah.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD, LUKI AULIA, KRIS MADA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pemimpin ASEAN sepakat, penyelesaian krisis Myanmar tetap berpegang pada lima poin konsensus tahun 2021. Selain itu, meski keketuaan ASEAN akan bergiliran dan berpindah antarnegara anggota setiap tahun, para pemimpin ASEAN juga sepakat membentuk troika yang beranggotakan negara pemegang jabatan keketuaan, negara Ketua ASEAN sebelumnya, dan Ketua ASEAN berikutnya.
Kesepakatan itu dibuat di tengah peliknya krisis Myanmar, yang tidak cukup diselesaikan dalam satu tahun keketuaan satu negara, guna menjaga kesinambungan penyelesaian krisis di negara itu.
”Dibentuk troika untuk keberlanjutan penanganan isu (Myanmar) karena semua paham bahwa tidak bisa dalam satu tahun situasi ini akan berubah. Dan karena komitmen ASEAN untuk terus membantu rakyat Myanmar, maka disepakati pembentukan troika antara current chair (ketua yang sedang menjabat), previous chair (ketua sebelumnya), dan next chair (ketua berikutnya),” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada wartawan di sela-sela KTT ASEAN, di Jakarta, Selasa (5/9/2023).
Dengan kesepakatan itu, saat keketuaan Indonesia berpindah ke Laos, troika yang akan bekerja dalam penyelesaian krisis Myanmar adalah Indonesia, Laos, dan Malaysia. Setelah Laos menjadi Ketua ASEAN 2024, Malaysia akan jadi ketua berikutnya.
Menurut Retno, para pemimpin ASEAN menyadari, setelah dua tahun ditetapkan, lima poin konsensus untuk penyelesaian krisis Myanmar tidak menghasilkan kemajuan dalam penerapannya. Dua tindakan yang bisa dilakukan ASEAN terhadap junta militer, penguasa de facto di Myanmar, adalah tidak memberikan peluang keterwakilan politik Myanmar di forum-forum ASEAN dan memberikan kursi keketuaan ASEAN 2026, yang semestinya giliran Myanmar, kepada Filipina.
Retno mengatakan, kesimpulan para pemimpin ASEAN adalah tidak ada kemajuan dalam penerapan lima poin konsensus setelah lebih dari dua tahun dihasilkan. ”Kesimpulannya, tidak ada kemajuan yang signifikan dalam penerapan 5 PC’s,” kata Retno, merujuk lima poin kesepakatan para pemimpin ASEAN.
Retno mengungkapkan, selama sembilan bulan terakhir, pada masa keketuaan Indonesia, Kantor Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar telah melakukan 145 kali pertemuan dengan berbagai pihak yang berkonflik di Myanmar. Namun, karena situasinya pelik, semua pemimpin ASEAN sadar bahwa situasi ini tidak akan mudah untuk diselesaikan hanya dalam waktu satu tahun. Kepercayaan telah muncul dengan para pemangku kepentingan, kecuali pihak junta.
Dalam KTT, para pemimpin ASEAN kembali mendesak junta dan para pihak berkonflik untuk menghentikan segala bentuk tindak kekerasan. Saat membuka sesi retreat dengan para pemimpin ASEAN, Presiden Joko Widodo mengatakan, ASEAN harus terus mendorong dialog nasional yang inklusif sebagai kunci penyelesaian krisis politik di Myanmar. Selain itu, Presiden juga mendorong upaya lebih taktis dan luar biasa dalam mengimplementasikan lima konsensus.
”Demi kepentingan keluarga ASEAN, kita harus berani mengevaluasi diri, membahas permasalahan secara terbuka, dan mencari solusi bersama," kata Presiden di hadapan para pemimpin ASEAN.
Dampak negatif
Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN selalu menyebut agar konflik di Myanmar tidak menyandera kerja-kerja asosiasi. Hal ini selalu ditekankan Presiden Jokowi dan Menlu Retno.
Meski demikian, menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, kemajuan yang tidak signifikan dalam penyelesaian isu Myanmar meninggalkan dampak negatif bagi ASEAN. ”Pencapaian kami dalam mengimplementasikan cetak biru APSC 2025 dibayangi oleh belum adanya kemajuan dalam penyelesaian permasalahan Myanmar,” kata Mahfud saat berbicara pada pembukaan Pertemuan Ke-27 Masyarakat Keamanan Politik ASEAN (APSC).
Elemen masyarakat sipil telah berulang kali mengingatkan agar ASEAN mencari langkah taktis dan strategis untuk mengakhiri situasi di Myanmar, termasuk usulan mengadili dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan bahkan pelanggaran berkategori genosida. Utusan Khusus Urusan HAM PBB Thomas Andrews saat datang ke Jakarta menjelang pertemuan para menteri luar negeri ASEAN, Juli lalu, mendorong Indonesia, yang memegang keketuaan ASEAN, mencari pendekatan baru dalam penyelesaian masalah Myanmar.
Dinna Prapto Raharja, pengamat hubungan internasional Synergy Policies, mengatakan, tindakan ASEAN, khususnya Indonesia, yang tidak melakukan langkah luar biasa dan taktis dengan simpulan para pemimpin ASEAN ini sangat mengecewakan puluhan juta rakyat Myanmar.
Adelina Kamal, analis independen dan mantan Koordinator ASEAN Humanitarian Center (AHA Center), saat berbicara pada acara Myanmar Day di Jakarta, Rabu (30/8/2023), mengusulkan, agar penerapan lima konsensus ASEAN mengikutsertakan gerakan prodemokrasi warga (inklusif), dibarengi dengan sanksi tegas terhadap junta. Selain itu, harus ada linimasa atau tenggat dalam setiap langkah serta bekerja sama dengan Dewan Keamanan PBB.
Filipina ketua 2026
Setelah dikucilkan dalam forum-forum ASEAN, Myanmar juga tidak akan memegang keketuaan organisasi kawasan itu pada 2026. Filipina memastikan akan menjadi ketua bergilir ASEAN 2026. Sesuai urutan, Myanmar semestinya mendapat tongkat estafet keketuaan ASEAN pada 2026 setelah Laos dan Malaysia.
Konfirmasi keketuaan Filipina itu disampaikan Presiden Ferdinand Marcos Jr dalam sidang KTT, Selasa. ”Dengan senang hati, saya mengumumkan bahwa Filipina siap untuk memimpin dan memimpin ASEAN pada tahun 2026. Kami akan memperkuat fondasi pembangunan komunitas kami dan mengarahkan ASEAN saat negara ini memulai babak baru,” ujarnya seperti tercantum dalam naskah pernyataannya.
Pengumuman Marcos mengakhiri teka-teki Ketua ASEAN tiga tahun mendatang. Ketua ASEAN lazimnya digilir sesuai huruf depan nama negara-negara anggotanya. Setelah Indonesia, giliran Laos, dilanjut Malaysia, menjadi Ketua ASEAN. Setelah Malaysia, seharusnya Myanmar menjadi ketua. Selepas itu, baru Filipina menjadi ketua bergilir ASEAN.
Isu keketuaan ASEAN menjadi persoalan sejak kudeta 2021 di Myanmar. Kudeta itu membuat berbagai pihak mempertanyakan potensi ASEAN dipimpin negara yang melanggar prinsip demokrasi.
ASEAN dalam perjalanannya merespons stagnasi krisis di Myanmar, melarang pejabat Myanmar yang setingkat atau lebih tinggi dari menteri untuk menghadiri forum-forum ASEAN. Kondisi itu akan menyulitkan ASEAN jika Myanmar menjadi Ketua ASEAN.
Pengumuman Marcos juga menjawab rumor yang beredar setidaknya sebulan terakhir. Dilaporkan Nikkei Asia dan Thai PBS pada pertengahan Agustus 2023, junta disebut melepaskan hak Myanmar menjadi Ketua ASEAN 2026. Walakin, belum ada sumber resmi yang mengonfirmasi informasi tersebut.