Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan, ASEAN menyadari ada banyak kesulitan di kawasan. Salah satu yang perlu dituntaskan adalah isu Myanmar.
Oleh
KRIS MADA, LUKI AULIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Indonesia mengakui krisis Myanmar telah “menghambat” aneka rencana ASEAN melangkah maju. Terkait itu, ASEAN harus memimpin pencarian solusi damai untuk Myanmar. Rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi ke-43 ASEAN pada 2-7 September 2023 di Jakarta menjadi kesempatan lain untuk pencarian itu. Di rangkaian KTT ini, Myanmar kembali tanpa wakil untuk pertemuan tingkat menteri dan pemimpin.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan, ASEAN menyadari ada banyak kesulitan di kawasan. "Namun, kita tidak boleh membiarkan semua itu mempengaruhi kerja keras di KTT. Mata warga diarahkan kepada kita untuk membuktikan ASEAN masih penting dan dalam berkontribusi pada kedamaian, kestabilan, dan kesejahteraan kawasan," ujarnya dalam pembukaan pertemuan Menlu ASEAN (AMM), Senin (4/9/2023), di Jakarta.
Salah satu yang perlu dituntaskan ASEAN adalah isu Myanmar. "Keketuaan kami telah bekerja keras untuk mendorong solusi bersama ASEAN. ASEAN hanya bisa melaju dengan kecepatan penuh bila kita bisa memastikan solusi damai dan langgeng di Myanmar," ujarnya.
Seperti di AMM lain selama Indonesia menjadi Ketua ASEAN, Myanmar tetap tanpa wakil di AMM kali ini. Kursi untuk perwakilan Myanmar di ruang AMM kosong. Sejak 2021, ASEAN memang memutuskan pejabat Myanmar yang setingkat atau lebih tinggi dari menteri tidak diundang ke berbagai forum ASEAN.
Wakil Tetap Myanmar untuk ASEAN Aung Myo Myint mengikuti rangkaian pertemuan wakil tetap dan direktur jenderal anggota ASEAN. Aung diutus pemerintahan sebelum kudeta Februari 2021. Sejak itu, ASEAN belum menerima pergantian wakil tetap Myanmar untuk ASEAN. “Kredensialnya sejak sebelum kudeta,” kata Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN pada Kemenlu RI Sidharto Suryodipuro.
Dalam pertemuan para wakil tetap dan direktur jenderal, isu Myanmar tidak termasuk agenda pembahasan. Meski demikian, sejumlah peserta pertemuan membahas masalah itu. Mereka menyampaikan pandangan soal Myanmar dan isu lain yang juga tidak menjadi agenda pembahasan pertemuan.
Peserta Lain
Bukan hanya Myanmar, Thailand dan Vietnam tidak mengirimkan menlu dalam AMM kali ini. Kali ini Vietnam mengutus Wakil Menteri Luar Negeri, Do Hung Viet. Thailand mengirimkan Sekretaris Jenderal Kemenlu Sarun Charoensuwan. Ada pun Wakil Perdana Menteri sekaligus Menlu Thailand Panpree Phahitthanukorn tetap tidak terlihat di Jakarta sampai Senin pagi.
Memang, Panpree dan seluruh anggota kabinet PM Srettha Thavisin belum dilantik. Sejumlah media Thailand menyebut, pelantikan direncanakan pada Selasa sore. Dengan kata lain, Panpree dan koleganya di kabinet Srettha baru resmi menjabat saat AMM dan KTT internal ASEAN sudah selesai.
Panpree sedianya menjadi anggota baru AMM bersama Menlu Kamboja Chenda Sophea. Retno secara khusus menyapa Chenda sebelum membuka AMM. Seperti Thailand, kabinet baru Kamboja juga baru dibentuk. Bedanya, kabinet Kamboja sudah dilantik dan resmi bertugas. Ada pun kabinet Thailand baru mendapat persetujuan Raja Thailand Rama X pada Sabtu (2/9/2023) sore.
Menlu lain yang juga baru menjabat adalah Bendito do Santos Freitas dari Timor Leste. Dengan AMM September 2023, sudah dua kali Freitas ikut AMM. Meski demikian, ia belum hadir dalam kapasitas sebagai anggota penuh. Dili masih harus memenuhi serangkaian kewajiban sebelum sepenuhnya diterima sebagai anggota ASEAN. Di KTT ke-42 ASEAN, para pemimpin ASEAN menyetujui peta jalan keanggotaan penuh Timor Leste.
Dewan Koordinasi ASEAN (ACC), yang beranggotakan para menlu, akan rutin menimbang pemenuhan peta jalan itu oleh Timor Leste. Selain AMM, hari ini para menlu memang mengikuti ACC. Mereka juga akan mengikuti pertemuan Dewan Politik dan Keamanan ASEAN (APSC).
Mereka juga akan menyaksikan penandatanganan Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (TAC) ASEAN dengan Serbia. Selain itu, ada juga penandatanganan nota kesepahaman kerja sama Sekretariat ASEAN dengan Forum Kepulauan Pasifik (PIF) dan Asosiasi Bangsa-bangsa Pesisir Samudra Hindia (IORA). Kerja sama dengan PIF dan IORA bagian dari upaya memajukan penerapan Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik.
ASEAN, PIF, dan IORA merupakan organisasi asli bangsa-bangsa Indo-Pasifik. Lewat kerja sama itu, ASEAN mencoba mendorong visi Indo-Pasifik yang mewakili pandangan dari bangsa-bangsa kawasan. Selama ini, gagasan soal Indo-Pasifik didominasi oleh bangsa-bangsa dari luar kawasan. Gagasannya pun lebih menekankan soal keamanan dan politik.
Padahal, mayoritas bangsa Indo-Pasifik berstatus negara berkembang. "Bahasa negara berkembang adalah pembangunan, kesejahteraan, ekonomi," kata Retno.