Wawancara Khusus dengan Menlu Retno: ”Fokus ASEAN Bukan Hanya Myanmar”
Kesuksesan keketuaan ASEAN tak bisa hanya diukur dari penyelesaian krisis Myanmar. Menlu RI Retno Marsudi menyebut, kemampuan ASEAN menjaga keamanan kawasan agar ekonomi tumbuh jadi salah satu legasi Indonesia.
Oleh
KRIS MADA, LUKI AULIA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski terus berusaha membantu mencari solusi, Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tidak bisa hanya fokus pada Myanmar. ASEAN juga perlu terus menguatkan diri dan kawasan di tengah aneka tantangan dari dalam dan luar.
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi dalam wawancara khusus dengan Kompas, Senin (28/8/2023), di Jakarta, mengatakan, para pemimpin ASEAN telah bersikap soal Myanmar. Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen menegaskan, masalah Myanmar tidak boleh mengganggu pembangunan masyarakat ASEAN.
”Masalah (Myanmar) menyangkut domestik. Hanya mereka (para pihak di Myanmar) yang bisa menyelesaikan, yang lain hanya membantu,” kata Retno.
Dalam berbagai kesempatan, para pemimpin ASEAN mengakui masalah Myanmar amat pelik. Pihak di luar Myanmar, termasuk ASEAN, hanya bisa mendorong para pihak di Myanmar mau duduk bersama dan mencari solusi dengan cara mereka. Selama para pihak di Myanmar tidak mau berbicara, perdamaian sulit terwujud.
Retno mengatakan, dialog amat penting bagi ASEAN. Karena itu, ASEAN menyediakan pelantar dan menjadi kekuatan yang bisa membuat berbagai pihak berdialog. Meski berbeda pendapat, setidaknya berbagai pihak itu tetap mau terus saling berbicara. Menurut Retno, dampaknya amat buruk jika para pihak tidak mau lagi saling berbicara.
Modal sejahtera
Bagi ASEAN, kesediaan untuk terus berdialog menjadi salah satu modal dalam menjaga keamanan dan kestabilan kawasan. Tanpa keamanan dan kestabilan, kesejahteraan sulit terwujud. Keamanan dan kestabilan memungkinkan pembangunan ekonomi dilakukan. Ujung pembangunan itu adalah kesejahteraan.
”ASEAN itu warganya. Para pemimpin bertanggung jawab kepada warganya,” kata Retno.
Ia menyebut wujud tanggung jawab itu adalah peningkatan kesejahteraan. Karena itu, para pemimpin ASEAN terus mengupayakan agar warga ASEAN bisa terbangun kesejahteraannya.
Kestabilan dan keamanan menjadi modal penting Asia Tenggara untuk tumbuh. Dewan Bisnis ASEAN-Uni Eropa menyebut, para pengusaha UE memandang Asia Tenggara sebagai kawasan yang menjanjikan. Mayoritas pengusaha UE ingin menambah modal di kawasan. Mereka yakin, bisnis di ASEAN akan menguntungkan.
Pendapat itu tidak lepas dari fakta ASEAN selalu tumbuh di atas rata-rata global. Pada 2023-2024, perekonomian global ditaksir tumbuh maksimum 3 persen, sementara perekonomian ASEAN bisa mendekati 5 persen.
Retno mengatakan, butuh usaha bersama untuk mewujudkan proyeksi tersebut. Sebagai negara dengan penduduk dan produk domestik bruto terbesar di Asia Tenggara, Indonesia bertanggung jawab paling banyak untuk mewujudkan proyeksi itu.
ASEAN sulit mencapai target kesejahteraan jika Indonesia tidak sejahtera, tidak aman, dan tidak stabil. ”Proyeksi tidak bisa terwujud kalau yang 40 persen (kontribusi Indonesia pada PDB ASEAN) kolaps, terganggu,” kata Retno.
Tanggung jawab Indonesia tidak hanya diwujudkan lewat kontribusi pembangunan. Indonesia juga menunjukkannya lewat tema keketuaannya yang perwujudannya butuh lebih dari satu masa keketuaan. Tema ASEAN sebagai pusat pertumbuhan membutuhkan kerja jangka panjang.
Perwujudan tema keketuaan Indonesia di ASEAN—ASEAN sebagai pusat pertumbuhan—butuh lebih dari satu masa keketuaan. Implementasi tema itu membutuhkan kerja jangka panjang.
Secara internal ASEAN, perwujudan itu tidak hanya membutuhkan kestabilan dan keamanan kawasan agar pembangunan bisa dilakukan. ASEAN juga perlu diperkuat lewat berbagai cara.
Penguatan tersebut, menurut Retno, tidak berarti harus mengubah Piagam ASEAN. Anggota ASEAN hanya perlu memperjelas makna klausul-klausul dalam piagam itu. Misalnya soal pengambilan keputusan, harus ada penegasan soal cara pembuatan dalam situasi darurat. Dapat pula dilakukan dengan memperkuat fungsi Sekretariat Jenderal dan para wakil tetap anggota dan mitra untuk ASEAN.
Peluang
Retno membenarkan, ada tantangan dari dan luar kawasan untuk aneka keinginan ASEAN untuk terus tumbuh dan sejahtera. Sebagian pihak menyebut fenomena minilateralisme dan unilateralisme sebagai salah satu contohnya.
”Minilateralisme tidak bisa dicegah karena setiap negara berhak bergabung dengan organisasi yang dikehendakinya,” kata Retno.
Di lingkup ASEAN saja, Retno memaparkan, Indonesia menjadi anggota sejumlah kelompok minilateral bersama Thailand, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Indonesia membentuk BIMMEAGA dan IMTGT bersama negara-negara itu. Sementara anggota ASEAN di sekitar Sungai Mekong membentuk Inisiatif Pembangunan DAS Mekong.
Hal yang penting, menurut Retno, minilateralisme dan unilateralisme itu harus dijaga agar tetap berkontribusi positif pada kawasan. Minilateralisme jangan sampai meruntuhkan kerja sama kawasan.
Retno juga mengatakan, salah satu kebutuhan kerja sama adalah inklusivitas. ASEAN menawarkan hal itu lewat berbagai pelantar dan inisiatifnya. Pandangan ASEAN soal Indo-Pasifik (AOIP) menekan inksluvitas dan kolaborasi.
Sementara Wakil Menteri Luar Negeri RI Pahala Mansury dalam kesempatan terpisah mengatakan, salah satu penerjemahan AOIP adalah Forum ASEAN-Indo-Pasifik (AIPF). Forum itu akan diselenggarakan bersamaan dengan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Jakarta pekan depan.
Indonesia dan mitranya kini sedang memeriksa tawaran bernilai total 125 miliar dollar AS. Dari pemeriksaan, setidaknya ada 93 proyek bernilai 38 miliar dollar AS yang benar-benar dapat diwujudkan di Indo-Pasifik. Pemeriksaan proyek-proyek potensial masih terus dilakukan. ”Forum ini bukan hanya untuk diskusi,” katanya.
Para pemimpin ASEAN dan negara mitra akan hadir di AIPF. Mereka juga akan meninjau proyek-proyek yang sedang berkembang. AIPF juga akan menyediakan kesempatan penjajakan bisnis. Hal ini untuk memastikan AIPF dan KTT ASEAN benar-benar bisa membawa manfaat untuk warga.
Rangkaian KTT ASEAN
Retno mengatakan, rangkaian KTT ASEAN dimulai pada 29 Agustus 2023. Pertemuan pilar sosial budaya menjadi pembuka rangkaian KTT. Selanjutnya pada 3 September 2023, ada pertemuan pilar ekonomi. Sementara pada 4 September 2023, ada pertemuan pilar politik dan keamanan. Semua pertemuan pilar utama ASEAN itu diikuti para menteri terkait.
Presiden Joko Widodo dijadwalkan mulai melakukan pertemuan bilateral pada 4 September 2023. Rangkaian pertemuan bilateral berlangsung sampai 7 September 2023. Pertemuan bilateral dilakukan di sela hingga 12 pertemuan multilateral dalam KTT ASEAN dan forum terkait.
Sejauh ini, 11 anggota ASEAN akan hadir. PM Timor Leste Xanana Gusmao akan hadir untuk pertama kalinya di KTT ASEAN. Selain itu, ada perwakilan sembilan negara mitra dan dua negara undangan. Tahun ini, Indonesia mengundang Bangladesh dalam kapasitas sebagai Ketua Organisasi Negara-negara Pesisir Samudra Hindia (IORA). Indonesia juga mengundang Kepulauan Cook yang menjadi ketua Forum Kepulauan Pasifik (PIF).
Retno mengatakan, ASEAN bersama IORA dan PIF adalah pilar penting Indo-Pasifik. Karena itu, ASEAN berusaha merangkul secara resmi tiga organisasi tersebut.
Editor:
MUHAMMAD SAMSUL HADI, BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO