Jepang Kebanjiran Teror dari China, Hubungan Tokyo-Beijing Memanas
Hubungan diplomatik Jepang dan China memanas pasca-pelepasan limbah cair PLTN Fukushima ke Samudra Pasifik. China mendesak Jepang untuk menghentikan proses itu.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
TOKYO, SENIN — Hubungan diplomatik Jepang dan China memanas setelah Pemerintah Jepang memutuskan membuang air radioaktif, limbah cair olahan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi ke Samudra Pasifik. Kedua negara melaporkan sejumlah tindakan yang dinilai mengganggu, termasuk adanya pelemparan terhadap bangunan misi diplomatik Jepang serta sebuah sekolah Jepang di China.
Kementerian Luar Negeri Jepang lantas memanggil Duta Besar China untuk Jepang Wu Jianghao, Senin (28/8/2023). Mengutip pernyataan Wakil Menteri Luar Negeri Jepang Masataka Okano, kepada Wu, Pemerintah Jepang meminta Beijing agar memberi informasi yang benar kepada publik daripada meningkatkan kekhawatiran rakyat dengan memberikan informasi yang tidak berdasarkan bukti ilmiah.
”Sejak awal pelepasan, banyak telepon dan bentuk pelecehan lain terkait pelepasan, yang diduga berasal dari China. Situasinya belum membaik sejak saat itu,” kata Okano kepada Wu.
Tahap pertama pelepasan limbah cair olahan PLTN Fukushima Daiichi ke Samudra Pasifik, Kamis (24/8/023), sekitar 7.800 meter kubik. Proses ini memakan waktu lebih kurang 17 hari. Selain negara tetangga Jepang, seperti Korea Utara, Korea Selatan, dan China, sejumlah negara di Pasifik juga telah menyatakan keberatan terhadap pembuangan limbah cair tersebut. Mereka mendesak tindakan itu dihentikan.
Gangguan terhadap berbagai kantor pemerintah, sekolah, dan bahkan restoran Jepang mulai terjadi pasca-pelepasan limbah cair itu ke Samudra Pasifik. Balai Kota Fukushima, kota lokasi pembangkit itu berada, telah menerima ratusan telepon dengan kode internasional +86 sejak Kamis dan terus berlanjut hingga saat ini. Kode +86 adalah kode sambungan telepon internasional China daratan. Menurut seorang pejabat pemerintah kota, hal itu sangat mengganggu.
Gangguan juga terjadi pada fasilitas sekolah, baik sekolah dasar maupun sekolah menengah pertama, di kota tersebut. Menurut pejabat pemerintah setempat, setidaknya puluhan telepon masuk pasca-pembuangan limbah cair itu. Dalam percakapan singkat, seorang penelepon, misalnya, mengatakan, ”Mengapa Anda melepaskan air yang tercemar ke Samudra Pasifik, lautan bagi semua orang?”
Telepon tidak dikenal juga menyasar jaringan sebuah restoran Jepang di Tokyo. Restoran ini menerima telepon tak dikenal dari negara dengan kode internasional +86. Perusahaan tersebut telah melaporkan insiden itu kepada otoritas berwenang.
Tak hanya kantor pemerintah dan restoran ternama, sejumlah pelaku bisnis, termasuk toko roti hingga toko akuarium, juga melaporkan bahwa mereka ditelepon oleh orang tak dikenal dari nomor-nomor yang diduga berasal dari China.
Bahkan, fasilitas pendidikan Jepang di China, dilempari batu dan telur oleh orang tidak dikenal.
Bahkan, fasilitas pendidikan Jepang di China, dilempari batu dan telur oleh orang tidak dikenal. ”Sejumlah insiden serupa juga terjadi di China terhadap fasilitas terkait Jepang. Hal ini sangat disesalkan dan kami sangat prihatin,” kata Okano.
Kedutaan Besar Jepang telah meminta warga mereka yang tinggal di China untuk tidak menonjolkan diri dan tidak berbicara keras di depan umum. Pemerintah Jepang juga menyatakan bahwa mereka meningkatkan langkah-langkah keamanan di luar sekolah-sekolah Jepang dan misi diplomatik di ”Negeri Tirai Bambu” itu.
Berbagai insiden itu juga membuat Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida berkomentar keras. Kishida meminta Beijing untuk memastikan rakyatnya bersikap tenang dan bertanggung jawab.
”Ada banyak panggilan perundungan yang diyakini berasal dari China dan pelemparan batu pada kedutaan Jepang dan sekolah-sekolah Jepang. Harus dikatakan bahwa ini sangat disesalkan,” kata Perdana Menteri Fumio Kishida pada hari Senin.
Kishida menyebut, kekhawatiran China tidak beralasan karena semua unsur radioaktif dalam limbah cair itu telah disaring, kecuali tritium, yang dalam penelitian kadarnya masih dalam batas aman. Hasil pengujian sampel air laut dan ikan di perairan dekat pabrik, menurut otoritas berwenang Jepang, telah membuktikan hal itu.
”Bahkan setelah pelepasan ke laut, Amerika Serikat, misalnya, menyatakan posisinya bahwa mereka puas dengan proses Jepang yang aman, sangat transparan, dan dapat dibenarkan secara ilmiah,” kata Kishida.
Kishida menambahkan, data tersebut juga diteruskan ke Pemerintah China.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan, Pemerintah China selalu menjamin keselamatan dan hak yang sah orang asing di wilayah mereka. Pada saat yang sama, dia juga mendesak Tokyo agar segera menghentikan proses pelepasan limbah cair itu.
”Kami sangat mendesak pihak Jepang untuk menangani kekhawatiran semua pihak, segera menghentikan pembuangan air yang terkontaminasi nuklir ke laut, berkonsultasi sepenuhnya dengan negara tetangga dan pemangku kepentingan lainnya,” kata Wang.
Memanas di medsos
Kekhawatiran soal pembuangan limbah cair PLTN Fukushima itu menjadi salah satu topik panas yang dibahas di berbagai platform media sosial China. Sejumlah media Barat menyebut bahwa informasi yang diunggah ke berbagai platform media sosial China sebagai informasi yang salah, terutama jika menyangkut keamanan pangan pasca-pelepasan itu.
Salah satu tokoh yang meramaikan pembahasan soal keamanan pangan, khususnya ikan, pasca-pelepasan itu adalah Hu Xijin, jurnalis senior China. ”Tentu saja pelepasan itu harus ditentang. Tindakan itu mencemari lautan dan menciptakan risiko jangka panjang yang tidak kita pahami,” tulisnya di akun medsos Weibo miliknya.
Tidak hanya warga sipil yang meramaikan isu itu di media sosial. Konsul Jenderal China di Irlandia, Zhang Meifang, mengunggah pernyataan yang menyamakan pelepasan limbah cair itu sebagai perwujudan monster Godzilla.
”Dengan membuang air yang terkontaminasi nuklir #Fukushima ke laut, Jepang melepaskan #Godzilla, perwujudan dari trauma nuklirnya, kepada dunia,” tulisnya di platform media sosial X, yang dulu bernama Twitter, seperti dilaporkan kantor berita China Xinhua.
Kekhawatiran soal terhadap produk panganan yang berasal dari laut membuat para pedagang produk makanan laut (seafood) dibanjiri komentar negatif yang menuding mereka menjual makanan yang terkontaminasi.
”Jual dengan cepat. Jika kamu tidak menjualnya sekarang, kamu tidak akan pernah bisa menjualnya lagi,” tulis salah satu komentar. ”Aku tidak berani makan ini, enyahlah,” sahut yang lain.
Salah satu kabar yang beredar bahwa garam beryodium dapat melindungi terhadap radiasi—serta kekhawatiran bahwa garam laut dari Pasifik mungkin terkontaminasi—telah mendorong kepanikan dan membuat warga memborong garam beryodium. Hal itu membuat perusahaan garam negara mengimbau agar warga tidak memborong dan tidak menimbun garam beryodium secara membabi buta setelah rekaman di media sosial menunjukkan rak-rak toko kosong dari mineral tersebut.
Meski Pemerintah Jepang, yang didukung oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA), menyatakan bahwa limbah cair itu aman, tindakan itu tetap membuat khawatir negara-negara Pasifik. Seperti dikutip Xinhua, Wakil Rektor Universitas Kepulauan Solomon Transform Aqorau mengatakan, pelepasan limbah cair itu selain membawa dampak ekologis juga memiliki dampak politis. Tindakan itu dinilainya kontradiktif.
”Pada saat Jepang membuat langkah-langkah untuk mendekati Kepulauan Pasifik, terutama karena meningkatnya persaingan geopolitik di wilayah tersebut, langkah ini merupakan kontradiksi terhadap upaya diplomatik mereka,” kata Aqorau.
Dia menilai, keputusan tersebut, terlepas dari label daur ulang, membuat negara-negara Pasifik prihatin pada komitmen lingkungan hidup Pemerintah Jepang. Tindakan itu, menurut dia, telah membuat kepercayaan terhadap Jepang goyah. (AFP/REUTERS)
Editor:
MUHAMMAD SAMSUL HADI, BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO