Tepco menemukan level bahan radioaktif dalam limbah mencapai tiga kali lipat dari standar nasional Jepang. Bahan itu adalah Strontium 90 yang bisa mengakibatkan kanker darah dan kanker tulang.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
REUTERS/TOMOHIRO OHSUMI/POOL
Foto yang diambil pada tanggal 23 Februari 2017 menunjukkan, seorang karyawan Tokyo Electric Power Co.'s (TEPCO) sedang berjalan melewati tangki penyimpanan air yang terkontaminasi di kompleks pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi di Okuma, Fukushima, Jepang. Tokyo mau membuang limbah itu ke laut.
Negara-negara kepulauan di Pasifik gelisah. Trauma dampak buruk nuklir di kawasan itu kembali mengemuka gara-gara Jepang memutuskan akan membuang air limbah ke samudra Pasifik. Air itu mengandung radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi.
Selama bertahun-tahun, Forum Bangsa-bangsa Kepulauan Pasifik (PIF) sudah menolak rencana Tokyo itu. Rabu (18/1/2023) di Suva, 17 anggota PIF kembali menyuarakan penolakan itu. “Rakyat kita terus menanggung dampak uji coba nuklir. Jadi, kita sangat paham dampak panjang limbah nuklir. Sampai sekarang, penyelesaian adil atas dampak itu sangat lemah. Karena itu, dapat dipahami kekhawatiran kami atas rencana pembuangan (limbah radioaktif) oleh Jepang,” tutur Sekretaris Jenderal PIF Henry Puna.
Bangsa-bangsa Pasifik memang harus menanggung dampak uji coba nuklir oleh Amerika Serikat dan Perancis puluhan tahun lalu. Perancis menguji bom nuklir dekat Karang Mururoa pada 1966-1996. Pada 1946-1958, ada 67 kali uji coba bom nuklir oleh AS di Kepulauan Mariana. Hingga kini, persoalan kanker dialami turun-temurun warga Kepulauan Marshall yang terdampak paparan radioaktif akibat uji coba nuklir di Tanah Air mereka.
KOMPAS/M ZAID WAHYUDI
Rumah-rumah dibiarkan terbengkalai dan ditumbuhi ilalang yang terletak di radius kurang dari 5 kilometer dari PLTN Fukushima Daiichi Jepang, Selasa (27/11/2018). Pemerintah masih melarang rumah-rumah di kawasan itu dihuni karena masih tingginya paparan radiasi di kawasan itu akibat ledakan pada beberapa reaktor PLTN tersebut akibat tsunami 11 Maret 2011.
REUTERS/SHIZUO KAMBAYASHI/POOL/FILE PHOTO
Kaisar Jepang Akihito (kiri), 11 Mei 2011, berbincang-bincang dengan pengungsi di pusat relokasi bagi warga yang meninggalkan rumah mereka akibat ancaman radiasi oleh reaktor Fukushima yang rusah dihantam tsunami, beberapa bulan sebelumnya.
Dalam penelitian pada 2017-2019, tim Columbia University memeriksa dampak uji coba nuklir AS di Kepulauan Marshall. Mereka menemukan sisa-sisa radioaktif dan level radiasi di pulau-pulau tersebut melampaui batas aman bagi manusia.Fakta itu membuat PIF menolak rencana Jepang membuang limbah radioaktif dari PLTN Fukushima. “Posisi kawasan tetap teguh bahwa tidak boleh ada pembuangan limbah sampai semua bukti ilmiah menyimpulkan limbah itu aman,” kata Puna.
AS, sekutu sekaligus negara yang pernah menjatuhkan bom nuklir ke Jepang, tidak pernah bersikap tegas soal rencana Tokyo. Sejauh ini, AS malah cenderung membela Jepang. “Jepang telah menimbang pilihan dan dampaknya. Telah transparan pada keputusannya, dan sepertinya mengadopsi pendekatan yang sesuai standard keselamatan nuklir global,” demikian pernyataan resmi Departemen Luar Negeri AS.
Tetap Tinggi
Sejak 2021, Jepang telah mengumumkan rencana membuang 1 juta ton air limbah dari PLTN Fukushima. Tokyo mengklaim semuanya sudah diolah dan aman untuk dibuang ke lautan.
Menurut Kyodo News pada September 2022, Tokyo Electric Power Company (TEPCO) yang bertanggung jawab mengolah limbah nuklir itu menyatakan hal berbeda. Tepco menemukan level bahan radioaktif dalam limbah mencapai tiga kali lipat dari standar nasional Jepang. Padahal, air limbah telah diolah dengan teknologi terbaru.
Bahan itu adalah Strontium 90 yang digolongkan limbah tingkat tinggi. Butuh ratusan tahun untuk menguraikan isotop itu. Cemaran Strontium 90 bisa mengakibatkan kanker darah dan kanker tulang. Bahkan, pada 2018, Tepco mengaku baru mengolah 20 persen dari keseluruhan air limbah itu. Tidak diketahui berapa banyak lagi yang diolah pada 2018-2021.
Peneliti pada Woods Hole Oceanographic Institution, Ken Buesseler, mengatakan, ia dan rekannya belum menemukan bukti ilmiah air limbah PLTN Fukushima sudah aman. Jika tetap dibuang, limbah radioaktif itu akan menyebar ke seluruh Pasifik mengikuti arus air. “Akan mencemari ikan dan biota lain,” kata salah satu peneliti yang ditunjuk PIF untuk memeriksa dampak pembuangan limbah Fukushima itu.
Anggota Koalisi Anti-nuklir Jepang, Masahide Kimura, menyebut pembuangan itu melanggar berbagai peraturan internasional. “Pembuangan material radioaktif harus dilarang. Hanya penyimpanan sebagai satu-satunya cara menyegah semua dampak buruk keputusan itu,” ujarnya.
Ketua Federasi Koperasi Perikanan Jepang Masanobu Sakamoto juga menentang rencana itu. “Sikap kami tidak berubah sedikit pun, menolak pembuangan itu,” kata dia.
Industri perikanan Jepang menanggung dampak buruk kebocoran PLTN Fukushima pada Maret 2011. Selama bertahun-tahun, ikan-ikan dari sebagian Jepang ditolak pasar domestik dan luar negeri. Sebab, konsumen khawatir ikan itu tercemar radioaktif.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning menyebut, Tokyo ceroboh dan tidak bertanggung jawb jika tetap membuang limbah radioaktif itu. Apalagi, sampai sekarang Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) belum selesai memeriksa limbah tersebut. Mao menekankan, Pasifik adalah tempat hidup jutaan orang. Pasifik bukan tempat sampah nuklir. (AFP/REUTERS)