Antisipasi Sentimen Negatif, Jepang Imbau Warganya di China dan Korsel untuk ”Tiarap”
Mengantisipasi sentimen negatif pasca pembuangan air limbah dari PLTN Fukushima Daiichi, Jepang imbau warganya di China dan Korsel untuk ”tiarap”.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
BEIJING, JUMAT – Pemerintah Jepang melalui kantor perwakilannya di China dan Korea Selatan mengimbau warganya berhati-hati dan tak menarik perhatian. Imbauan ini dikeluarkan guna mengantisipasi naiknya sentimen negatif terhadap Jepang menyusul kebijakan pemerintah negara itu yang membuang air limbah dari pembangkit listrik tenaga nuklirnya ke Samudra Pasifik.
”Ketika pergi keluar, usahakan agar berhati-hati, seperti tidak lantang ketika bicara dalam bahasa Jepang untuk hal-hal yang tidak perlu.” Demikian salah satu kutipan imbauan yang diunggah kantor perwakilan Jepang pada laman resminya.
Imbauan ini dikeluarkan antara lain oleh Kedutaan Besar Jepang di Beijing dan Konsulat Jenderal Jepang di Hong Kong, Jumat (25/8/2023). Di China, misalnya, warga Jepang diminta tidak menonjolkan diri agar tidak mengundang sentimen negatif lebih jauh.
Jepang memulai proses pembuangan air limbah dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi pada Kamis (24/8). Pembuangan air yang dulu terkontaminasi nuklir Fukushima Daiichi ke Samudra Pasifik itu dilakukan secara bertahap.
Volume air limbah dari PTLN Fukushima Daiichi mencapai 1,37 juta ton yang disimpan di sekitar 1.000 tangki. Volume ini bisa untuk mengisi 540 kolam renang ukuran Olimpiade. Seluruh proses pembuangan air limbah tersebut diperkirakan mencapai 30 tahun.
Keberatan
Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan sejumlah lembaga kajian nuklir menyatakan, air limbah tersebut telah diolah dan aman dari residu berbahaya. Namun, banyak pihak keberatan. Selain di China dan Korea Selatan, nelayan domestik di Jepang sendiri menyatakan protes.
Di Hong Kong, 100 warga setempat berunjuk rasa di depan Konsulat Jenderal Jepang. Di Seoul, Korea Selatan, polisi mengamankan 16 pengunjuk rasa yang berhasil menerobos pagar Kedutaan Besar Jepang.
PLTN Fukushima Daiichi rusak parah akibat gempa dan tsunami pada 2011. Kerusakan terjadi di bak air pendingin reaktor nuklir. Akibatnya, radiasi merembes ke air dan tanah di PLTN itu. Perusahaan Listrik Tokyo (Tepco) selaku operator PLTN Fukushima kemudian mengumpulkan air tercemar ini.
Air limbah ini diolah selama satu dasawarsa guna menghilangkan zat-zat nuklir berbahaya. Pada Kamis (24/8), Jepang mulai membuang air tersebut melalui pipa bahwa laut sepanjang 1 kilometer ke Samudra Pasifik.
Menurut laporan Pemerintah Jepang yang diverifikasi oleh IAEA, kadar isotop tritium yang tersisa di air tersebut adalah seperempat-puluh dari standar aman. Kadar ini diklaim tidak berbahaya. Apalagi, ketika sudah tercampur dengan air Samudra Pasifik, kadar tritiumnya akan semakin rendah.
Kementerian Lingkungan Hidup Jepang, dilansir oleh kantor berita Kyodo, selama satu bulan ke depan akan mengambil sampel air lautan Pasifik setiap hari. Sampel diambil dari sepuluh titik di Prefektur Fukushima, Miyagi, dan Ibaraki. Hasil kajian sampel ini akan diterbitkan pada keesokan harinya.
”Ini data yang terbuka dan bisa diakses oleh semua orang. Kami mengharapkan transparansi dan tanggung jawab ini menjadi bukti kesungguhan Jepang menangani isu lingkungan sekaligus meminta agar warga dunia tetap memercayai produk-produk Jepang,” kata Menteri Perindustrian Yasutoshi Nishimura.
Namun, Pemerintah China, Pemerintah Korea Selatan, dan Forum Pasifik Selatan (PIF) tetap menentang tindakan Jepang itu. China melalui berbagai media nasional menuding Jepang egois dan seenaknya membuang air tanpa persetujuan negara-negara yang menggantungkan hajat hidup dari Samudra Pasifik.
Stop impor
China langsung menangguhkan segala impor hasil laut dari Jepang. Di Pasar Ikan Jiangyang, Shanghai, pengawas pasar dan petugas pemerintah daerah melakukan razia. Mereka menyita hasil laut Jepang, mulai dari ikan, kepiting, hingga rumput laut yang masih dijual di lapak-lapak setempat.
”Tanpa dirazia pun kami sudah kesusahan karena pasar jadi sepi pengunjung. Masyarakat ketakutan memakan hidangan laut,” kata seorang pedagang bermarga Wang.
Ketakutan ini memicu kepanikan masyarakat sehingga memborong hasil laut yang dijual sebelum Jepang membuang air Fukushima. Kepanikan juga memicu habisnya garam di pasar.
Media lokal Jiemian.com melaporkan, di situs lokapasar JD.com terdapat 6,73 juta permintaan pembelian garam per 22 Agustus saja. Aksi borong tersebut selain karena masyarakat ingin menimbun garam sebelum pembuangan air limbah Fukushima, juga karena ada kepercayaan bahwa garam bisa menangkal ataupun menawarkan efek radiasi nuklir.
Pemerintah China melalui Kelompok Industri Garam Nasional telah mengeluarkan imbauan agar masyarakat menghentikan memborong garam. Langkah ini dilakukan untuk menghindari kelangkaan garam di pasar. (REUTERS/DNE)