Mencari Manfaat di Tengah Kepungan Aliansi Perang Dingin Baru
Kegelisahan semakin meningkat atas militerisasi di Asia Tenggara oleh negara di luar kawasan. Kapal perang dan jet tempur semakin sering dikerahkan.
Indo-Pasifik kini diramaikan empat aliansi militer dan pertahanan. Perlombaan senjata semakin kencang, peluang konflik semakin membesar. Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik menjadi arenanya.
Aliansi terbaru dihasilkan dalam pertemuan di Camp David, Amerika Serikat, Jumat (18/8/2023). Presiden AS Joe Biden menjamu Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida. Pertemuan itu menghasilkan tiga dokumen yang mengukuhkan kerja sama ekonomi, pertahanan, hingga teknologi. Mereka, antara lain, menyepakati kerja sama soal pertahanan rudal.
AS-Jepang bahkan setuju mengembangkan rudal hipersonik. Tokyo-Washington juga sepakat mengirimkan kapal perang mereka ke dekat Filipina. Bersama Australia, AS-Jepang mengadakan latihan perang di sana. Sementara Filipina malah tidak ikut latihan itu.
Baca juga : Riuh Minilateralisme di Indo-Pasifik
Lokasi latihan tidak jauh dari tempat penjaga laut Filipina dan China bolak-balik bersitegang. Pembahasan soal China dalam pertemuan Camp David terjadi karena tindakan-tindakan China menjadi keprihatinan bersama para peserta pertemuan. ”Pertemuan itu bukan soal China,” kata Asisten Menteri Luar Negeri AS Daniel Kritenbrink, Selasa (22/8/2023).
Peneliti Scowcroft Center’s Indo-Pacific Security Initiative, Lauren D Gilbert, menyebut Korsel berusaha tidak menunjuk China sebagai sumber ancaman. Walakin, dokumen-dokumen hasil pertemuan Camp David jelas menunjuk China sebagai biang masalah keamanan di Asia Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Selatan. ”Pertemuan itu menunjukkan, Jepang dan Korsel tidak akan diam saja,” katanya.
Beragam aliansi
Dalam tajuk pada 20 Agustus 2023, The Observer menyebut pertemuan itu jelas merupakan sinyal penguatan perang dingin baru. Media Inggris itu menyebut, AS berusaha terus berkilah untuk menghindari sebutan itu.
Pertemuan Camp David tidak bisa dilepaskan dari rangkaian upaya AS di forum lain. Sejumlah pihak menyebut aliansi baru dengan sebagai ROKJUS, sesuai dengan inisial Korsel, Jepang, dan AS dalam bahasa Inggris. Sebelum ROKJUS, AS berusaha membawa Jepang dalam aliansi lewat Quad. Walakin, India sebagai salah satu anggota Quad menolak militerisasi organisasi yang juga melibatkan Australia itu. New Delhi mau Quad tetap menjadi wahana koordinasi khususnya untuk menanggapi darurat kemanusiaan.
Penolakan India tidak menghentikan AS menggalang aliansi lain. Di Pasifik, AS punya Quad dan Five Eyes. Canberra menjadi anggota di kedua organisasi itu. Inggris juga bergabung di sana. Sementara Selandia Baru hanya ikut Five Eyes dan belum mau menerima pinangan bergabung dengan AUKUS. AS pun meningkatkan kehadiran kapal perang dan jet tempur serta pesawat pengebom di Taiwan dan Laut China Selatan.
China tentu tidak diam saja dan mematangkan aliansinya dengan Rusia dan Korea Utara. Beijing-Moskwa rutin melakukan latihan perang udara dan laut. Beijing-Pyongyang juga memasok aneka persenjataan, suku cadang peralatan perang, hingga peluru untuk Moskwa.
Peneliti China Institute of International Studies. Zhang Weiwei, menyebut, penguatan ROKJUS adalah bentuk lain perluasan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Asia-Pasifik. ”Upaya itu mengembangkan iklim perang dingin baru di kawasan, meningkatkan potensi konflik, dan melemahkan keamanan,” katanya.
Pertemuan di Camp David memang bersejarah bagi upaya AS menggalang persekutuan. Bagi Indo-Pasifik, pertemuan itu berbahaya. ”Forum itu membawa lebih banyak konfrontasi dan mengurangi potensi kerja sama. Siapa pun yang peduli pada pembangunan kawasan harus berhati-hati pada manuver itu,” kata Zhang sebagaimana dikutip China Daily.
Baca juga : ASEAN Jadi Pusat Perhatian Aliansi Anti-China dan Korea Utara
Sejumlah diplomat yang enggan diungkap identitasnya menyebut, ada peningkatan kegelisahan atas militerisasi di Asia Tenggara. Masalahnya, militerisasi itu dilakukan oleh negara-negara dari luar kawasan. ”Kondisinya dalam dilema lama keamanan. Saat jumlah senjata meningkat, apakah rasa aman tercipta? Ternyata malah menumbuhkan kecemasan yang memicu perlombaan senjata,” ujar salah seorang diplomat senior itu.
Diplomat lain menyoroti potensi konflik di Laut China Selatan semakin meningkat. Sebab, kapal perang dan jet tempur semakin sering dikerahkan di sana. Berulang kali terjadi potensi konflik di antara kapal-kapal itu. Hal yang lebih mencemaskan, sejumlah kapal mengangkut senjata nuklir. Para pemiliknya sampai sekarang belum mau meneken Traktat Asia Tenggara sebagai Zona Bebas Senjata Nuklir.
Imbas ke kawasan
Koordinator Kebijakan Indo-Pasifik pada Dewan Keamanan Nasional AS Kurt Campbell mengatakan, keamanan Asia semakin rumit dan mengkhawatirkan. Pertemuan Camp David adalah salah satu cara ROKJUS menanggapi perkembangan itu. Bagi trio itu, tanggapan dan langkah apa pun soal Indo-Pasifik harus melibatkan ASEAN. ”Harus diakui, arsitektur paling dominan, kelompok paling penting adalah ASEAN. Kami yakin (ASEAN) punya peran sentral dalam mengumpulkan semua negara penting di Indo-Pasifik dan kawasan lain,” katanya.
Komitmen ROKJUS tidak hanya berupa kalimat dalam dokumen dari pertemuan Camp David. Jepang dan Korsel telah lama menjadi sumber utama investasi Asia Tenggara. AS sejak lama berkomitmen pada keamanan kawasan.
Kolega Gilbert, Parker Novak, menyebut pertemuan Camp David menunjukkan upaya ROKJUS mengoordinasikan pendekatan ke Asia Tenggara dan Pasifik. Selama ini, pendekatan itu sudah banyak dilakukan negara masing-masing. ”Mereka mau saling memperkuat dan memaksimalkan manfaat untuk kawasan dan mereka,” ucapnya.
Asia Tenggara dan Pasifik bisa saja diuntungkan dengan kondisi itu. Jepang dan China sejak lama bersaing untuk terlibat dalam proyek infrastruktur dan industri Asia Tenggara. Di Pasifik, AS-China bersaing menggalang mitra keamanan. Adapun Korsel menawarkan berbagai teknologi kepada kedua kawasan. Australia menjadi donor terbesar Pasifik.
Sementara itu, kubu oposisi Korsel mengecam pertemuan Camp David. Sebab, forum itu dianggap merugikan Korsel dan hanya menguntungkan AS-Jepang. ”Tidak ada satu manfaat pun bagi Korsel. Warga khawatir negara ini menjadi mitra terendah dalam hubungan dengan AS-Jepang,” kata Ketua Fraksi Partai Demokratik Korsel Park Kwang-on, sebagaimana dikutip kantor berita Yonhap.
Baca juga : AS-Jepang-Korsel Berisiko Tarik Asia Tenggara seperti NATO
Anggota fraksi itu, Park Chan-dae, menyebut Yoon menjadikan Korsel sebagai pesuruh AS-Jepang. Korsel mau saja disetir untuk memenuhi kepentingan AS-Jepang. ”Pemerintah terjebak khayalan forum itu akan menguntungkan negara,” ujarnya.
Menteri Luar Negeri Korsel Park Jin mengatakan, Seoul telah menjelaskan pertemuan itu kepada Beijing. ”Kami ingin membina hubungan matang dan sehat dengan China. Hubungan itu harus didasarkan pada saling menguntungkan dan saling menghormati. Kami mau menjaga hubungan yang stabil dengan China,” tuturnya.
Sementara juru bicara Kemenlu China, Wang Wenbin, mengatakan, ada dua tren dan tawaran kepada kawasan saat ini. Tawaran pertama berupa kerja sama untuk kesejahteraan bersama. Bentuknya berupa aneka perjanjian dagang, proyek industri, hingga infrastruktur. Tren dan tawaran kedua berupa pembentukan aliansi militer dan penyebaran ketegangan. ”Dunia dan kawasan bisa melihat, siapa yang melakukan itu dan apa manfaatnya. Tidak perlu dipertanyakan lagi,” katanya sebagaimana dikutip Global Times. (AFP/REUTERS)