Pertimbangan Beli Mobil Baru demi Gengsi, Daya Tarik Gimik, atau Kebutuhan?
Pabrikan mobil yang hadir di GIIAS 2023 menawarkan lebih banyak produk baru, lengkap dengan fitur-fitur canggihnya. Fitur-fitur ini bisa menjadi daya tarik konsumen meski tak semuanya cocok untuk situasi di Ibu Kota.
”Sayang sekali, mobil ini belum keluar. Masih konsep, katanya. Bentuknya lebih menarik, tidak kaku. Dalamnya juga lebih lega. Ke depan, Indonesia harus punya banyak mobil listrik kayak gini supaya enggak polusi,” celoteh seorang bapak di stan produsen mobil Jepang, Mitsubishi, di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2023, ICE BSD City, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (16/8/2023).
Di depannya terpajang mobil listrik kecil, Mitsubishi eK X EV, berwarna biru pastel. Kabarnya mobil itu baru diluncurkan di Jepang tahun ini. Meski belum diketahui kapan eK X EV itu akan dipasarkan di Indonesia, mobil kecil yang mampu menjangkau jarak maksimal 180 kilometer itu tak pernah sepi dari pengunjung.
Untuk sekadar menengok bagian dalamnya saja, pengunjung harus sabar mengantre. Banyak yang mencoba duduk di kursi pengemudi dan penumpang serta mengutak-atik tampilan layar head unit di dashboard. Tak jarang, satu keluarga ikut masuk semua.
Pertanyaan-pertanyaan standar terkait mobil listrik, seperti durasi waktu pengisian baterai dan jarak tempuh maksimal, lazim terdengar di stan-stan mobil yang mengeluarkan produk mobil listrik. Stan-stan produk mobil listrik ”terjangkau”, seperti Wuling dengan Air EV, DFSK dengan Seres E1, dan NETA dengan Neta V, juga padat pengunjung.
Baca juga: BEV Makin Meriah, ICE Kian Panas
”Harga mobil listrik yang dianggap terjangkau itu biasanya di kisaran Rp 180 juta sampai Rp 350 juta. Kalau yang kecil-kecil begini, cocok untuk ibu-ibu kalau mau pergi belanja ke pasar. Ngirit, Bu. Tinggal colok listrik dan gas saja,” kata Aldi, tenaga penjualan Seres E1 di stan DFSK, sambil tertawa.
Dia lalu melanjutkan penjelasan dengan jaminan servis dan suku cadang yang ada di bengkel di Jakarta. ”Tenang, Bu, nanti saya bantu urusin semuanya,” ujarnya.
Di pameran mobil seperti GIIAS yang berlangsung selama 10 hari, 10-20 Agustus 2023, ini setiap karyawan penjualan menjadi ensiklopedia berjalan yang bisa memberikan informasi apapun terkait produk mobil yang dijualnya. Informasi dari mereka membantu konsumen memastikan pilihan jika ingin membeli mobil atau sekadar menuntaskan keingintahuan akan mobil tertentu.
Perang fitur canggih
Banyak pertimbangan konsumen dalam membeli mobil. Ada yang semata-mata karena fanatik pada satu jenama atau merek tertentu. Ada yang karena harga yang terjangkau kantong, desain mobil, dan banyak juga yang karena fitur-fitur canggih yang ditawarkan.
Fitur-fitur canggih yang sudah disematkan di mobil zaman sekarang, antara lain head unit dengan konektivitas ponsel cerdas (smart-connectivity), pengecasan ponsel cerdas tanpa kabel (wireless charging), kursi yang berventilasi, hingga pembersih udara yang mampu membersihkan udara dari partikel pengganggu pernapasan.
Fitur kontrol mobil, seperti membuka dan mengunci pintu, menyalakan mesin, dan mencari lokasi mobil hanya dengan memakai ponsel cerdas, menjadi fitur andalan Hyundai yang disukai konsumen. Salah satunya Joni, warga BSD, yang memilih mobil dengan harga yang relatif terjangkau dan menawarkan banyak fitur canggih.
”Dengan harga terjangkau Rp 300 juta-400 jutaan, saya sudah dapat fitur-fitur canggih seperti mobil mewah. Ini mobil yang value for money,” ujar Joni.
Baca juga: Menjadikan Transisi Masa Depan yang Menyenangkan
Mobil-mobil listrik dan mobil keluaran terbaru tidak pernah sepi pengunjung yang penasaran di GIIAS. Hari biasa atau akhir pekan, sama saja.
Untuk mobil listrik, kekhawatiran konsumen biasanya ada pada ketahanan baterai, kekuatan sumber daya listrik yang dibutuhkan, dan harganya. Mobil-mobil listrik yang harganya relatif terjangkau membuat konsumen mulai mempertimbangkan untuk menggunakan mobil listrik ketimbang mobil berbahan bakar fosil.
Mobil-mobil listrik yang harganya relatif terjangkau membuat konsumen mulai mempertimbangkan untuk menggunakan mobil listrik ketimbang mobil berbahan bakar fosil.
Di stan-stan pameran, terlihat banyak perempuan yang mencoba duduk di belakang kemudi dan merasakan kenyamanan berkendara. Bagi kebanyakan pengunjung perempuan, yang dicoba adalah hanya posisi kursi pengemudi dan penumpang, kenyamanan memegang setir, dan batas pandangan ke depan, apakah terlalu tinggi, rendah, atau pas.
Adapun pengunjung laki-laki kebanyakan mencoba duduk di belakang kemudi dan mengutak-atik urusan head unit di dashboard, fitur canggih apa saja yang tersemat, membuka kap mesin untuk melihat mesinnya, membuka bagasi belakang untuk memperkirakan volume barang yang bisa dibawa, dan semua hal teknis lainnya.
Fitur-fitur yang sebenarnya bersifat gimik ”penting-tidak penting” itu juga membuat pengunjung bisa berlama-lama di satu mobil. Meski gimik, seringkali justru itu yang membuat mobil tertentu laku.
”Biasanya orang suka dengan yang canggih-canggih meski itu sifatnya seperti gimik saja. Orang suka layar head unit yang besar, mobil yang ada atap kaca yang bisa buka tutup—padahal di Jakarta kan panas dan berdebu— mobil yang bisa dihidupkan dari jauh dan AC sudah menyala jadi masuk mobil sudah dingin,” kata Aldi.
Tidak semua orang menganggap gimik itu menentukan. Seperti Joni, misalnya. Ia tak menganggap penting pencahayaan ruangan(ambience light) yang berdenyut seiring dengan alunan musik di dalam mobil atau aktivasi fitur-fitur mobil dengan menggunakan moda pengenalan suara seakan kita berbicara dengan mobil. Dengan moda suara, mobil bisa disuruh menaikkan suhu AC, mengatur buka tutup kaca jendela, atau mengatur volume suara musik.
Baca juga: Roda Empat dalam Pusaran Prestise
”Saya tidak merasa perlu punya fitur-fitur seperti itu. Tanpa fitur-fitur itu, mungkin harga mobil bisa jadi lebih murah,” kata Yubet yang fanatik pada jenama Honda.
Pada Frankfurt Motor Show 2019, produsen kendaraan papan atas Jerman, Mercedes-Benz, menawarkan teknologi yang mungkin menarik bagi pasangan muda yang baru saja memiliki bayi. Baby protocol, sebutan teknologinya. Jika bayi menangis, misalnya karena sulit tidur, orangtua tinggal membopong anaknya ke dalam mobil, menyalakan mesin dan tinggal menyapa asisten virtual dengan perintah menyalakan baby protocol. ”Otak mobil” langsung bekerja.
Ambience light dibuat seperti berada di kamar tidur dan senyaman mungkin agar bayi bisa tertidur. Suhu kabin juga dibuat senyaman mungkin. Musik pengantar tidur keluar dari piranti audio, sunroof ditutup dan suspensi diperintahkan sedemikian rupa sehingga bodi mobil bergoyang bak ayunan. Yang tertidur bukan hanya sang jabang bayi, tetapi orangtuanya juga.
Pertimbangan konsumen
Berdasarkan data hasil Survei Konsumen Global 2018 di Amerika Serikat, sebelum membeli mobil, konsumen akan mempertimbangkan faktor efisiensi bahan bakar dan keselamatan serta harga yang terjangkau. Desain atau penampilan mobil bukan faktor penentu. Bagi rata-rata pembeli mobil, bahan bakar dan keselamatan lebih penting ketimbang gaya. Mobil yang nyaman lebih penting ketimbang desainnya.
Firma riset pemasaran otomotif dan konsultan produk yang berorientasi masa depan, AutoPacific, pernah melakukan Studi Permintaan Atribut Masa Depan dengan mensurvei 90.000 pembeli mobil. Sekitar 50.000 orang di antaranya berencana membeli mobil baru lagi di masa mendatang.
Di dalam pertanyaan survei itu ada 100 pilihan berbeda yang diajukan. Sepuluh fitur teratas yang diinginkan orang adalah kursi berpemanas (66 persen), pemantauan titik buta (blind spot monitoring) yang termasuk fitur keselamatan (60 persen), sensor parkir depan belakang (55 persen), penggerak semua roda atau empat roda (54 persen), peringatan jalur kendaraan atau line keeping assist (54 persen), Apple CarPlay dan/atau Android Auto (53 persen), pengisian daya jok penumpang depan (52 persen), lampu aksen LED (52 persen), kursi berventilasi atau berpendingin (50 persen), dan memori kursi pengemudi (49 persen).
Sebuah riset yang dirilis lembaga McKinsey & Company pada Maret 2023 juga menyoroti pada hal yang sama. Selain masalah desain, baik interior maupun eksterior kendaraan, faktor fitur keselamatan yang dibenamkan oleh pabrikan menjadi salah satu faktor menentukan.
Baca juga: Lebih Boros dengan Mobil Listrik
Fitur keselamatan ADAS (advanced driver assistance system) yang bisa dipecah menjadi fitur-fitur kecil, seperti blind spot monitoring, line keeping assist, hingga adaptive cruise control, adalah fitur yang bisa menentukan produk kendaraan pilihan bagi generasi Z, sebutan bagi individu yang lahir tahun 1990-2010.
Selain itu, ketersediaan peranti multimedia, yang mendukung teknologi Apple CarPlay dan Android Auto, kini menjadi sebuah keharusan.
Riset itu juga memperlihatkan bahwa gen Z saat ini mulai berpikir untuk membeli kendaraan listrik guna mengurangi polusi atau pencemaran udara. Pilihannya kini bermacam-macam, ada yang masih setengah-setengah hingga ada yang listrik penuh, berbasis baterai (BEV atau battery electrified vehicle).
Daniel Gonzalez, COO Stellantis untuk Wilayah ASEAN, di sela-sela pembukaan GIIAS, pekan lalu, mengatakan, tren kendaraan listrik sudah mulai merambah Indonesia. Dia menilai, selain infrastruktur yang harus dipersiapkan, perubahan pola pikir bagi calon konsumen kendaraan listrik, khususnya berbasis baterai, akan terus terjadi.
Baca juga: Mengapa Mobil Korsel Mendadak Menyodok ke Depan?
Stellantis baru saja membawa kembali mobil asal Eropa, Citroen, kembali ke Indonesia. Setelah melakukan riset ulang terhadap pasar otomotif Indonesia selama beberapa tahun terakhir, Stellantis merilis All New C3 Aircross yang masih menggunakan bahan bakar fosil, dan varian baru New E-C3, mobil listrik berbasis baterai.
Salah satu yang membuat pabrikan yang menaungi 16 merek papan atas Eropa dan Amerika Serikat ini membawa New E-C3 ke pasar Indonesia adalah rencana pemerintah untuk mengadakan puluhan ribu stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
Di luar fitur-fitur yang disematkan, Citroen yang ”menghilang” dari pasar Indonesia lebih dari dua dekade menggunakan beberapa indikator untuk memasukkan jenis kendaraan ke negara ini, seperti masalah lalu lintas yang dihadapi, lebar jalan, hingga model transmisi yang cocok dengan situasi yang dihadapi para pengemudi di jalanan.
Terkait hal terakhir itu, Gonzales bercerita bahwa mereka mengubah transmisi otomatis hanya dalam waktu beberapa hari saja setelah awalnya berencana memajang mobil dengan transmisi manual. Masukan dari beberapa pihak sangat berharga. Midsize SUV, bertransmisi otomatis, multimedia yang sudah mendukung Apple CarPlay dan Android Auto, serta harga yang kompetitif adalah kumpulan dari hasil riset Stellantis bagi pasar otomotif Indonesia yang sedang bergairah, terutama bagi konsumen muda.
Stefan Hutahayan, komandan pengembangan produk Kelompok Indomobil sekaligus membawahi merek Audi, mengatakan bahwa pabrikan asal Jerman, Audi, masih menunggu respons pasar terhadap produk-produk kendaraan listrik yang sudah ada. Meski ada rencana untuk memasukkan produk kendaraan listrik Audi, paling cepat produk itu akan masuk ke Indonesia beberapa tahun lagi. Namun, kendaraan listrik Volkswagen (VW) yang juga bernaung di bawah Indomobil memiliki kans yang lebih besar untuk masuk ke pasar Indonesia lebih dulu dibanding Audi.