Saingi China, Pentagon Kembangkan Bahan Bakar untuk Rudal Jarak Jauh
Pentagon tengah menguji bahan bakar baru yang bisa mendorong daya jangkau rudal dan roket AS lebih jauh. AS tak ingin ketinggalan dalam pengembangan senjata dari China.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
Washington, Kamis — Mengantisipasi kemajuan teknologi peluru kendali China, Pentagon tengah mengembangkan teknologi persenjataan yang bisa menambah daya jangkau lebih jauh dari persenjataan China. Pentagon bekerja sama dengan industri teknologi persenjataan AS, kini mengembangkan teknologi bahan bakar yang mampu meningkatkan daya jelajah rudal dan roket milik AS hingga 20 persen.
Rencana itu mengemuka setelah Senat, pada pekan lalu, mengungkap adanya rencana pembuatan aturan yagn akan mengalokasikan anggaran setidaknya senilai 13 juta dolar AS untuk merencanakan, memperluas dan memproduksi senyawa kimia yang akan digunakan sebagai bahan bakar rudal serta roket, atau mengganti bahan peledak di hulu ledak.
Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat masih terus bernegosiasi seberapa besar pendanaan yang dibutuhkan untuk mengembangkannya. Tetapi, ada kesepakatan bersama antara Partai Demokrat dan Partai Republik bahwa pengembangan itu diperlukan untuk mengimbangi kemajuan teknologi persenjataan China.
Mike Gallagher, anggota Senat dari Partai Republik, Rabu (2/8/2023), mengatakan, luasan kawasan Indo-Pasifik dan besarnya Angkatan Laut China membuat AS membutuhkan lebih banyak rudal jelajah yang bisa mencapai target yang jauh.
“Sayangnya, Pentagon berpuas diri menggunakan energetik era 1940-a dan mengabaikan energetika canggih seperti CL-20 yang diperlukan untuk meningkatkan daya jangkau dan daya mematikan persenjataan kita,” kata Gallagher.
Dua sumber Reuters di Kongres dan dua pejabat AS yang menolak namanya diungkapkan, mengatakan bahwa Pentagon dan Kongres tengah menimbang-nimbang untuk membiayai pengembangan teknologi baru, retrofit propelan, yang lebih kuat sebagai bahan bakar pendorong rudal dan roket serta pengembangan hulu ledak yang lebih ringan. Negosiasi yang terjadi di Kongres adalah salah satu indikator pengembangan teknologi tersebut.
Bahan kimia CL-20
Salah satu yang akan dikembangkan lebih jauh adalah bahan kimia yang disebut sebagai CL-20 atau China Lake Compound #20. Dikembangkan oleh sebuah laboratorium milik pemerintah di California pada era perang dingin, tahun 1980-an, CL-20, menurut seorang pejabat pertahanan senior, senyawa kimia ini adalah senyawa kimia yang paling banyak dibahas pengembangannya. Kongres dikabarkan tertarik untuk membiayai studi lanjutan agar rudal dan roket milik AS menggunakan senyawa ini yang diyakini akan bisa meningkatkan daya jangkaunya hingga 20 persen.
Sebuah laporan penelitian yang dikeluarkan oleh Pusat Teknologi Energetika menyebutkan CL-20, selain bisa digunakan untuk memberikan daya dorong yang lebih jauh, juga bisa digunakan untuk bahan pengganti hulu ledak. Laporan itu juga menyebut penggunaan senyawa seberat 400 pon atau sekitar 181 kilogram akan memiliki daya rusak setara dengan bom yang memiliki berat 1000 pon atau sekitar 453,5 kg. Laporan itu juga menyebut bahwa China telah membuat senyawa sejenis CL-20 dalam skala industri dan menjadikannya sebagai bahan persenjataan.
Di AS, salah satu pembuat utama CL-20 adalah Northrop Grumman Corp dan Aerojet Rocketdyne. Pekan lalu, Aerojet Rocketdyne, baru saja diakusisi oleh perushaan teknologi persenjataan L3harris Technologies, yang memiliki kantor - salah satunya - di Melbourne, Australia.
Tom Karako, pakar senjata di Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) Washington, mengatakan, ini adalah investasi yang relatif sederhana, tapi sangat signifikan dan penting. Meski begitu, dia mengatakan, anggaran untuk menggunakan kembali senyawa kimia dalam sistem persenjataan milik AS bisa membengkak, bergantung pada jenis senjata dan jumlah persenjataan yang akan dimodifikasi atau dibeli.
RUU pertahanan tahunan versi DPR mengharuskan Pentagon untuk menjalankan program percontohan CL-20 sebagai pengganti bahan hulu ledak atau propelan di tiga persenjatan yang ada. DPR tidak menyatakan secara tegas persenjataan mana yang bisa atau boleh digunakan sebagai contoh. Akan tetapi, Bob Kavetsky dari Pusat Teknologi Energetika mengatakan kandidat untuk bahan kimia baru itu diantaranya adalah anti-kapal jarak jauh buatan Lockheed Martin dan rudal udara-ke-permukaan jarak jauh; rudal anti-kapal Harpoon buatan Boeing dan senjata anti-tank Javelin buatan Lockheed dan RTX.
Dokumen Pertahanan Selandia Baru
Pemerintah Selandia Baru berencana untuk menguraikan rencana pertahanannya, Jumat (4/8/2023). Dokumen pertahanan baru Negeri Kiwi, julukan bagi Selandia Baru, bersamaan dengan semakin meningkatnya ketegangan di kawasan karena persaingan AS dan China di Laut China Selatan.
Strategi Keamanan Nasional Selandia Baru yang disusun pemerintahan baru Perdana Menteri Chris Hipkins akan menguraikan strategi mengatasi masalah yang muncul, seperti disinformasi dan keamanan ekonomi, mendukung ketahanan di Pasiik serta memperkuat hubungan di kawasan Indo-Pasifik.
“Kita tidak bisa pasif, dan kita perlu terus berinvestasi,” kata Hipkins, dalam sebuah pernyataan, bulan lalu.
Pemerintah Partai Buruh Selandia Baru telah melakukan investasi yang signifikan untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya, seperti mengganti pesawat pengintai P-3 Orion yang telah digunakan pada era Vietnam dengan pesawat P-8 Poseidon, meningkatkan pesawat kargo C-130 Hercules, dan meningkatkan gaji tentara.
Akan tetapi, permasalahan yang dihadapi masih cukup besar. Tiga dari sembilan kapal Angkatan Laut Selandia Baru tetap menganggur karena kekurangan staf, dan rencana untuk membangun kapal yang cocok untuk berpatroli dalam kondisi keras di samudra bagian selatan ditangguhkan. Pemerintah juga harus memutuskan apa yang harus dilakukan terhadap fregat-fregat Angkatan Laut Selandia Baru yang sudah tua.
“Sebagai sebuah negara, kita harus membiasakan membelanjakan sedikit lebih banyak untuk keamanan dan pertahanan secara umum,” kata Robert Patman, Direktur Studi Internasional di Universitas Otago. Dia mengusulkan agar pemerintah memiliki perhatian yang lebih soal keamanan maritim.
Dalam catatannya, Selandia Baru memiliki zona eksklusif seluas empat juta kilometer persegi (1,54 juta mil persegi). Akan tetapi, dengan kemampuan AL yang masih tertinggal, pengamanan ZEE masih sangat minim. Apalagi persaingan memperebutkan sumber daya cenderung meningkat.
Menteri pertahanan Selandia Baru, Andrew Little, mengatakan Selandia Baru yang menghabiskan sekitar satu persen dari produk domestik brutonya untuk pertahanan, perlu melakukan investasi besar karena menghadapi beragam tantangan terbaru. (Reuters)