Koalisi baru yang terdiri atas 10 partai akan dipimpin Pheu Thai, partai peraih suara terbanyak kedua dalam pemilu. Mereka akan mengajukan calon PM baru.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
BANGKOK, RABU — Partai Bergerak Maju, pemenang pemilihan umum Thailand, disingkirkan oleh partai-partai anggota koalisi yang akan membentuk pemerintahan. Kini, Pheu Thai, partai peraih suara terbanyak kedua, akan memimpin koalisi 10 partai untuk mengajukan calon perdana menteri pada pemungutan suara di parlemen.
Pengumuman dipinggirkannya Partai Bergerak Maju (MFP) dari koalisi disampaikan Ketua Pheu Thai Chonlanan Srikaew, Rabu (2/8/2023). Kepada media, Chonlanan menyebut MFP keluar dari koalisi. ”Pembentukan pemerintahan baru tidak akan melibatkan MFP,” katanya.
Hubungan MFP dengan tujuh partai anggota koalisi menjadi renggang saat Ketua MFP Pita Limjaroenrat dua kali gagal dalam pemungutan suara memilih perdana menteri (PM) di parlemen. Pita dan koalisi hanya mendapatkan dukungan 324 suara, termasuk tambahan dari sekitar 13 senator yang duduk di di Parlemen. Untuk bisa menjabat PM, Pita harus mendapatkan minimal 375 suara.
Kurangnya dukungan salah satunya disebabkan oleh keinginan MFP untuk menghapus Undang-Undang Lesse Majeste atau Pasal 112 dalam Konstitusi Thailand. Ketidaksepakatan itu semakin kentara setelah dua kali percobaan Pita dan koalisi untuk memenangi pemungutan suara di parlemen gagal. Pheu Thai adalah salah satu partai yang mengubah sikapnya.
Chonlanan, dikutip dari laman The Nation Thailand, mengatakan, kegagalan Pita untuk memenangi kursi PM disebabkan MFP terlalu memaksakan amendemen, bahkan penghapusan UU Lesse Majeste. Dalam pandangannya, ini alasan utama sebagian besar senator dan partai menolak untuk memilih Pita.
Dia juga menyebut partai yang dipimpinnya telah melakukan semua yang bisa dilakukan untuk menyokong Pita. Akan tetapi, upaya itu dinilai sudah menemui jalan buntu. Pimpinan Pheu Thai juga disebut-sebut telah membatalkan beberapa kali pertemuan dengan pimpian MFP, yang dinilai sebagai tanda ketidakharmonisan partai koalisi.
”Oleh karena itu, Pheu Thai menarik diri dari koalisi dan mencari aliansi baru agar bisa membentuk pemerintahan,” kata Chonlanan.
Chonlanan membela keputusan partainya untuk mencari rekanan baru untuk bisa membentuk pemerintahan pada pemungutan suara pada Jumat (4/8/2023). Tindakan itu harus diambil karena beberapa pihak menyatakan tidak akan mendukung pemerintahan mana pun yang masih berkoalisi dengan MFP.
Kandidat utama Pheu Thai sebagai PM adalah Srettha Thavisin. Ia mengatakan, permasalahan UU Lesse Majeste telah menyandera pembentukan pemerintahan dan harus dikesampingkan. Menurut dia, yang harus diprioritaskan oleh para pengambil kebijakan adalah persoalan ekonomi, mata pencarian masyarakat, dan pemerintahan baru. ”Sangat penting amandemen UU Lesse Majeste ditangguhkan,” katanya, dikutip dari laman PBS Thailand.
Keputusan Pheu Thai untuk berpisah dari MFP memicu kemarahan dari para pendukung Pita. Mereka mendatangi kantor Pheu Thai, membakar patung yang berdiri tidak jauh dari pintu masuk, dan berteriak-teriak meluapkan kekecewaan terhadap sikap pimpinan Pheu Thai. ”Kalian mengkhianati rakyat,” teriak beberapa pengunjuk rasa.
Jiraporn Butsapakit, pengunjuk rasa berusia 75 tahun, mengatakan, semula dia berharap kedua partai bisa bekerja sama untuk membangun demokrasi yang lebih baik di Thailand. ”Saya sangat kecewa,” katanya.
Rangsiman Rome, anggota parlemen dari MFP, terkejut dengan keputusan Pheu Thai meninggalkan koalisi dan MFP. ”Saya pikir kami sudah menikah. Hari ini, ini seperti perceraian," kata Rangsiman yang berunjuk rasa di markas Pheu Thai.
Analis politik Thailand, Thitinan Pongsudhirak, mengatakan, saat Pita tidak mampu meraih dukungan maksimal untuk menjabat PM, keputusan Pheu Thai untuk membuang MFP sebenarnya hanya masalah waktu. ”Masalahnya sekarang apakah MFP masih akan mendukung calon PM dari Pheu Thai untuk meminggirkan Senat,” kata Thitinan.
Sekretaris Jenderal MFP Chaitawat Tulanon menyatakan, mereka akan mencoba untuk mendorong kebijakannya meski dari bangku oposisi. ”Kami akan melakukan yang terbaik untuk mengembalikan politik Thailand ke demokrasi sejati, sebuah sistem di mana suara rakyat sangat penting,” katanya kepada wartawan.
Koalisi baru
Sejak dipastikan menyingkirkan MFP dari koalisi, Pheu Thau harus bisa mengisi 151 suara yang berasal dari perolehan suara MFP saat pemilu dengan yang baru. Menurut laporan Bangkok Post, Pheu Thai sudah bergerak mendekati beberapa partai yang dulu berseberangan dengan mereka dan siap untuk mengumumkan koalisi baru.
Koalisi ini terdiri atas 10 partai, termasuk empat partai lama yang sebelumnya tergabung dengan koalisi partai oposisi, yakni Partai Prachachat, Pheu Thai Ruam Palang, Seri Ruam Thai, dan Plung Sungkom Mai. Lima partai baru adalah Bhumjaithai, Partai Palang Pracharath, Partai Demokrat, Partai Chartthaipattana, dan Partai Chartpattanakla.
Bergabungnya Partai Bhumjaithai tidak aneh karena sejak awal partai ini menyatakan tidak akan mendukung pemimpin pemerintahan yang ingin mengubah atau menghapus UU Lesse Majeste. Akan tetapi, Ketua Partai Bhumjaithai Anutin Charnvirakul, menurut laporan The Nation Thailand, mengaku belum dihubungi oleh pimpinan Pheu Thai. ”Pertama-tama kita harus menunggu dan melihat apakah Pheu Thai akan mengundang kita untuk bergabung dengan koalisi atau tidak. Sejauh ini, belum ada sinyal dari Pheu Thai,” katanya.
Meski begitu, mantan menteri kesehatan ini mengakui dirinya pernah bertemu dengan beberapa politisi Pheu Thai dan menyatakan tidak akan mendukung koalisi yang berupaya mengubah Pasal 112, pemerintahan minoritas, atau koalisi yang bermitra dengan MFP.
Bhumjaithai memberikan syarat pada Pheu Thai bahwa jika ingin mendapatkan dukungan, Pheu Thai harus mengumumkan secara resmi tidak akan melakukan apa pun untuk mengubah atau menghapus Pasal 112. Tuntutan lainnya adalah mengumumkan secara resmi mitra koalisinya.
Selain Bhumjaithai, partai lain yang terlihat mencolok dalam koalisi baru itu adalah Partai Palang Pracharath yang dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Thailand Prawit Wongsuwon. Sejauh ini belum ada komentar dari Prawit atau pimpinan partai terkait koalisi 10 partai baru. (AP/AFP/Reuters)