Arab Saudi Gandeng Indonesia Untuk Damaikan Ukraina
Forum di Jeddah diharapkan mengupayakan penghentian serangan Rusia, pengaktifan lagi koridor ekspor pangan Ukraina, dan pengembalian wilayah Ukraina
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Arab Saudi mengundang Indonesia dan sejumlah negara mencari solusi damai untuk perang Ukraina. Perwakilan Arab Saudi, Indonesia, dan sejumlah negara akan bertemu di Jeddah pada Agustus 2023. Rusia tidak diundang dalam pertemuan itu.
Inisiatif Riyadh itu diungkap The Wall Street Journal pada Minggu (30/7/2023) dini hari WIB. Bersama hingga 30 negara lain, Indonesia diajak Arab Saudi mencari cara mendamaikan Ukraina dengan Rusia. Sejumlah diplomat Indonesia yang menolak identitasnya membenarkan undangan itu. Namun, karena tidak berwenang memberi keterangan, mereka tidak bisa menjelaskan lebih lanjut soal forum tersebut.
Sejauh ini, Arab Saudi salah satu negara yang relatif sukses menengahi Rusia-Ukraina. Riyadh mengatur pertukaran tahanan Kyiv-Moskwa beberapa waktu lalu. Kyiv-Moskwa menyepakati pengembalian anak-anak Ukraina dari Rusia dengan perantaraan Arab Saudi. Riyadh bisa menjaga kedekatan dengan Moskwa sekaligus terus membantu Kyiv.
Dalam laporan Financial Times, Reuters, dan Associated Press diindikasikan, Rusia tidak diundang dalam forum itu. Pertemuan itu diindikasikan akan sangat teknis. Sebab, undangan ditujukan untuk pejabat dengan kedudukan paling tinggi setara direktur jenderal. Dalam berbagai forum diplomatik, pertemuan dengan peserta demikian lazimnya tertutup dan membahas perincian teknis.
Pengajar Universitas Airlangga, Radityo Dharmaputra, menyebut inisiatif Arab Saudi bagus karena melibatkan banyak negara menengah. Forum itu juga melibatkan banyak negara selatan. “Hal yang jelas (forum itu) harus melibatkan Ukraina,” kata Koordinator Program Kajian Kekuatan Menengah pada Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) itu.
Keputusan Riyadh tidak mengundang Moskwa ke Jeddah, menurutnya, tepat untuk saat ini. Arab Saudi dan negara menengah lain perlu terlebih dulu menyatukan sikap soal perang Ukraina. Undangan kepada Rusia dapat diberikan setelah forum di Jeddah.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan, sejauh ini ada 30 usulan perdamaian diterima Rusia dari berbagai pihak. "Kami berterima kasih kepada berbagai pihak. Ada banyak inisiatif. Sebagian disampaikan secara terbuka, ada juga yang disampaikan lewat saluran tertutup," ujarnya sebagaimana dikutip TASS.
Ekspor Pangan
Forum di Jeddah diungkap beberapa hari setelah Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat Jake Sullivan ke Arab Saudi. Dalam lawatan pada Kamis itu, tidak diungkap soal rencana forum soal Ukraina.
Radityo berharap, forum itu paling tidak mengupayakan tiga hal. Pertama, penghentian serangan Rusia terhadap Ukraina. Kedua, pengembalian wilayah Ukraina yang diduduki Rusia. Ketiga, pengaktifan lagi koridor ekspor pangan Ukraina.
Saat memimpin Doa Malaikat Tuhan pada Minggu di Vatikan, Paus Fransiskus juga menyinggung soal ekspor pangan itu. “Saya memohon kepada saudaraku, pihak berwenang Federasi Rusia, agar Inisiatif Laut Hitam dilanjutkan dan biji-bijian dikirimkan dengan aman,” ujarnya sebagaimana dilaporkan Vatican News.
Paus mengingatkan, biji-bijian itu adalah berkah Tuhan bagi manusia. Perang yang mengancam bahan itu adalah pelanggaran serius pada perintah Tuhan. “Tangisan jutaan saudara dan saudari yang kelaparan terdengar di surga,” kata pemimpin tertinggi umat Katolik itu.
Rusia mundur secara sepihak dari kesepakatan itu mulai 17 Juli 2023. Moskwa berkilah, hak-hak Rusia dalam kesepakatan itu tidak kunjung dipenuhi. Hak itu adalah pemulihan akses sebagian bank Rusia pada sistem pengolah transaksi internasional, SWIFT. Mokswa juga meminta eskpor pupuk dan bahan pangannya dikeluarkan dari daftar sanksi.
Sejak Rusia memutuskan itu, sejumlah pihak mendesak pemulihan Kesepakatan Laut Hitam. Dalam pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di St Petersburg pekan lalu, sejumlah pemimpin Afrika membawa pesan senada. Perserikatan Bangsa-bangsa juga meminta Rusia kembali ke kesepakatan itu.
Tanpa keterlibatan Rusia, ekspor bahan pangan dari Ukraina tidak aman. Apalagi, Moskswa mengancam menembak kapal-kapal pengangkut ekspor pangan Ukraina yang melewati Laut Hitam. Rusia menyebut, kapal-kapal itu akan diperlakukan sebagai sasaran militer.
Perkembangan Perang
Sejak keluar dari kesepakatan itu, Rusia sudah berulang kali menyerang pelabuhan di Odessa. Serangan ke pintu keluar utama ekspor pangan Ukraina itu menghancurkan puluhan ribu ton hasil panen.
Media Ukraina, Pravda dan Kyiv Independent, melaporkan serangan Rusia pada Minggu dini hari tidak hanya menyasar Odessa. Serangan juga dilaporkan di Sumy dan Kharkiv di timur, hingga Kherson di selatan.
Serangan di Sumy menewaskan seorang warga dan melukai 20 lain. Sementara di Kherson, seorang perempuan paruh baya cedera. Di Zaporizhia juga dilaporkan ada seorang warga tewas dan seorang lain cedera akibat serangan Rusia. Sementara korban akibat serangan di Kharkiv dan Dnipropetrovsk belum dilaporkan.
Sementara itu di Mokswa, kompleks perkantoran tempat sejumlah kementerian Rusia jadi sasaran pesawat nirawak berpeledak. Di gedung itu ada unit yang dibawahkan Kementerian Pembangunan Ekonomi, Kementerian Perdagangan dan Industri, serta Kementerian Pengembangan Digital. Sejumlah lembaga federal Rusia juga dilaporkan berkantor di gedung itu. Serangan itu membuat dokumen berbagai kementerian itu berserakan di jalan. Warganet Rusia membagikan foto dokumen-dokumen itu sejumlah platform media sosial.
Wali Kota Moskwa Sergei Sobyanin menyebut, tidak ada kerusakan serius akibat serangan itu. Padahal, foto dan video menunjukkan setidaknya dua lantai gedung itu rusak. (AFP/AP/REUTERS)