Mantan Menlu China Diduga Jadi Korban Sarkasme Biden
Di China, harus ada yang dipersalahkan walau ketidakmampuan mengantisipasi ucapan Joe Biden terhadap Xi Jinping itu merupakan kesalahan kolektif. Mantan Menlu Qin Gang dianggap tak memiliki kompetensi soal diplomasi.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·5 menit baca
Diplomasi antarnegara memang unik. Diplomasi kategori ini tidak serupa dengan relasi pribadi. Apa yang terucap secara pribadi, tidak menjadi jaminan. Apalagi jika hal itu menyangkut relasi antarnegara. Qin Gang, Menteri Luar Negeri China yang hanya menjabat kurang dari tujuh bulan, diduga menjadi korban dari judgment-nya yang salah tentang Amerika Serikat.
Ia menerima kunjungan Menlu AS Antony Blinken, yang duluan dijajaki lewat upaya Qin. Diduga, berkat perannya sebagai Duta Besar China untuk AS mulai Juli 2021, ia menjalani komunikasi rutin dengan Blinken. Dari situ Qin meyakini kunjungan Blinken akan menjadi pembuka relasi yang baik.
Ternyata, hanya berselang sehari setelah Blinken berkunjung dan bertemu Presiden China Xi Jinping di Beijing, suasana positif berubah drastis akibat ucapan Presiden AS Joe Biden yang mendadak menuding Presiden Xi Jinping sebagai diktator.
Kesalahan penilaian Qin tentang AS diduga telah menyebabkan Presiden Xi memecatnya dari jabatan menlu. Sebenarnya, yang salah bukan hanya Qin. Dunia pun kecele dengan harapan akan ada perbaikan besar dalam relasi AS-China. Terbukti, sejauh ini tidak ada perbaikan dalam relasi AS-China dan diperkirakan tidak juga akan membaik ke depan.
Pihak China sendiri pun telah salah menduga tentang AS. Jack Ma, pengusaha China yang kondang, pernah menjadi jembatan antara Presiden Donald Trump dan Presiden Xi dari sisi bisnis. Namun, upaya Jack Ma ini gagal total. Trump menembaki China dengan tarif dan rentetan sanksi ekonomi AS atas China. Hingga Jack Ma pernah menyatakan, ”Ada sesuatu yang tersembunyi di balik relasi AS dan solusinya butuh waktu lebih 20 tahun untuk mengatasinya.”
Jack Ma sepertinya punya insting diplomasi yang lebih kuat. Sama seperti pernyataan pakar politik Universitas Chicago, John Mearsheimer, berulang kali bahwa kebangkitan China tidak akan berjalan dalam situasi damai. Penyataan Mearsheimer ini didasarkan pada fakta empiris, di mana kekuatan lama (AS) tidak rela dengan bangkitnya kekuatan baru (China). Gangguan pada relasi bilateral di antara kekuatan geopolitik dunia, salah satu karena kecemburuan, akan selalu terjadi.
Euforia yang keliru
Qin, pejabat karier di Kementerian Luar Negeri China dan menjadi Menlu China pada Desember 2022, tampaknya tidak benar-benar bisa mendalami seluk-beluk diplomasi. Sekali lagi, adalah Qin, sebagai batu loncatan pertama kunjungan Blinken ke Beijing pada 18 Juni 2023. Ini kunjungan pertama menlu AS ke China sejak 2018.
Kebekuan relasi AS-China menjadi-jadi akhir-akhir ini hingga kontak militer yang paling penting juga sedang mandek, khas pertarungan dua kekuatan geopolitik terbesar dunia secara historis. AS dan China lewat Qin mencoba menjajaki perbaikan relasi. Jadilah Blinken berkunjung ke Beijing.
Blinken disambut Qin pada tahap pertama, lalu dilanjutkan dengan pertemuan Blinken dengan Wang Yi, mantan Menlu China yang menjabat Direktur Komisi Pusat Kebijakan Luar Negeri Partai Komunis China (PKC). Hal ini berlanjut dengan pertemuan antara Blinken dan Presiden Xi pada hari yang sama di Beijing.
Pertemuan itu terkesan berlangsung baik dan dunia ikut senang. Usai kunjungan tersebut, media China mencuatkan euforia. Liputan besar-besaran disajikan terkait kunjungan Blinken. Pada 19 Juni 2023, The Global Times, corong pemerintah yang berafiliasi dengan People’s Daily, di halaman pertama menyebut pertemuan Qin dan Blinken sebagai sebuah sukses besar.
Hari berikutnya, 20 Juni 2023, harian Cankao Xiaoxi, milik kantor berita Xinhua, menyajikan foto besar tentang aksi salaman tangan Blinken dengan Presiden Xi di halaman depan. Liputan besar media China ini sekaligus menyebutkan pertemuan yang dianggap sukses tersebut tidak lepas dari kontribusi Qin.
Mendadak, Biden menyebutkan bahwa Presiden Xi adalah seorang diktator. Pernyataan yang disampaikan Biden, Selasa, 20 Juni 2023, sangat mengagetkan.
Mendadak, Biden menyebutkan bahwa Presiden Xi adalah seorang diktator. Pernyataan yang disampaikan pada Selasa, 20 Juni 2023, sangat mengagetkan.
Hanya saja, bagi sebagian kalangan, ucapan Biden itu muncul terkait perlakuan China saat Blinken berkunjung. Ia harus menunggu kepastian jadwal untuk bertemu Xi. Hal ini dianggap sebagai simbol kelemahan AS di hadapan China. Media AS menganggap China telah mempermalukan AS lewat Blinken yang harus menunggu kepastian pertemuan berjam-jam.
Persoalan lain adalah penerjemahan format pertemuan rombongan Blinken dengan Xi. Format pertemuan berbentuk U, di mana tim Blinken berhadapan dengan tim Qing Gang, yang juga disertai Wang Yi. Format pertemuan ini dipersepsikan seakan Blinken hanya mirip wakil negara bagian dan sedang mendengar ”kuliah” dari Presiden Xi.
Qin dikorbankan
Apa pun alasan di balik julukan ”diktator” dari Biden tentang Xi, pihak China sangat kaget. Bagi China, julukan diktator seharusnya tidak muncul di saat relasi sedang memburuk. Kementerian Luar Negeri China, yang dipimpin Qin, seharusnya bisa mengendalikan hal buruk, termasuk mencegah ucapan Biden itu.
Dubes China untuk AS Xie Feng pada 22 Juli 2023 memprotes Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri AS atas ucapan Biden tersebut. Para petinggi China sangat gelisah dengan ucapan Biden. Kementerian Luar Negeri China juga dianggap tidak memberi respons tepat untuk memulihkan rasa dipermalukan dengan ucapan Biden.
Di dalam China, harus ada yang dipersalahkan walau tidak ada yang seharusnya dipersalahkan karena ini merupakan kesalahan kolektif. Disebut kesalahan kolektif, sebab sama-sama mengira Blinken akan membawa perdamaian sejati. Namun, di dalam China harus ada yang dipersalahkan dan sasarannya adalah Qing. Dialah adalah kontak pertama Blinken sebelum pertemuan Blinken dengan Wang Yi dan Presiden Xi pada 18-19 Juni 2023.
Qin dianggap tak memiliki kompetensi soal diplomasi. Ia dijuluki sebagai menlu yang tidak memiliki pemahaman dalam tentang AS. Ia bisa dikatakan mudah percaya dengan Blinken sebelum pertemuan pada 18 Juli 2023. Maka, jadilah Qin dipecat sebagai menlu pada 25 Juli 2023.
Dugaan tersandung skandal
Ada dugaan lain yang menyebutkan bahwa Qin dipecat karena alasan skandal. Ada tudingan Qin terkena skandal di luar pernikahan. Isu lain menyebutkan, Qin diduga terlibat korupsi. Saat berita pemecatannya muncul resmi, Partai Komunis China sedang mengamendemen undang-undang antikorupsi.
Namun, jika kasusnya adalah tentang skandal di luar nikah dan kasus suap, hal itu sudah pasti bisa diketahui sebelum pengangkatannya sebagai menlu pada Desember 2022. Penyelidikan tentang figur calon pejabat di China sangat saksama, melebihi keketatan penilaian yang dilakukan negara lain.
Fakta lain, ia dipecat pada 25 Juli. Namun, sebelum itu ia sudah menghilang dari publik, yakni sejak 25 Juni, hanya beberapa hari setelah ucapan Biden.
Namun, apa pun penyebab Qin dipecat, kemungkinan akan tetap menjadi rahasia. Namun, kasus diplomasinya dengan AS, entah itu alasan akurat atau tidak di balik pemecatannya, hal ini menjadi pelajaran penting.
Dalam diplomasi, sulit menjamin kata yang terucap dengan tindakan dalam kenyataan. Kesan AS yang berniat rujuk dengan China lewat kunjungan Blinken dan diyakini banyak pihak di dunia sebagai terobosan signifikan mendadak bisa membuat semua pihak kecele sekaligus. (REUTERS/AP/AFP)