Semua pihak berkepentingan menjaga Asia Timur tetap damai dan aman. Di kawasan itu, aliansi militer era perang dingin kembali menguat
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
KCNA/YONHAP
Dalam foto yang disiarkan kantor berita Korea Utara, KCNA, ini Menteri Pertahanan Korea Utara Kang Sun-nam menyambut Menhan Rusia Sergei Shoigu, Selasa (25/7/2023) di Pyongyang. .
PYONGYANG, RABU-Koalisi militer yang terbentuk selama perang dingin kembali menguat di Semenanjung Korea dan Asia Timur. Penguatan koalisi itu meningkatkan potensi perang di kawasan yang penting bagi Indonesia tersebut.
Tanda penguatan ditunjukkan dalam lawatan delegasi China dan Rusia ke Korea Utara. Dipimpin Menteri Pertahanan Sergei Shoigu, delegasi Rusia tiba pada Selasa (25/7/2023) malam di Pyongyang. Mereka akan di sana sampai Kamis pekan ini.
Sebelum rombongan Rusia, wakil ketua parlemen China Li Hongzhong tiba lebih dulu di Pyongyang. Beijing menyebut delegasi pimpinan Li sebagai wakil negara dan partai. Sementara Moskwa hanya menyebut delegasi Shoigu sebagai perwakilan negara.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan, China dan Korut rutin saling berkunjung. Lawatan dilakukan oleh pejabat partai dan negara. “Kami yakin kunjungan ini akan semakin berdampak pada upaya stabilitas dan perdamaian kawasan,” kata dia.
Lawatan itu terjadi beberapa hari setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Joe Blinken menyampaikan peringatan soal Korut. Blinken menyebut, AS siap kembali berunding soal program nuklir dan persenjataan Korut. Walakin, Washington hanya mau mulai berunding jika Pyongyang tidak mengajukan syarat apa pun sebelum pembicaraan dimulai.
Ia juga mengaku telah memperingatkan China soal Korut. “Kami yakin anda (China) punya pengaruh unik dan kami harap anda menggunakannya untuk kerja sama lebih baik dengan Korea Utara. Akan tetapi, jika anda tidak mau atau tidak bisa, maka kami bertindak yang tidak secara langsung ke China walau mungkin China tidak menyukai itu,” tuturnya.
Tindakan itu adalah penguatan kerja sama pertahanan AS dengan Jepang dan Korsel. Di kedua negara, AS telah puluhan tahun menempatkan setidaknya 80.000 tentara dan aneka persenjataan. Kapal induk, aneka jenis kapal perang, beragam jet tempur, dan berbagai pesawat serta helikopter militer AS ditempatkan di Korsel dan Jepang.
Peringatan Perang
Rombongan Beijing dan Moskwa sama-sama akan menghadiri peringatan 70 tahun gencatan senjata Korea Selatan dan Korea Utara. Secara teknis, Korsel dan Korut memang masih berperang. Baku tembak hanya dihentikan oleh perjanjian gencatan senjata pada 1953 atau 70 tahun lalu. Dalam pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia, Perang Korea 1950-1953 disebut sebagai Perang Pembebasan Tanah Air.
KCNA/YONHAP
Dalam foto yang disiarkan kantor berita Korea Utara, KCNA, ini Menteri Pertahanan Korea Utara Kang Sun-nam (kedua dari kiri) menyambut Menhan Rusia Sergei Shoigu, Selasa (25/7/2023) di Pyongyang.
Dalam perang itu, Beijing-Moskwa bersekutu dengan Pyongyang. Sementara Korea Selatan dibantu oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Kini, aliansi militer itu kembali menunjukkan kedekatan.
Dalam pertemuan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) d Lithuania pekan lalu, pemimpin Jepang dan Korsel hadir. Akan tetapi, pertemuan itu gagal menyepakati rencana pembukaan kantor penghubung NATO di Tokyo.
NATO dan Jepang hanya menyepakati program kemitraan khusus (ITPP). Program sejenis telah disepakati NATO dengan Australia. Sementara dengan Korsel dan Selandia Baru, NATO masih merundingkan ITPP.
Dalam ITPP NATO-Jepang, setidaknya ada 16 bidang kerja sama. Tujuan utamanya adalah meningkatkan saling sokong operasi. Dengan kebijakan itu, Jepang akan menstandarkan peralatan perangnya sesuai ketentuan NATO. Dengan demikian, persenjataan NATO bisa dipelihara dan digunakan Jepang atau sebaliknya.
Kerja sama itu praktis membuat NATO punya pangkalan di Asia Timur. Sebab, Jepang dan nanti Korsel bisa menyediakan perawatan dan perbekalan ulang armada NATO yang beroperasi di Asia Timur. ITPP akan mempeluas fungsi pangkalan AS di Korsel-Jepang.
Dosen pada China University of Political Science and Law, Han Xiandong, menuding AS dan sekutunya memanasi keadaan di kawasan. “AS ini aneh. Mereka mengompori ketegangan, lalu meminta China meredakan ketegangan di kawasan. Sangat konyol, sombong, dan tidak masuk akal,” kata dia sebagaimana dikutip Global Times.
Peneliti pada Chinese Academy of Social Sciences Wang Junsheng mengatakan, bayang-bayang konflik di Eropa dibawa AS dan sekutunya ke Asia. Peningkatan pasukan dan persenjataan AS jelas bukti provokasi di kawasan.
COURTESY JOSH ROSALES/U.S. AIR FORCE/HANDOUT VIA REUTERS
Jet Tempur F-35a Lightning II AS yang bertugas di Pangkalan Udara Hill, Utah bergabung dengan dua F-16 Fighting Falcons Amerika Serikat yang ditugaskan di Pangkalan Udara Kunsan, Korea Selatan. Ketiga pesawat terbang di atas kota Gunsan, di Korea Selatan pada 1 Desember 2017.
Padahal, semua pihak berkepentingan menjaga Asia Timur tetap damai dan aman. Bukan hanya negara di kawasan yang berkepentingan pada keamanan dan kestabilan Asia Timur. Negara jauh seperti Indonesia juga berkepentingan pada kestabilan dan keamanan kawasan itu.
Bagi Indonesia, Asia Timur penting karena menjadi tujuan dan tempat transit ekspor utama. China, Jepang, dan Korsel menjadi mitra ekonomi utama Indonesia. Aneka produk Indonesia transit lewat kawasan itu sebelum pengirimannya diteruskan ke kawasan lain. (AFP/REUTER)