Ketersediaan Pangan Dunia Terancam
Langkah Rusia mundur dari inisiatif biji-bijian Laut Hitam berpotensi menaikkan harga pangan dunia, seperti gandum dan jagung. Indonesia perlu mengantisipasi kondisi ini.
JAKARTA, KOMPAS - Keputusan Rusia menarik partisipasinya dalam inisiatif biji-bijian Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiative mengguncang pasar komoditas pangan dunia karena memicu kenaikan harga. Indonesia perlu mewaspadai dampaknya pada kenaikan harga komoditas utama yang didistribusikan lewat inisiatif tersebut, yakni jagung, gandum, dan bunga matahari.
Sejak pertengahan 2022, Black Sea Grain Initiative berperan penting dalam meredam laju kenaikan harga komoditas pangan dunia yang memanas akibat perang Rusia-Ukraina. Kedua negara yang berkonflik itu merupakan pemain penting dalam pasar ekspor pangan dunia. Namun, setelah beberapa kali diperpanjang, pada 17 Juli 2023, Rusia menarik keterlibatannya dalam inisiatif tersebut. Ini karena, menurut Rusia, ekspor biji-bijian Ukraina tidak banyak dinikmati negara-negara miskin.
Baca juga : Rusia Hancurkan 60.000 Ton Ekspor Pangan Ukraina
Sejak negosiasi Black Sea Grain Initiative mencapai kata sepakat pada Juli 2022, sebanyak 32,8 juta ton produk biji-bijian Ukraina telah mencapai pasar internasional. Data Black Sea Grain Initiative Joint Coordination Centre, Senin (24/7/2023), menunjukkan, produk biji-bijian yang diekspor Ukraina itu, sebanyak 16,89 juta ton di antaranya merupakan jagung. Gandum menempati posisi kedua dengan 8,91 juta ton. Volume ekspor minyak biji bunga matahari dan minyak bunga matahari berada di posisi berikutnya, masing-masing 1,85 juta ton dan 1,65 juta ton.
Dikutip dari laman BBC, data Pusat Koordinasi Bersama PBB menyebut sebanyak 57 persen bahan makanan yang diekspor dari Ukraina selama satu tahun terakhir itu dikirim ke negara-negara berkembang. Sisanya, 43 persen, dikirim ke negara-negara maju. Penerima terbesar adalah China, Spanyol, Turki, dan Italia. Data lain menyebut, PBB mencatat sebanyak 725.000 ton biji-bijian dari Ukraina dikirim ke Afghanistan, Djibouti, Etiopia, Kenya, Somalia, Sudan, dan Yaman melalui Program Pangan Dunia (WFP).
Saat ini sejatinya harga pangan dunia tengah melandai. Rata-rata indeks harga pangan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) pada Juni 2023 senilai 122,3 poin atau menurun 1,4 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Angka ini lebih rendah 20,94 persen dibandingkan posisi Juni 2022 dan terjun 23,4 persen dari puncak rata-rata indeks harga pangan pada Maret 2022.
Namun, penarikan diri Rusia dan serangan atas gudang biji-bijian Ukraina akan berdampak serius pada dunia. Duta Besar Mozambik untuk PBB Pedro Afonso menyebut tindakan Rusia akan memberi tekanan lebih besar pada sosio-ekonomi global yang sudah tertekan oleh konflik, perubahan iklim, dan hilangnya kepercayaan pada solusi multilateral.
Indonesia
Dosen Ekonomi Internasional Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Esther Sri Astuti, memperkirakan, tidak berlanjutnya partisipasi Rusia dalam inisiatif biji-bijian Laut Hitam akan menimbulkan inflasi pangan dunia. Indeks pangan FAO kemungkinan akan naik. ”Apalagi, pasokan pangan dunia tengah tergerus akibat ancaman gagal panen yang disebabkan El Nino. Ketika permintaan tetap, sedangkan pasokan menurun, harga akan naik,” ujarnya saat dihubungi, Senin.
Ada sejumlah komoditas pangan yang dapat berdampak pada Indonesia. Mengutip data yang dihimpun Bloomberg, harga jagung di bursa pada 16 Juli 2023 senilai 506 dollar AS per gantang, sedangkan per Senin (24/7/2023) sebesar 550,5 dollar AS per gantang. Di Indonesia, panel harga Badan Pangan Nasional (NFA) menunjukkan, harga jagung pada Senin (24/7/2023) adalah Rp 6.330 per kilogram (kg) atau naik 0,48 persen dibandingkan pekan lalu.
Selain jagung, Bloomberg juga mencatat kenaikan harga pada bursa gandum dari 653,75 dollar AS per gantang pada 16 Juli 2023 menjadi 738,75 dollar AS per gantang pada 24 Juli. Gandum merupakan bahan baku bagi industri tepung dalam negeri. Adapun di tingkat pedagang eceran di Tanah Air, NFA mencatat, harga tepung terigu curah sebesar Rp 11.100 per kg pada 24 Juli atau naik 0,36 persen dibandingkan pekan sebelumnya.
Karena merupakan negara importir gandum, Esther menilai, Indonesia perlu mencari beragam sumber alternatif agar harga bahan baku industri penggunanya tidak naik secara signifikan. Kenaikan harga gandum dunia dapat merambat pada produk-produk turunan, seperti kue dan roti, yang dibeli oleh masyarakat.
Martin Griffiths, Koordinator Masalah Kemanusiaan dan Bantuan Kedaruratan PBB, saat berbicara di depan Dewan Keamanan PBB, pekan lalu, mengatakan, kenaikan harga biji-bijian dan pasokan gandum atau bahkan terhentinya pasokan berpotensi membawa bencana kemanusiaan. Saat ini, 362 juta orang di 69 negara membutuhkan bantuan pangan yang mendesak. Diperkirakan, lebih dari 50 juta orang di seluruh Somalia, Kenya, Etiopia, dan Sudan Selatan saat ini membutuhkan bantuan makanan karena hujan yang gagal selama bertahun-tahun.
”Potensi kematian akibat keputusan ini meningkat,” kata Griffiths. Situasi saat ini makin berat karena Rusia juga menyerang fasilitas penyimpanan dan ekspor gandum serta produk biji-bijian Ukraina di Odesa dan terbaru di Sungai Danube. Serangan itu turut memicu kenaikan harga gandum dan menambah tekanan pada pasokan bahan pangan di pasar global.
Pangan sebagai senjata
Pemimpin umat Katolik dunia, Paus Fransiskus, telah mengingatkan agar bahan pangan tidak boleh digunakan sebagai senjata dalam perang. Para pihak yang terlibat dalam produksi, pemrosesan, hingga distribusi bahan pangan tidak boleh menyandera bahan makanan yang dibutuhkan oleh warga dunia.
Paus Fransiskus, dikutip dari laman Vaticannews, mengatakan, para pihak yang terlibat dalam rantai produksi hingga distribusi adalah menyajikan kebaikan Tuhan. Mereka, kata Paus, tidak bisa mengubah kebaikan menjadi senjata. ”Misalnya, dengan membatasi distribusi pangan ke populasi yang sedang berkonflik, atau mengubahnya menjadi mekanisme spekulasi, memanipulasi harga dan pemasaran produk untuk tujuan memperoleh keuntungan yang lebih besar,” kata Paus Fransiskus.
Serangan Rusia
Rusia melancarkan serangan baru terhadap berbagai fasilitas penyimpanan dan ekspor gandum serta produk biji-bijian Ukraina di Sungai Danube sepanjang Minggu (23/7/2023) malam hingga Senin (24/7/2023) dini hari waktu setempat. Serangan terhadap jalur pengiriman alternatif gandum Ukraina ke pasar global, telah mengakibatkan kenaikan harga gandum dan produk biji-bijian dunia dan menambah tekanan terhadap kesediaan bahan pangan di pasar global.
Baca juga : Disrupsi Pangan dan Energi Global Menguji Ketahanan Dunia
Informasi mengenai serangan terbaru militer Rusia terhadap fasilitas penyimpanan dan pengiriman itu disampaikan Gubernur Wilayah Odesa Oleh Kiper. Dalam wawancara dengan stasiun televisi Ukraina, Kiper mengatakan, serangan itu membuat mereka tidak bisa mengekspor gandum dan produk biji-bijian ke pasar dunia. “Rusia berusaha memblokir sepenuhnya ekspor biji-bijian kami dan membuat dunia kelaparan,” kata Kiper.
Militer Ukraina menyebut serangan militer Rusia Minggu malam itu menggunakan pesawat nirawak (UAV) Shahed-136 milik Iran. “Serangan empat jam oleh drone Shahed-136 diarahkan ke infrastruktur pelabuhan Danube di Odesa. Akibatnya, hanggar biji-bijian hancur, tangki untuk menyimpan jenis kargo lain juga mengalami kerusakan,” kata militer Ukraina.
Infrastruktur ekspor di Sungai Danube adalah jalur alternatif yang digunakan Kyiv untuk mengirimkan produk gandum dan biji-bijian para petani Ukraina ke pasar global, selain kota pelabuhan di Laut Hitam, Odessa. Dikutip dari laman Bloomberg, runtuhnya kesepakatan Black Sea Grain Initiative pekan lalu membuat Kyiv diperkirakan akan mengandalkan rute ekspor alternatif via Danube sebagai jalan keluar produk pertanian mereka.
Volume hasil panen yang diangkut sepanjang sungai pun telah mengindikasikan peningkatan, yang mencapai 2,2 juta ton pada Mei, naik hampir 900.000 ton dibandingkan pengiriman akhir tahun lalu. Pengiriman tersebut bahkan menyalip ekspor melalui koridor Laut Hitam pada bulan Mei karena proses pemeriksaan yang memperlambat keberangkatan kapal.
Serangan terbaru pada fasilitas penyimpanan dan ekspor gandum Ukraina telah mendorong kenaikan harga komoditas ini di pasar. Harga gandum di Chicago langsung naik 6,9 persen, setelah mengalami kenaikan sebanyak lima persen pekan lalu, tak lama setelah Odessa diserang.
Baca juga : Lingkaran Setan Perang Mengancam Anak-anak Afrika
“Pelabuhan ini adalah harapan terbesar bagi Ukraina untuk mengekspor biji-bijian dan minyak biji-bijiannya. Kami yakin Ukraina dapat mengekspor hingga 2,5 juta ton biji-bijian dan minyak per bulan melalui pelabuhan-pelabuhan ini. Tetapi saat ini tidak jelas berapa banyak kerusakan yang terjadi dan apakah Rusia akan sering melakukan serangan di masa depan,”kata analis Rabobank Carlos Mera.
Kritik Tajam
Serangan militer Rusia terhadap fasilitas penyimpanan dan ekspor gandum Ukraina telah mendapat kritikan tajam, baik dari negara-negara pesaingnya dan juga Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tindakan itu dinilai mengancam kembali ketersediaan pangan global dan peluang naiknya angka kematian menjadi semakin terbuka.
Baca juga : “Melerai” Duet Mematikan: Konflik dan Kelaparan
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield menuduh Rusia melakukan pemerasan, merujuk pada naiknya ekspor biji-bijian Rusia ke pasar global dengan harga yang lebih tinggi. "Rusia menggunakan Laut Hitam sebagai alat pemerasan. Tindakan itu menyandera umat manusia,” kata Thomas-Greenfield.
Sementara, Duta Besar Gabon untuk PBB Michel Biang mengatakan kesepakatan biji-bijian telah menghindari kenaikan harga biji-bijian dan mengurangi risiko kerawanan pangan di kawasan Tanduk Afrika yang kini tengah dilanda kekeringan. Dia mendesak dilangsungkannya perundingan untuk menghindari terjadinya krisis kemanusiaan.
Presiden Rusia Vladimir Putin, yang semula berencana hadir dalam KTT BRICS di Johannesburg, akhir pekan ini, mengatakan, Rusia tidak akan membiarkan negara-negara di kawasan itu menderita. Kremlin menjanjikan akan terus mengirimkan pasokan bahan makanan dan pupuk ke Afrika.
“Rusia akan terus bekerja keras untuk mengatur biji-bijian, makanan, pupuk, dan pasokan lainnya ke Afrika,” kata Putin, dikutip dari kantor berita TASS.
Putin mengatakan, Kremlin memahami pentingnya keamanan pasokan bahan pangan untuk menjaga pembangunan dan stabilitas keamanan serta politik negara-negara Afrika.“Kami selalu menaruh perhatian besar pada isu-isu yang berkaitan dengan pasokan gandum, jelai, jagung, dan tanaman lainnya ke negara-negara Afrika. Kami melakukannya baik berdasarkan kontrak maupun gratis sebagai bantuan kemanusiaan, termasuk melalui Program Pangan PBB,” katanya.
Pada tahun 2022, Rusia mengekspor 11,5 juta metrik ton biji-bijian ke Afrika, dan hampir 10 juta metrik ton dikirim dalam enam bulan pertama tahun 2023.
(AP/AFP/Reuters)