Google Tekankan AI Tidak untuk Gantikan Kewartawanan
Bagaimanapun juga, jurnalisme adalah persoalan mendudukkan perkara, nilai, dan konteks.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
AFP/NOAH BERGER
Logo Google di kantor Mountain View, Negara Bagian California, Amerika Serikat pada 27 Juni 2022.
NEW YORK, JUMAT - Pemakaian kecerdasan buatan atau artificial intligence (AI) di dunia jurnalistik bukan hal baru. Akan tetapi, Google meluncurkan sistem AI baru yang bernama Genesis dengan kemampuan menulis berita untuk membantu kinerja wartawan.
"Patut dicatat, teknologi ini bukan untuk mengganti wartawan ataupun manusia yang mengolah berita," kata pernyataan resmi dari Google pada Jumat (21/7/2023).
Google memberi pemaparan mengenai Genesis kepada tiga perusahaan surat kabar ternama di Amerika Serikat, yaitu Washington Post, New York Times, dan Wall Street Journal. Menurut keterangan dari Google, wartawan tetap sebagai pembuat berita yang melakukan kajian fakta, mendudukkan perkara, menerapkan nilai serta kaidah jurnalistik, dan memastikan setiap informasi terkandung di berita itu akurat.
Salah satu pengguna kecerdasan buatan di dalam penulisan berita adalah kantor berita Associated Press (AP). Akan tetapi, selama ini, mereka hanya menggunakan AI untuk menulis berita singkat mengenai hasil pertandingan olahraga dan laporan penghasilan korporasi maupun bursa saham. AI ini mengolah data berupa angka yang telah diterbitkan di laman resmi siaran olahraga ataupun korporasi.
Kecerdasan buatan menghasilkan berita dengan cara membaca algoritma mahadata di internet. Terkait topik tertentu, AI mengumpulkan berbagai kata kunci serta pemberitaan di media arus utama maupun pembahasan di media sosial. Sumber-sumber materi AI ini tetap hasil karya manusia, baik berupa produk jurnalistik maupun unggahan warganet.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Beawiharta pewarta foto senior saat mengisi kuliah umum tentang tren foto jurnalistik di Program Studi Fotografi Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Surakarta di Kampus II ISI Surakarta, Kota Surakarta, Selasa (28/2/2023). Kuliah umum bertema Fotografi Jurnalistik Menghadapi Era 5.0 ini membahas bagaimana tantang fotografi jurnalistik di tengah tren teknologi kecerdasan buatan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
AP bekerja sama dengan OpenAI, perusahaan induk teknologi AI ChatGPT untuk mengembangkan kecerdasan buatan di sektor jurnalistik yang lebih mendalam. Di dalam perjanjian kerja sama tersebut, AP mengizinkan ChatGPT mengakses arsip berita, foto, dan data yang dihasilkan oleh kantor berita itu sejak tahun 1985.
Media Free Press Journal melaporkan, di India, sudah ada tiga stasiun televisi swasta yang menggunakan AI. Setiap stasiun itu mempunyai "satu perempuan penyiar" yang dibuat menjadi pembaca berita. Adapun beritanya tetap digarap oleh tim kerja manusia.
Meskipun demikian, perusahaan-perusahaan serta para pekerja media tetap khawatir dengan perkembangan AI apabila tidak dikelola dengan bijak. Publikasi Press Gazette edisi April 2023 melaporkan, pada Triwulan I tahun ini, ada 3.340 pekerja media yang tersebar di AS, Kanada, dan Inggris kehilangan pekerjaannya.
Pemutusan hubungan kerja ini karena sejumlah perusahaan media meringankan beban akibat masih terimbas pandemi Covid-19. Akan tetapi, pekerja media cemas dengan perkembangan AI karena tugas-tugas mereka nanti digantikan oleh mesin. Selain itu, juga ada persoalan hak cipta dan pembayaran yang sesuai kepada perusahaan media ataupun penulis konten yang karyanya dijadikan sumber materi oleh AI.
AFP/NICOLAS ASFOURI
Kantor berita nasional China, Xinhua, mengujicoba penyiar buatan yang diciptakan dengan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) pada 9 November 2018.
Pada hari yang sama, Gedung Putih memanggil tujuh perusahaan AI, yakni Google, Inflection, Meta, Microsoft, Amazon, Anthropic, dan OpenAI. Mereka diminta berjanji mengembangkan AI sesuai etika. Artinya, tidak dipakai untuk merusak perdamaian dan kestabilan di masyarakat serta memastikan pemenuhan hak-hak ketenagakerjaan bagi pekerja yang tugasnya beririsan dengan AI.
Sebelumnya, Google, Microsoft, OpenAI, dan Nvidia juga telah mengutarakan kesediaan teknologi AI mereka dibuka untuk dikaji dan dinilai oleh publik. Dilansir dari The Verge, Gedung Putih telah mengesahkan dana sebesar 140 juta dollar AS untuk membiayai tujuh proyek penelitian kecerdasan buatan.
Kelly McBride, peneliti etika jurnalistik di Institut Poynter mengatakan, AI bisa menggantikan wartawan meliput, tetapi sebatas merekam kegiatan seperti rapat ataupun kegiatan yang tidak memerlukan pendalaman konteks. Bisa dibilang, AI menjadi petugas notulensi.
Sementara itu, dosen jurnalistik Universitas Newscastle di Inggris Bethany Usher menjelaskan kepada majalah The I bahwa asal mengambil artikel jurnalistik sangat berbahaya. Pasalnya, AI mereguk semuanya dan sebagai mesin tidak mengenal nilai maupun norma. Jurnalistik berkembang pesat. Nilai sosial dan cara peliputan yang sah satu dasawarsa lalu belum tentu sesuai dengan kaidah sekarang.
"Berita-berita yang dihasilkan AI dengan memasukkan sumber-sumber lama ini bisa menyesatkan masyarakat, bahkan membuat masyarakat memiliki bias yang negatif karena tidak ada pemahaman konteks maupun nilai sosialnya," papar Usher. (AP)