Tiga Raksasa Asia Timur di ASEAN, Sengketa Laut China Selatan Jadi Sorotan
ASEAN, China, Jepang, dan Korea Selatan akan kembali bertemu dalam forum ASEAN Plus Tiga. Sengketa Laut China Selatan kemungkinan besar akan dibahas mengingat ketegangan situasi yang akhir-akhir ini terjadi.
Oleh
LUKI AULIA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Isu sengketa di Laut China Selatan dan kerja sama ekonomi kemungkinan besar akan menjadi agenda pertemuan para menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dengan para mitra kolega mereka dari China, Jepang, dan Korea Selatan dalam forum ASEAN Plus Tiga. Isu sengketa Laut China Selatan (LCS) diperkirakan masih akan menjadi pembahasan hangat pada forum itu mengingat strategisnya posisi LCS bagi banyak negara, termasuk yang tergabung di ASEAN Plus Tiga.
Sampai saat ini China mengklaim hampir seluruh perairan strategis di wilayah LCS. Beberapa negara anggota ASEAN mengeluhkan perilaku China yang melanggar klaim teritorial mereka yang tumpang tindih di wilayah itu. Jalur tersebut juga merupakan rute pelayaran yang sangat penting untuk rantai pasokan dunia Jepang dan Korea Selatan.
Dalam pertemuan ASEAN Plus Tiga yang akan diadakan pada Kamis (13/7/2023) sore, China akan diwakili oleh diplomat senior Wang Yi, bukan Menteri Luar Negeri Qin Gang. Qin berhalangan hadir karena alasan kesehatan. Menlu Jepang Yoshimasa Hayashi dan Menlu Korea Selatan Park Jin juga dipastikan akan hadir.
”Laut China Selatan mungkin akan menjadi salah satu isu yang dibahas dalam pertemuan ASEAN Plus Tiga mengingat ketegangan baru-baru ini di kawasan itu,” kata Guru Besar di Universitas Pelita Harapan, Aleksius Jemadu.
Selain itu, pakar hubungan internasional di Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, memperkirakan krisis di Myanmar juga masih akan dibahas—setidaknya disinggung—juga di pertemuan itu karena merupakan isu pelik yang memecahbelah anggota ASEAN. ”Jepang dan Korsel memiliki kepentingan untuk mencegah Myanmar bergabung dengan orbit China,” ujarnya.
Terkait dengan isu Myanmar, Menlu RI Retno LP Marsudi sudah menjelaskan Indonesia sudah melakukan 110 kali kontak dengan faksi-faksi di dalam Myanmar dengan tujuan membuka jalan untuk setidaknya pembicaraan informal. Namun, junta militer, ”pemerintah bayangan” oposisi, dan milisi pemberontak menolak berkompromi dengan persyaratan masing-masing untuk memulai bahkan pembicaraan informal.
Menurut tiga sumber diplomat yang dihubungi kantor berita Reuters, Pemerintah Persatuan Nasional bayangan Myanmar (NUG) mau bergabung dalam pembicaraan itu hanya jika junta militer setuju untuk membatalkan konstitusi 2008 yang memberikan dasar hukum untuk peran militer dalam pemerintahan dan untuk membebaskan tahanan politik.
Setiap pembicaraan dengan junta militer ”harus menyetujui secara prinsip bahwa rakyat Myanmar tidak menginginkan kediktatoran militer lagi”. Sementara junta sudah menerima konstitusi 2008 sebagai prasyarat untuk bertemu dengan pihak oposisi.
Dua sumber diplomatik mengatakan bahwa perwakilan dari NUG dan milisi berbasis etnis sudah bertemu tiga kali pada tahun ini di Bali. Indonesia disebutkan mendapat inspirasi dari ”diplomasi koktail” yang pernah dilakukan pada akhir 1980-an ketika Indonesia meyakinkan empat faksi lawan Kamboja untuk bertemu dalam pembicaraan informal.
Tetapi dengan junta militer yang masih menolak untuk terlibat dengan faksi lain, keefektifan pendekatan Indonesia itu dipertanyakan. ”Jika Anda hanya terlibat dalam pembicaraan tanpa benar-benar menghasilkan sesuatu, semua orang akan mengatakan diplomasi dan keterlibatan diam-diam ini sebenarnya tidak ada artinya,” kata Lina Alexandra dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional di Jakarta.
Selain pertemuan ASEAN Plus Tiga, para menlu ASEAN diagendakan juga akan mengikuti pertemuan KTT Asia Timur yang diikuti 18 negara, Jumat besok. Negara-negara partisipan KTT Asia Timur antara lain India, Selandia Baru, Australia, Rusia, China, Jepang, Uni Eropa, Inggris, dan Kanada.
Menlu Amerika Serikat Antony Blinken juga dijadwalkan tiba di Jakarta, Kamis ini. Ia akan bertemu dengan para koleganya di ASEAN serta melakukan pertemuan bilateral dengan Wang Yi di sela-sela pertemuan ASEAN Plus Tiga. Pertemuan ini dilakukan hampir sebulan setelah Blinken berkunjung ke China dan bertemu dengan Presiden Xi Jinping, Wang Yi, dan Menlu Qin Gang.
ASEAN-Inggris
Menlu Inggris James Cleverly juga dijadwalkan akan menghadiri pertemuan dengan para menlu ASEAN untuk membahas kerja sama yang lebih luas dengan para mitra di bidang keamanan, stabilitas, dan kemakmuran. Dari siaran pers Kedutaan Besar Inggris untuk Indonesia, Kamis, disebutkan Cleverly akan menyampaikan dukungan Inggris untuk ASEAN sebagai pusat untuk menjaga wilayah Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.
Selama kunjungan ini, Cleverly akan mengumumkan program baru ASEAN-Inggris senilai Rp 500 miliar dalam pendanaan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi negara-negara anggota ASEAN dan pengentasan kemiskinan dengan melibatkan keahlian Inggris di sektor perdagangan, regulasi, dan layanan keuangan ke Asia Tenggara untuk lima tahun ke depan.
Cleverly juga akan menjelaskan bagaimana Inggris memanfaatkan keahlian terbaiknya untuk mendukung kinerja ASEAN, termasuk di bidang pendidikan, kesehatan, dan iklim. Kerja sama itu membuat kawasan ini lebih aman, mulai dari memimpin respons Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap krisis di Myanmar, hingga terlibat dengan angkatan laut di seluruh kawasan serta mendanai pelatihan berkualitas tinggi tentang keamanan maritim demi mengamankan jalur-jalur pelayaran yang aman dan terbuka.
”Keamanan dan ekonomi Inggris dan Asia Tenggara terhubung lebih erat daripada sebelumnya. Itulah sebabnya kami meningkatkan hubungan jangka panjang dengan pasar yang dinamis dan berkembang pesat di seluruh kawasan ini serta menunjukkan dukungan kami untuk ASEAN yang kuat dan bersatu—yang sangat penting bagi kemakmuran dan stabilitas Indo-Pasifik,” kata Cleverly dalam pernyataan tertulis.
Duta Besar Inggris untuk ASEAN Sarah Tiffin juga mengatakan bahwa partisipasi Cleverly dalam pertemuan ASEAN ini menegaskan kembali komitmen Inggris terhadap hubungan Inggris dengan ASEAN. Inggris mendukung sentralitas ASEAN dan visi ASEAN Outlookuntuk Indo-Pasifik yang dipimpin oleh Indonesia sebagai Ketua ASEAN.
”Indo-Pasifik adalah wilayah yang penting bagi dunia dan Inggris akan menjadi mitra dialog yang tepercaya dan berkomitmen untuk ASEAN, bekerja sama untuk menjamin keamanan, stabilitas, dan kemakmuran,” ujarnya.
Inggris dan ASEAN bekerja sama mewujudkan Rencana Aksi 2022-2026 untuk meningkatkan kehidupan di seluruh kawasan. Program pendidikan untuk anak perempuan, dan perempuan dalam isu keamanan dan perdamaian, sudah diluncurkan.
Selain program ekonomi, Inggris juga menyiapkan tawaran kerja sama dengan ASEAN di bidang iklim hingga kesehatan, keamanan siber, dan kerja sama maritim. Ini menambah fokus kinerja Inggris yang lebih luas di Indo-Pasifik, seperti program Aksi Iklim untuk Ketahanan Asia yang meningkatkan ketahanan rumah dan infrastruktur terhadap dampak perubahan iklim. Inggris sudah menjadi mitra dialog ASEAN sejak Agustus 2021, mitra baru yang pertama dalam 25 tahun. (REUTERS/AFP)