Salah satu sumber kemakmuran ASEAN berasal dari surplus perdagangan dengan AS dan aneka aktivitas industri yang dimodali AS. Sayangnya, AS terus kehilangan pengaruh di Asia Tenggara setidaknya dua dekade terakhir.
Oleh
KRIS MADA, LUKI AULIA, LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
China pernah memandang ASEAN dengan penuh kecurigaan. Hubungan China dengan sebagian bangsa Asia Tenggara juga diwarnai ketegangan sampai sekarang. Meski demikian, China berusaha terus merangkul ASEAN. Negara lain tidak tinggal diam atas manuver China itu.
Komitmen pada ASEAN di antaranya ditunjukkan oleh pengumuman juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, Selasa (11/7/2023). Wang menyatakan, Direktur Komisi Pusat Urusan Luar Negeri (CFAC) Partai Komunis China Wang Yi akan menghadiri pertemuan para menteri luar negeri ASEAN dan China. Pertemuan itu bagian dari rangkaian Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM) 2023.
”Pengumuman ini malah bagus. Jabatan politik Wang lebih tinggi daripada Qin Gang (Menlu China),” kata pengajar Pemikiran Politik China di STF Driyarkara, Klaus Radityo.
Dalam struktur politik China, Direktur CFAC memang lebih tinggi dibandingkan dengan menlu. Sejak dibentuk pada 2018, CFAC menjadi lembaga utama penentu kebijakan luar negeri China. Direktur CFAC melapor ke Presiden China dan Sekretaris Jenderal Partai Komunis China. Sementara menlu China melapor ke Direktur CFAC.
Klaus mengatakan, kehadiran Wang merupakan salah satu bukti keseriusan China terus merangkul tetangganya. Dibandingkan dengan Asia Timur, Asia Tenggara relatif lebih mudah dirangkul Beijing. Asia merupakan landasan kekuatan China dan Beijing perlu membangun reputasinya dari benua ini.
Kebijakan China pada Asia Tenggara, khususnya ASEAN, berkembang. Setidaknya sejak masa Jiang Zemin, China terus berusaha merangkul ASEAN. China bahkan menjadi mitra dagang utama ASEAN selama hampir 10 tahun terakhir. Di era Presiden Xi Jinping, ekspansi ekonomi China di Asia Tenggara semakin menjadi-jadi dan menggeser Amerika Serikat (AS) sebagai mitra ekonomi utama.
Sejarawan Nicholas Tarling menulis, saat dibentuk pada 1967, ASEAN dipandang Beijing sebagai salah satu alat AS untuk mengepung China. ”Kedekatan geografis yang tidak bisa dihindarkan dengan China berarti ASEAN akan menghadapi lebih banyak tantangan dengan China dibandingkan dengan Amerika Serikat,” tulis diplomat veteran Singapura, Kishore Mahbubani, di Foreign Affairs.
Indonesia, yang dipandang sebagian pihak lebih condong ke Beijing dibandingkan ke Washington, berulang kali bergesekan dengan China. Presiden Joko Widodo sampai harus naik salah satu kapal perang di Laut Natuna untuk menegaskan klaim Indonesia di sana. Manuver itu dilakukan karena kapal ikan China sangat agresif di perairan tersebut.
Peran AS
AS menjadi mitra awal utama ASEAN. Washington adalah mitra wicara ASEAN sejak 1977, sementara Beijing baru mendapat status itu pada 1996. Selama lebih dari dua dekade, AS menjadi mitra dagang dan sumber investasi utama bangsa-bangsa Asia Tenggara. Salah satu sumber kemakmuran ASEAN berasal dari surplus perdagangan dengan AS dan aneka aktivitas industri yang dimodali AS.
Di era mantan Presiden Barack Obama, AS menegaskan ASEAN dan Asia Tenggara sebagai mitra dan kawasan penting. Konsep Peyeimbangan Ulang Pasifik menempatkan Asia Tenggara lebih signifikan dalam perumusan kebijakan luar negeri AS. Setiap tahun, ratusan miliar dollar AS dikucurkan Washington ke Asia Tenggara dalam bentuk surplus perdagangan, investasi, bantuan, hingga belanja pelancong.
Sayangnya, AS terus kehilangan pengaruhnya di Asia Tenggara dalam setidaknya dua dekade terakhir. ”Dulu, AS membantu penyelamatan ekonomi besar-besaran Thailand dan Indonesia. Sayangnya, peran itu semakin pupus,” tulis pakar Asia Tenggara pada Council of Foreign Relations, Joshua Kurlantzick.
Dalam tulisan pada 8 Juni 2023 di laman CFR itu, Kurlantzick menyebut AS yang menciptakan kondisi itu. ”China mencapai dominasi ekonomi di kawasan sehingga negara-negara Asia Tenggara merasa tidak ada pilihan selain mendekat ke Beijing. Hubungan ekonomi AS (dengan Asia Tenggara) lebih lemah dibandingkan dengan hubungan ekonomi China dengan Asia Tenggara,” ujarnya.
Kini, menurut Kurlantzick, sebagian Asia Tenggara praktis hanya mengandalkan AS dari sisi militer. Sayangnya, kondisi itu terjadi hanya karena bangsa-bangsa Asia Tenggara merasa terancam oleh keagresifan China. Inisiatif Indonesia dan sejumlah anggota ASEAN untuk berlatih bersama AS dan sekutunya adalah bukti fenomena itu.
Mahbubani mengingatkan, AS harus berhati-hati jika hanya mengandalkan militer untuk merangkul ASEAN. Washington akan dipandang membawa peluru, sementara Beijing menawarkan ”roti” kepada Asia Tenggara. ”Bagi banyak bangsa di belahan selatan Bumi, pembangunan ekonomi menjadi prioritas,” tulisnya.
Ia juga menyebut, setidaknya ada dua aturan dasar untuk berhubungan dengan ASEAN. Pertama, jangan pernah meminta anggota ASEAN memihak ke AS atau China. Apalagi, tawaran ekonomi AS dan sekutunya jauh lebih rendah dibandingkan dengan tawaran dari China. AS salah jika meminta berbagai negara menghindari proyek infrastruktur tawaran China tanpa memberikan tawaran lebih baik.
Aturan kedua, jangan menghakimi sistem politik dan merasa sistem demokrasi liberal AS lebih baik. Tidak ada bangsa di Asia Tenggara merasa sedang dalam pertarungan ideologi dengan China atau merasa demokrasinya terancam China. (REUTERS/AFP)