Ukraina dan Swedia Ujian Soliditas NATO
Dua hal akan menjadi perdebatan sengit pada KTT NATO pekan depan, yaitu aksesi keanggotaan Swedia dan pengiriman bom tandan. Bom tandan dilarang digunakan karena efek daya hancurnya yang hebat. PBB melarang penggunaannya
Vilnius, Minggu — Dua isu utama akan menjadi substansi yang banyak dibahas oleh para kepala negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO, dalam konferensi tingkat tinggi, pekan depan. Dua isu itu adalah soal keanggotaan Swedia dan keterlibatan NATO di Ukraina.
Kedua isu itu dipandang sebagai ujian soliditas NATO, terutama karena aliansi militer ini berhadapan dengan “musuh lamanya”, yaitu Rusia.
“Setiap celah, kurangnya solidaritas memberikan kesempatan bagi mereka yang menentang aliansi tersebut (untuk membuatnya semakin renggang). Anda tidak ingin dan tidak boleh memberikan celah apa pun,” kata Douglas Lute, mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk NATO saat Barrack Obama memimpin AS, akhir pekan lalu.
Isu keanggotaan Swedia menjadi isu sentral yang menjadi pembahasan beberapa waktu terakhir. Hanya Finlandia yang bisa melanjutkan aksesi keanggotaan NATO meski negara itu mengajukannya bersamaan dengan Swedia. Turki dan Hongaria adalah dua negara anggota NATO yang menolak aksesi keanggotaan Swedia.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban menjadi penghalang utama keanggotaan Swedia. Sempat terbuka peluang bagi Swedia ketika pemerintahnya mengamandemen undang-undang antiterorismenya dan mencabut embargo senjata terhadap Turki, ditambah lagi janji AS untuk membuka keran ekspor jet tempur F-16 bagi Ankara. Akan tetapi, pembakaran Al Quran di luar sebuah mesjid di Ibu Kota Stockholm kembali membuat rencana itu buyar. Erdogan mengisyaratkan bahwa kejadian ini akan menimbulkan kesulitan lainnya.
Bahkan, Erdogan mengisyaratkan agar NATO mempertimbangkan mempercepat aksesi keanggotaan Ukraina di aliansi itu. (Kompas.id, 8 Juli 2023)
Baca juga : Saat AS Sebut Kyiv Belum Segera Masuk NATO, Erdogan Dukung Ukraina Gabung NATO
Ini bukan pertama kalinya Erdogan menggunakan KTT NATO untuk mendapatkan keuntungan bagi Turki. Pada tahun 2009, dia menangguhkan pencalonan Anders Fogh Rasmussen sebagai sekretaris jenderal. Akan tetapi, setelah ada kesepakatan bahwa mereka mendapatkan konsesi dalam bentuk jabatan di kantor NATO, sikap Turki berubah.
Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional Biden, berulang kali meyakinkan publik bahwa masalah keanggotaan Swedia ini hanya masalah waktu semata dan menggambarkan KTT kali ini sebagai "momen penting dalam jalur menuju keanggotaan”. Akan tetapi, dengan kejadian terakhir, apakah masalah keanggotaan Swedia akan bisa selesai atau sebaliknya.
Max Bergmann, mantan pejabat Departemen Luar Negeri yang memimpin Program Eropa di Pusat Studi Strategis dan Internasional, menyatakan, ada rasa frustrasi yang meningkat di antara anggota NATO lainnya terhadap Erdogan. Hal lain yang mengkhawatirkan dari Erdogan adalah dia memiliki hubungan yang akrab dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan juga memiliki, dalam pandangan NATO, jalan berbeda dengan negara-negara demokratis lainnya dalam membangun demokrasi di negaranya.
“Mereka sudah mencoba bersikap ramah. Pertanyaannya, apakah sudah waktunya untuk menjadi lebih konfrontatif?,” katanya.
Baca juga : Kepada Erdogan, Biden Tawarkan F-16 untuk Keanggotaan Swedia di NATO
Tindakan serupa juga dilakukan Orban yang juga menunda persetujuan negaranya atas keanggotaan Swedia. Sebagai tanggapan, Senator Jim Risch, Republikan teratas di Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, memblokir penjualan senjata AS senilai 735 juta dolar AS ke Hungaria.
“Kami tidak ingin anggota yang tidak tertarik mengeluarkan kebijakan yang bisa memperkuat aliansi daripada mengejar kepentingan mereka sendiri atau individu,” katanya.
Namun, Risch menolak gagasan bahwa ketidaksepakatan ini merupakan tanda kelemahan dalam NATO. “Ini adalah hal-hal yang selalu muncul dalam aliansi,” katanya.
Perbedaan tak hanya muncul soal aksesi keanggotaan Swedia. Yang terbaru adalah soal rencana AS untuk mengirimkan bom tandan ke Ukraina dan membuat gelisah, tidak hanya anggota tapi juga mitra NATO. Bom semacam itu menimbulkan risiko bahaya sipil yang lebih tinggi saat terbuka di udara melepaskan "bom" yang lebih kecil di area yang luas, mengenai banyak target secara bersamaan. Ukraina telah berjanji untuk menggunakannya dengan hati-hati.
Kanada dan Inggris juga menyuarakan keprihatinan sementara Jerman, yang telah menandatangani perjanjian larangan, mengatakan tidak akan memberikan bom ke Ukraina, tetapi menyatakan pemahaman atas posisi Amerika.
Baca juga : Bom Tandan, Senjata Terlarang dari AS untuk Ukraina
Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni menyerukan penerapan prinsip universal konvensi internasional yang melarang produksi, transfer atau pengiriman, dan penimbunan bom kluster atau bom tandan. Menteri Pertahanan Spanyol Margarita Robles mengatakan meski menghormati AS, negara mereka tidak menyetujui pengiriman persenjataan seperti itu.
“Tidak untuk bom kluster dan ya untuk membantu pertahanan Ukraina yang sah, yang kami pahami harus dilakukan tanpa jenis bom itu,” katanya, Sabtu.
Wakil Juru Bicara PBB Farhan Haq mengatakan Sekretaris Jenderal Antonio Guterres menginginkan agar negara-negara mematuhi ketentuan konvensi dan oleh karena itu, tentu saja, dia tidak ingin penggunaan amunisi tandan terus berlanjut di medan perang.
AS dan Jerman bersikeras bahwa NATO harus memfokuskan bantuan ke Ukraina pada penyediaan senjata dan amunisi untuk membantu negara itu memenangi pertempuran, dibanding mengambil langkah yang lebih provokatif dengan memperpanjang undangan resmi untuk bergabung dengan NATO.
Namun, negara-negara di sayap Timur NATO — Estonia, Latvia, Lituania, dan Polandia — menginginkan jaminan yang lebih kuat untuk keanggotaan di masa mendatang.
Menjaga Perbatasan
Untuk menjaga perbatasannya dimasuki oleh anggota kelompok Wagner yang memberontak terhadap militer Rusia, 24 Juni lalu, militer Polandia memutuskan memperkuat perbatasannya dengan mengirimkan lebih dari 1000 tentara ke wilayah timur negara tersebut, Sabtu (7/7/2023). Keputusan Putin memberikan pengampunan pada anggota kelompok Wagner dan pimpinannya, Yevgeny Prigozhin dengan mengirim mereka ke Belarus, menyebabkan kekhawatiran anggota NATO yang ada di sayap timur.
"Lebih dari 1.000 tentara dan hampir 200 unit peralatan dari Brigade Mekanik ke-12 dan ke-17 mulai bergerak ke timur negara itu," tulis Menteri Pertahanan Polandia Mariusz Blaszczak di Twitter. Dia menyebut bahwa tindakan itu adalah merupakan kesiapan mereka untuk menghindari adanya upaya destabilitasi di dekat wilayah perbatasan Polandia.
Polandia mengalami peningkatan jumlah migran yang mencoba melintasi perbatasan Belarusia dalam beberapa pekan terakhir. Menurut Penjaga Perbatasan, lebih dari 200 orang mencoba menyeberang secara ilegal pada Jumat, termasuk warga negara Maroko, India, dan Ethiopia.
Baca juga : Wagner Group, Tentara Bayaran yang Melawan Tuannya
Polandia menuduh Belarus secara artifisial menciptakan krisis migran di perbatasan sejak 2021 dengan menerbangkan orang-orang dari Timur Tengah dan Afrika dan berusaha mendorong mereka melintasi perbatasan.
Pengiriman 1000 orang anggota pasukan menambah kekuatan pengamanan di perbatasan setelah pada pekan lalu pemerintah mengirimkan 500 polisi untuk menopang keamanan sekitar wilayah tersebut. (AP/Reuters)