Saat AS Sebut Kyiv Belum Segera Masuk NATO, Erdogan Dukung Ukraina Gabung NATO
AS masih menginginkan Ukraina bergabung dengan NATO, tetapi tidak dalam waktu dekat. Saat Washington mengerem laju dukungan atas keanggotaan Ukraina dalam NATO, Turki justru menegaskan dukungan agar Ukraina masuk NATO.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
WASHINGTON, SABTU — Presiden Amerika Serikat Joe Biden dijadwalkan bertolak menuju Vilnius, Lituania, untuk menghadiri sidang Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO, pekan depan. Pembahasan dalam sidang itu mengenai perkembangan pertempuran Ukraina melawan Rusia, sekaligus juga untuk mengatakan bahwa Ukraina belum bisa bergabung dengan NATO dalam waktu dekat.
Pertemuan para pemimpin negara-negara anggota NATO tersebut diperkirakan menjadi ajang penegasan bahwa Ukraina akan bergabung aliansi militer mereka pada suatu waktu kelak. Isu keanggotaan Ukraina dalam NATO dipandang Rusia sebagai ”garis merah” yang tidak boleh diterabas karena dianggap menjadi ancaman bagi Moskwa.
Moskwa merasa terancam karena andai Kyiv bergabung dengan NATO, pasukan dan perlengkapan negara-negara aliansi itu bisa dikerahkan ke Ukraina, yang berbatasan langsung dengan Rusia. Meletusnya perang Rusia-Ukraina sejak 24 Februari 2022, salah satunya, dipicu kekhawatiran Rusia mengenai ancaman tersebut.
Ketika Gedung Putih terlihat mengerem laju dukungan terhadap Ukraina untuk segera bergabung NATO, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan justru menyampaikan dukungan kepada Ukraina untuk masuk NATO. ”Tak ada keraguan, Ukraina berhak menjadi anggota NATO,” kata Erdogan kepada wartawan seusai menjamu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Istanbul, Turki, Sabtu (8/7/2023) dini hari.
”Saya gembira mendengar Presiden (Erdogan) mengatakan bahwa Ukraina berhak menjadi anggota NATO,” ujar Zelenskyy.
Erdogan juga mengungkapkan, Presiden Rusia Vladimir Putin akan berkunjung ke Turki pada Agustus mendatang. Dalam kunjungan Putin nanti, Erdogan berharap bisa mengangkat isu perpanjangan kesepakatan ekspor gandum melalui Laut Hitam dan isu pertukaran tawanan perang antara Rusia dan Ukraina.
Meski komentar Erdogan tentang keanggotaan Ukraina dalam NATO bisa membuat Moskwa marah, Turki selama ini berupaya terus menjalin hubungan dekat dengan Rusia ataupun Ukraina sambil memerankan diri sebagai mediator.
Di Washington DC, AS, Penasihat Keamanan Gedung Putih Jake Sullivan mengumumkan rencana kehadiran Biden dalam sidang NATO, Jumat (7/7/2023) malam waktu Washington atau Sabtu (8/7/2023) dini hari waktu Indonesia. Jadwalnya, Biden terbang ke Lituania pada Senin (10/7/2023). Ia akan mengakhiri kunjungan di Helsinki, Finlandia, Kamis pekan depan. Finlandia adalah anggota terbaru NATO.
”Pertemuan NATO ini penting karena Presiden Biden mengumumkan bahwa dengan sekutu yang kuat akan membuat Amerika Serikat (AS) lebih kuat juga,” kata Sullivan.
Biden percaya diri karena berhasil membuat NATO semakin kompak dan menjatuhkan berbagai sanksi internasional kepada Presiden Rusia Vladimir Putin beserta para pejabat dan pengusaha yang dekat dengannya. AS, lanjut Sullivan, merupakan penjaga dukungan terhadap Ukraina selama perang di Ukraina berlangsung.
Pola Washington
Meskipun demikian, para pakar politik luar negeri AS ataupun isu-isu keamanan global memerhatikan bahwa ada satu hal yang terus dihindari oleh Biden. Hal tersebut adalah memasukkan Ukraina sebagai anggota NATO ataupun memberikan persenjataan berdaya rusak besar kepada mereka.
Pola ini terlihat setiap negara-negara Eropa anggota NATO yang berbatasan langsung dengan Rusia—antara lain Polandia, Latvia, Lituania, Estonia, dan Slovakia—mendesak AS menghibahkan pesawat jet tempur F-16 kepada Ukraina. Juga ketika Kyiv meminta Washington memasok mereka rudal jarak jauh ATACMS untuk menyerang titik-titik markas Rusia.
Biden selalu menolak permintaan itu. ”AS tidak mau mengambil risiko yang bisa membuat konflik langsung antara Rusia dan AS ataupun negara-negara Barat lain. Jika ini terjadi, bisa pecah Perang Dunia III,” ujarnya. Biden juga telah berusaha keras agar tidak terjadi penggunaan senjata nuklir strategis oleh negara-negara yang memilikinya.
Meskipun demikian, ada pihak yang memperkirakan Biden akan melunak. Ini juga karena pola yang telah terlihat. Awalnya, ia menolak memberi tank M1 Abrams kepada Ukraina, tetapi lama-kelamaan Biden melunak dan merestui pengirimannya. Jika bukan AS yang memberi, Biden paling kurang mengizinkan anggota-anggota NATO yang melakukannya.
Isu keanggotaan Ukraina
Ketika Biden diwawancara oleh CNN dan membahas prospek keanggotaan NATO Ukraina, ia mengatakan belum bisa. Biden menuturkan bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy terus meminta agar Kyiv diberikan keanggotaan sekarang juga.
Biden menjawab bahwa itu persoalan yang pelik dan keputusan tidak boleh diambil secara cepat ataupun gegabah. ”Tetapi, saya juga menyadari bahwa Ukraina kekurangan amunisi,” imbuhnya.
Pegangan mengenai keanggotaan Ukraina ini adalah pernyataan Jake Sullivan bahwa dalam pertemuan NATO pekan depan, Ukraina dipastikan tidak diangkat menjadi anggota. NATO akan fokus membujuk Turki mengendurkan tekanan kepada Swedia agar Stockholm bisa segera menjadi anggota aliansi. Ankara belum memberikan persetujuan kepada Stockholm untuk masuk NATO terkait isu keberadaan aktivis Kurdi di Swedia.
Peneliti lembaga Atlantic Council, John Herbst, menjelaskan ada beberapa pilihan untuk membantu Ukraina tanpa harus menjadikan Kyiv anggota NATO. Salah satu contohnya adalah perjanjian kerja sama pertahanan dengan Israel dalam jangka panjang. Pendekatan serupa juga bisa diterapkan untuk Ukraina. (AFP/AP/REUTERS/SAM)