Kepada Erdogan, Biden Tawarkan F-16 untuk Keanggotaan Swedia di NATO
Amerika Serikat memberi lampu hijau penjualan jet tempur F-16 serta sejumlah perlengkapan militer lainnya pada Turki untuk ditukar dengan aksesi keanggotaan NATO Swedia. Kemenangan bagi Erdogan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
Washington, Selasa — Amerika Serikat siap mengirimkan jet tempur F-16 untuk Turki sesegera mungkin. Sebagai gantinya, AS menginginkan agar Turki mencabut keberatannya terhadap rencana masuknya Swedia sebagai anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Tawaran itu disampaikan langsung Presiden AS Joe Biden pada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan saat keduanya berbincang melalui sambungan telepon, Minggu (28/5/2023). Biden mengucapkan selamat atas kemenangan Erdogan sekaligus menawarkan kesepakatan itu pada Erdogan.
"Saya berbicara dengan Erdogan, mengucapkan selamat kepadanya. Dia mengatakan masih ingin mencapai sesuatu dengan F-16. Saya mengatakan kepadanya bahwa kami (AS dan NATO) menginginkan kesepakatan soal Swedia. Jadi, kita selesaikan,” kata Biden kepada wartawan sebelum meninggalkan Gedung Putih menuju Delaware, Senin (29/5/2023). Dia mengatakan, pembicaraan lebih detil akan dilakukan pekan depan.
Pemerintah Turki telah beberapa kali menyatakan niatnya untuk membeli sejumlah perlengkapan militer dan persenjataan, termasuk 40 unit jet tempur F-16, 900 unit rudal udara ke udara dan 800 bom serta puluhan perlengkapan militer lainnya dengan nilai diperkirakan sekitar 20 miliar dolar AS. Jet tempur F-16 yang diinginkan oleh Turki adalah konfigurasi Viper blok 70/72 (F-16V) serta peningkatan kemampuan 79 unit F-16 yang sudah mereka miliki.
Akan tetapi rencana penjualan itu terhenti karena keberatan dari Kongres AS setelah Ankara berulang kali menyatakan menolak aksesi keanggotaan NATO Swedia. Sementara, pemutakhiran piranti lunak sistem avionik F-16 sudah disetujui setelah Ankara meratifikasi aksesi NATO Finlandia.
Sebuah sumber yang mengetahui diskusi tersebut mengatakan bahwa Amerika Serikat sebelumnya mengatakan kepada Turki bahwa akan sulit untuk membuat Kongres menyetujui kesepakatan F-16 jika Ankara tidak memberi lampu hijau kepada Swedia.
Senator Frank Pallone, anggota Kongres dari Partai Demokrat, dikutip dari laman resmi miliknya, mengatakan, rencana keanggotaan Swedia di NATO disandera oleh sikap Erdogan yang keras dan kaku. “Mengabulkan keinginan untuk menjual jet canggih ke Turki tidak akan mendorong Erdogan berubah menjadi sekutu yang baik,” kata Pallone, dalam pernyataannya pada Januari lalu.
Hingga saat ini, Turki bergeming atas permintaan aksesi keangotaan Swedia di NATO. Meski sudah mendapat dukungan mayoritas anggota NATO, termasuk AS, Turki masih tidak mau memberikan lampu hijau aksesi keanggotaan Swedia.
Aksesi keanggotan Swedia di NATO sulit terwujud setelah Ankara menilai Stockholm tidak memedulikan permintaannya agar pemerintah negara Nordik ini mengekstradisi sekitar 130 aktivis Partai Pekerja Kurdistan (PKK), termasuk Bulent Kenes, mantan pemimpin redaksi sebuah media yang memiliki kaitan dengan Fethullah Gulen, ulama karismatik yang dituding Ankara sebagai pemimpin kudeta gagal pada 2016.
Permintaan ini dilayangkan puluhan kali oleh Ankara sejak tahun 2017. Dalam pandangan Ankara, ekstradisi itu adalah bagian dari memorandum yang ditandatangani oleh Turki, Swedia, dan Finlandia pada Juni 2022. Pada Desember 2022, Mahkamah Agung Swedia menyatakan bahwa Stockholm tidak dapat mengekstradisi Kenes. (Kompas.id, 30 Januari 2023)
Keputusan Ankara untuk tidak mau memberikan lampu hijau aksesi keanggotaan NATO Swedia semakin kuat setelah aksi pembakaran Al Quran oleh politisi sayap kanan Swedia-Denmark, Rasmus Paludan, 21 Januari 2023.
Soal tukar guling kesepakatan F-16 dan aksesi keanggotaan Swedia di NATO, sejauh ini belum ada komentar dari Istana Kepresidenan Turki. Namun, dalam sebuah pernyataan, Kepresidenan Turki menyebut pembicaraan kedua pemimpin menyepakati kerja sama yang semakin mendalam dalam semua aspek hubungan bilateral mereka, yang semakin penting dalam menghadapi tantangan regional dan global.
Kebijakan Multi-vektor
Galip Dalay, seorang peneliti Chatham House di London mengatakan, selama lima tahun ke depan, dunia internasional akan melihat bagaimana Ankara dan sekutu Baratnya lebih banyak melakukan kerja sama yang transaksional untuk mendikte kepentingannya. Pada saat yang sama, Turki juga akan semakin mempererat hubungannya dengan Rusia.
Dalay mengatakan, Erdogan dan Turki sadar bahwa persetujuan mereka sangat penting bagi AS dan sekutunya serta NATO, dan menggunakannya dengan baik untuk kepentingan mereka. Di sisi lain, Turki juga sadar bahwa posisi geografiknya serta kedekatannya dengan Rusia juga memainkan peran yang tidak kalah penting bagi dunia.
Hal senada disampaikan Jay Truesdale, kepala konsultan risiko geopolitik Veracity Worldwide. Dia mengatakan, Erdogan berhasil mempertahankan kebijakan luar negeri multi-vektor yang memungkinkan dirinya memiliki hubungan yang konstruktif dengan Rusia, China, negara-negara TImur Tengah. Dalam pandangan Truesdale, meski menjadi bagian dari NATO, Erdogan tidak terlalu ambil pusing bila hal ini merugikan aliansinya dengan Barat. (AP/Reuters)