Erdogan Beri Sinyal Setuju Finlandia Masuk NATO, tetapi ”Tidak” bagi Swedia
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memberi sinyalemen bahwa Turki akan memberi lampu hijau aksesi keanggotaan NATO kepada Finlandia. Namun, persetujuan itu tidak akan diberikan kepada Swedia.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
ANKARA, SENIN — Turki memberi sinyalemen akan menyetujui pendaftaran Finlandia menjadi anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara, sementara di sisi lain akan menutup rapat-rapat persetujuan itu bagi Swedia. Pasca-invasi Rusia ke Ukraina, Finlandia dan Swedia memutuskan bergabung dengan NATO. Namun, kedua negara itu membutuhkan persetujuan seluruh anggota NATO saat ini, termasuk Turki.
Dari 30 negara anggota NATO, tinggal Turki dan Hongaria yang belum memberikan persetujuan melalui ratifikasi di parlemen masing-masing. Parlemen Hongaria diperkirakan akan meratifikasi persetujuan terhadap Finlandia dan Swedia dalam sidang pada Februari mendatang. Namun, jika Turki tidak memberi persetujuan, pendaftaran Swedia menjadi anggota NATO bisa terganjal.
”Kami mungkin memberi tanggapan berbeda kepada Finlandia jika diperlukan. Swedia akan terkejut jika kami memberi tanggapan berbeda kepada Finlandia. Namun, Finlandia seharusnya tidak melakukan kesalahan sama, seperti yang dilakukan Swedia,” kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan saat bertemu sejumlah pemuda di Provinsi Bilecik, Turki, Minggu (29/1/2023).
Sinyalemen Erdogan itu disampaikan di tengah memanasnya hubungan Turki dengan Swedia saat ini, yang dipicu oleh beberapa demonstrasi yang dinilai Ankara memperlihatkan alarm Islamofobia dan pembiaran Pemerintah Swedia terhadap aktivitas Partai Pekerja Kurdistan (PKK). Alarm Islamofobia, menurut Ankara, diperlihatkan melalui aksi pembakaran Al Quran oleh politisi sayap kanan Swedia-Denmark, Rasmus Paludan.
Turki juga menganggap Pemerintah Swedia tidak memedulikan permintaan yang disampaikan terkait keberadaan para aktivis Kurdi di Swedia. Ankara menilai Stockholm tidak berbuat sesuatu atas pengibaran sejumlah bendera Partai Pekerja Kurdistan (PKK) saat demonstrasi. Turki menyatakan PKK sebagai kelompok teroris.
Dalam pidatonya di Bilecik, Minggu, Erdogan mengatakan bahwa dirinya telah memberi tahu Perdana Menteri (PM) Swedia Ulf Kristersson bahwa Stockholm harus mengekstradisi sekitar 130 pendukung PKK yang saat ini berada di Swedia. Termasuk di dalamnya adalah Bulent Kenes, mantan pemimpin redaksi sebuah media yang memiliki kaitan dengan Fethullah Gulen, ulama karismatik yang dituding Ankara sebagai pemimpin kudeta gagal pada 2016.
Dalam pandangan Ankara, ekstradisi itu adalah bagian dari memorandum yang ditandatangani oleh Turki, Swedia, dan Finlandia pada Juni 2022. Pada Desember 2022, Mahkamah Agung Swedia menyatakan bahwa Stockholm tidak dapat mengekstradisi Kenes.
Merespons unjuk rasa pada 21 Januari 2023, Erdogan telah menyatakan agar Stockholm tidak mengharapkan lagi dukungan Turki untuk bisa bergabung dengan NATO. ”Anda harus mengekstradisi teroris-teroris ini jika Anda benar-benar ingin masuk NATO. Jika Anda tidak mengekstradisi para teroris ini, maaf,” kata Erdogan menceritakan isi pembicaraan dengan PM Kristersson.
Seperti dikutip kantor berita Turki, Anadolu, memorandum trilateral tersebut menyebutkan bahwa Swedia dan Finlandia sepakat untuk tidak memberikan dukungan kepada anggota Unit Perlindungan Rakyat (YPG), milisi bersenjata Kurdi di Suriah, Partai Uni Demokrat (PYD), partai Kurdi di Suriah utara, ataupun organisasi yang disebut Pemerintah Turki sebagai Organisasi Teroris Fethullah (FETO).
Pencabutan embargo senjata
Selain itu, berdasarkan memorandum tersebut, Swedia dan Finlandia sepakat tidak akan menerapkan embargo penjualan senjata kepada Turki.
Finlandia dan Swedia telah melaksanakan beberapa isi kesepahaman itu, khususnya embargo penjualan senjata kepada Turki. Finlandia mulai mencabut embargo penjualan senjata ke Turki sejak 25 Januari 2023, bersamaan dengan dimulainya kembali ekspor material baja yang akan digunakan industri persenjataan Turki. Adapun Swedia lebih dulu mencabut embargo tersebut, yaitu sejak September 2022.
Ekspor baja itu adalah ekspor pertama setelah empat tahun Pemerintah Finlandia menghentikan perdagangan baja dengan Turki. Finlandia menangguhkan ekspor baja ke Turki setelah Ankara melancarkan serangan militer ke Suriah, Oktober 2019.
Namun, di Finlandia, keputusan pencabutan larangan ekspor baja ke Turki mendapat kritik dari Li Andersson, Menteri Pendidikan sekaligus pemimpin Aliansi Kiri (Left Alliance), salah satu partai pendukung PM Sanna Marin.
”Aliansi Kiri tidak mendukung ekspor peralatan pertahanan ke negara-negara yang sedang berperang atau melanggar hak asasi manusia. Kami percaya bahwa Finlandia seharusnya tidak memberikan lisensi ekspor baja pelindung ke Turki,” cuit Andersson di Twitter.
Sinyalemen Erdogan untuk memberi persetujuan kepada Finlandia bergabung dengan NATO lebih dulu daripada Swedia belum mendapat tanggapan dari pemerintahan PM Sanna Marin. Sempat terpikir untuk berjalan sendiri, Finlandia berubah pikiran setelah kedua pemerintah (Finlandia dan Swedia) berdiskusi dengan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg pada pekan lalu.
Ketua Komite Urusan Luar Negeri Parlemen Finlandia Jussi Halla-aho sempat menyatakan dukungannya jika Pemerintah Finlandia mengambil sikap tersendiri terkait aksesi keanggotaan NATO itu. ”Menjadikan keanggotaan Finlandia di NATO bergantung pada keanggotaan negara lain kedengarannya sangat tidak biasa bagi saya,” katanya (Kompas.id, 25 Januari 2023).
Keuntungan domestik
Situasi pelik yang melingkupi hubungan Turki, Finlandia, dan Swedia serta NATO dianggap sebagai salah satu kartu yang coba dimainkan oleh Erdogan menjelang pemilihan umum Presiden Turki, Mei mendatang. Jadwal pemilu Turki ini dimajukan oleh Erdogan, dari semula Juni menjadi Mei tahun ini.
Meral Aksener, pemimpin Partai IYI (Partai Kebaikan atau Good Party), partai terbesar keempat di Parlemen Turki, mengatakan bahwa Erdogan dan penasihat politiknya telah memanfaatkan masalah kebijakan luar negeri untuk keuntungan dalam politik domestik.
”Erdogan dan rekan-rekannya ingin menggunakan masalah kebijakan luar negeri ini secara umum untuk keuntungan politik dalam negeri,” katanya kepada anggota partai pada Rabu pekan lalu.
Menteri Luar Negeri Finlandia Pekka Haavisto kepada Reuters juga menilai hal serupa. ”Tentu saja mereka merasakan tekanan dari pemilihan yang akan datang pada pertengahan Mei dan karena itu diskusi menjadi memanas dalam banyak hal di Turki,” katanya.
Ozer Sencar, Direktur Lembaga Jajak Pendapat Turki Metropoll, menilai, penguatan kebijakan luar negeri dan masalah keamanan adalah salah satu cara yang digunakan Erdogan untuk mengonsolidasikan basis dukungan pemilihnya jelang pemilu. Erdogan ingin menciptakan persepsi bahwa dia adalah pemimpin yang kuat.
”Jika Anda bisa memanfaatkan masalah keamanan, orang-orang bersatu di belakang pemimpin yang kuat,” kata Sencar. (AP/AFP/REUTERS)