Bukan hanya perpecahan, AMM 2023 merefleksikan pembatasan kepada publik. Sebagai ketua, Indonesia berkali-kali menunjukkan ASEAN tidak selalu harus berjalan bersama.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
Keketuaan Indonesia di ASEAN menegaskan cara baru dalam hubungan antarbangsa-bangsa Asia Tenggara. ASEAN tidak selamanya bisa melangkah bersama. Organisasi itu juga tidak selalu bisa menyenangkan beragam pihak.
Fenomena itu membayangi Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM) di Jakarta pada 11-13 Juli 2023 di Jakarta. Para menlu ASEAN juga akan bertemu dengan para koleganya dari berbagai negara di luar Asia Tengara. Diharapkan pada akhir pertemuan para menteri, ada 12 dokumen yang dihasilkan.
”Negosiasi masih terus berjalan sampai saat ini dan tentu akan terus berlanjut sampai pertemuan berlangsung, termasuk komunike bersama para Menlu ASEAN yang merefleksikan perkembangan kerja ASEAN, prioritas kerja sama ke depan, dan isu-isu kawasan serta global yang menjadi perhatian,” kata Menlu RI Retno Marsudi.
Indonesia memang berusaha terus menjembatani berbagai perbedaan pendapat. Di sisi lain, sebagai ketua bergilir pada 2023, Indonesia berkali-kali menunjukkan ASEAN tidak selalu harus bersama.
Seperti juga Malaysia dan Singapura, Indonesia secara terbuka menolak menghadiri forum informal untuk menemui Menteri Luar Negeri Myanmar versi pemerintahan junta, Than Swe. Pertemuan itu digelar Thailand dan, selain dari Myanmar dan Thailand, hanya Kamboja dan Laos hadir pada Juni 2023.
Sebaliknya, Thailand dan Vietnam membantah setuju latihan gabungan Angkatan Laut ASEAN yang digagas Indonesia. Sebagian anggota ASEAN juga menolak hadir dalam pertemuan Pasukan Penjaga Laut dan Pantai yang digelar Indonesia pada Juni 2023.
“Dengan tidak berkeras pada keikutsertaan seluruh 10 anggota, kerja sama di antara anggota ASEAN yang sependapat bisa membantu meningkat kolaborasi melebihi batas bawah. Anggota ASEAN yang belum siap bekerja sama sekarang bisa ikut di kesempatan lain,” kata Koordinator Bersama Kajian ASEAN ISEAS – Yusof Ishak Institute, Joanne Lin.
Tidak Lazim
Keputusan Indonesia itu tidak lazim bila melihat sejarah ASEAN. Selama ini, ASEAN senantiasa mendorong kebersamaan dan konsensus penuh di antara seluruh anggotanya. Dialog, bahkan bisa berlangsung lebih dari setahun, dilakukan untuk mencapai konsensus.
Mekanisme yang sering disebut “ASEAN Way” itu kerap mengesalkan sebagian pihak, termasuk penduduk ASEAN. Dalam jajak pendapat yang digelar ISEAS – Yusof Ishak Institute disimpulkan, 82,6 persen responden kecewa pada ASEAN. Organisasi itu dinilai lambat dan tidak efektif. Dengan demikian, ASEAN tidak bisa menghadapi dinamika ekonomi dan politik kawasan. Hal itu bisa membuat ASEAN menjadi usang. Selain itu, dari 48,2 persen pada 2022, 60,7 persen responden survei itu menganggap ASEAN semakin terpecah.
Sejak didirikan, ASEAN memang tidak pernah seragam. Kini, sebagian anggota ASEAN berstatus monarki absolut dan ada pula penerap sistem satu partai. Sementara di negara yang mengaku menerapkan demokrasi, aneka pembatasan terjadi. Karena itu, Freedom House hanya memberikan “Bebas Sebagian” sebagai status tertinggi untuk sebagian anggota ASEAN. Bahkan, sebagian lagi berstatus tidak bebas.
Pembatasan antara lain tecermin di AMM di Jakarta pekan ini. Lokasi puncak pertemuan hanya bisa diakses petugas dokumentasi dari pemerintahan negara peserta AMM. Kecuali sebagian sesi pembukaan, hampir seluruh rangkaian pertemuan itu sama sekali tertutup bagi publik. Sumber informasi ke publik untuk kegiatan itu hanyalah sebagian rekaman video dan foto yang disiarkan pemerintah.
Dari hampir 500 jurnalis yang sudah terdaftar sebagai peliput AMM, tidak jelas berapa yang boleh masuk lokasi pertemuan. Kondisi terjadi di Indonesia, yang bersama Filipina, mendapat skor kebebasan tertinggi di Asia Tenggara. Kamboja, negara dengan nilai kebebasan lebih rendah dari Indonesia, mengizinkan seluruh jurnalis peliput kegiatan ASEAN masuk ke lokasi kegiatan.
Teladan Kawasan Lain
Sementara diplomat veteran Singapura Kishore Mahbubani mengatakan, ASEAN salah satu organisasi kawasan yang sukses. Bahkan, sebagaimana ditulisnya di Foreign Affairs, ASEAN dinilai telah menjadi teladan bagi kawasan-kawasan di luar Asia Tengara.
Negara dari kawasan lain terutama mengamati cara ASEAN mengelola hubungan dengan negara-negara besar. Meski berstatus sebagai mitra dagang terbesarnya, China tidak serta merta dianggap ASEAN sebagai sekutu terdekat. ASEAN relatif terus menjaga netralitas di kawasan.
ASEAN juga diteladani karena bisa membawa kawasan ini terus bertumbuh. Kala Uni Eropa terus menurun kesejahteraannya, warga ASEAN justru meningkat kemakmurannya dalam 40 tahun terakhir. Kontribusi ASEAN pada produk domestik bruto global terus melaju.
Hal yang yang membuat ASEAN diteladani adalah karena Asia Tenggara menjadi kawasan bebas relatif konflik selama puluhan tahun. Eropa dilanda setidaknya dua perang besar dalam 25 tahun terakhir. Dalam kasus bekas Yugoslavia, konfliknya tidak kunjung selesai. Timur Tengah, Amerika Latin, dan Afrika malah nyaris tanpa henti didera perang.
Di Asia Tenggara, hanya perang saudara Myanmar yang tidak kunjung bisa diselesaikan ASEAN. Selama menjadi ketua ASEAN, menurut Retno, Indonesia telah membuat 110 komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan terkait Myanmar. Meski demikian, tetap saja tidak ada tanda masalah di Myanmar akan berakhir.
Staf Khusus Menlu RI untuk Diplomasi Kawasan I Gede Ngurah Swajaya mengatakan, berbagai mitra Indonesia sepakat masalah Myanmar memang rumit. Perang saudara sudah berlangsung puluhan tahun. Perpecahan tidak hanya terjadi di antara militer dengan sipil. Perbedaan juga melanda sesama kekuatan sipil. Karena itu, akan butuh waktu lama untuk membantu Myanmar menyelesaikan masalahnya. “Apa pun solusinya, harus dengan cara yang dipilih dan dipimpin oleh Myanmar,” kata dia.