Korban akibat Serbuan Israel ke Jenin Terus Bertambah, Kecaman Saja Tak Cukup
Serangan militer Israel ke kamp pengungsi di Jenin, Tepi Barat, memantik kecaman komunitas internasional, termasuk Indonesia. Namun, pengamat menyebut kecaman saja tak cukup dalam menyikapi konflik tersebut.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia mengecam keras serangan yang dilancarkan militer Israel ke kamp pengungsi Palestina di Jenin, wilayah pendudukan Tepi Barat. Serangan itu tidak bisa diterima karena memperburuk situasi kemanusiaan di Palestina dan memperburuk upaya perdamaian.
Indonesia mendorong Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bersikap tegas terhadap Israel. Sikap Pemerintah Indonesia disampaikan Kementerian Luar Negeri melalui sejumlah cuitan di Twitter, Selasa (4/7/2023).
”Tindakan Israel tidak bisa dibiarkan begitu saja. DK PBB harus segera mengambil sikap tegas dalam menjalankan semua Resolusi DK secara konsisten,” demikian pernyataan Kemenlu RI di Twitter.
Serangan terbaru militer Israel ke kamp pengungsi Jenin berlangsung sejak Senin (3/7/2023). Pada hari kedua serangan kemarin, jumlah warga yang tewas akibat serangan itu bertambah dua orang sehingga total menjadi 10 orang.
Apabila operasi hari sebelumnya tidak melibatkan kendaraan lapis baja dan tank, operasi hari kedua kemarin telah melibatkan kendaraan tempur berat. Pesawat nirawak yang dilengkapi roket juga terus menyasar sejumlah bangunan dan lokasi yang diduga menjadi tempat berlindung dan penyimpanan senjata gerilyawan Palestina.
Selain dari Indonesia, kecaman terhadap serangan militer Israel ke Jenin juga telah disuarakan sejumlah negara. Jordania, Mesir, serta Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga mengeluarkan pernyataan kecaman keras terhadap Israel.
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mendesak Angkatan Bersenjata Israel (IDF) melindungi warga sipil Palestina saat mereka melakukan operasi militer. ”Pelindungan warga sipil harus diprioritaskan dalam operasi militer apa pun dan kami mendesak IDF untuk menunjukkan pengekangan dalam operasinya. Semua pihak agar menghindari eskalasi lebih lanjut, di Tepi Barat maupun Gaza. Sekarang maupun di masa depan,” kata Sunak.
Sementara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan keprihatinannya terhadap perkembangan di Jenin. Melalui Wakil Juru Bicara Farhan Haq, Guterres menekankan bahwa semua operasi militer harus dilakukan dengan penuh hormat terhadap hukum humaniter internasional.
Jumlah warga yang tewas akibat operasi militer Israel bertambah dua orang, Selasa (4/7/2023), sehingga total menjadi 10 orang warga tewas. Apabila operasi hari sebelumnya tidak melibatkan kendaraan lapis baja dan tank, operasi hari kedua ini telah melibatkan kendaraan tempur berat. Pesawat nirawak yang dilengkapi roket juga terus menyasar sejumlah bangunan dan lokasi yang diduga menjadi tempat berlindung dan tempat menyimpan senjata kelompok garis keras Palestina.
Dalam sebuah pernyataan, militer Israel menyebut, pasukannya telah menetralisasi lubang bawah tanah yang digunakan untuk menyimpan bahan peledak di kamp pengungsi. Selain itu, IDF juga menemukan serta membongkar dua ruang operasional kelompok perlawanan Palestina.
Selama dua hari operasi militer, yang dilakukan sejak Senin (3/7/2023) dini hari, militer Israel menahan 120 warga Palestina yang dicurigai telah dan akan melakukan kekerasan terhadap warga Yahudi Israel. Mereka memperkirakan masih ada 300-an lagi warga Palestina yang terlibat dalam kelompok perlawanan yang masih bebas beraktivitas di Jenin.
Tentara Israel mengatakan, tidak berniat untuk tinggal di kamp, tetapi siap menghadapi pertempuran berkepanjangan.
Kementerian Kesehatan Palestina menyebut 10 orang tewas dan 100 orang lainnya terluka, sebanyak 20 orang di antaranya luka parah. Seorang dokter di Rumah Sakit Ibnu Sina, Jenin, mengatakan bahwa pasien meninggal karena keterlambatan membawa mereka ke fasilitas kesehatan.
”Beberapa dari mereka meninggal atau memburuk dari kasus sedang ke kasus parah,” kata Tawfeek al-Shobaki kepada AFP. Dia menyebut, pasukan Israel telah menghancurkan infrastruktur di sekitar kamp sehingga menyulitkan kendaraan pembawa pasien bergerak.
Wakil Gubernur Jenin Kamal Abu al-Roub mengatakan, sekitar 3.000 orang telah meninggalkan rumah mereka di kamp pengungsi Jenin karena situasi tidak aman. Pemerintah menyediakan tempat penampungan sementara di sejumlah sekolah dan tempat penampungan lain di kota Jenin.
Tak cukup mengecam
Upaya dunia internasional untuk mendamaikan dan mencegah eskalasi konflik antara Palestina dan Israel sejauh ini belum memperlihatkan hasil maksimal. Pemerintah Israel di bawah PM Benjamin Netanyahu bahkan telah merencanakan menambah jumlah permukiman baru bagi warga Yahudi di beberapa lokasi. Meski ditolak oleh dunia internasional karena dianggap ilegal, Netanyahu, yang didukung politisi garis keras dan kelompok konservatif lainnya, bergeming.
Bahkan, pemerintahan Netanyahu berencana mengizinkan warga sipil Israel memiliki senjata. Tindakan ini dianggap akan memperuncing konflik antara Palestina dan Israel. AFP mencatat, sedikitnya 187 warga Palestina, 25 warga Israel, satu orang Ukraina, dan satu warga Italia tewas hingga pertengahan tahun ini.
Yon Machmudi, Ketua Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam, Sekolah Kajian Strategis Global Universitas Indonesia, mengatakan, apabila Indonesia ingin berperan lebih dalam mendorong upaya perdamaian di Palestina, pernyataan berupa kecaman tidak akan memiliki dampak signifikan. Kemenlu RI, katanya, perlu merumuskan langkah yang lebih sistematis dan strategis untuk mendorong perdamaian di wilayah tersebut.
”Kecaman tidak cukup. Indonesia harus terlibat langsung menentukan dan merumuskan serta mengawal peta jalan damai bagi Palestina,” kata Yon.
Untuk bisa menjalankan perannya itu, Indonesia bisa menggandeng mitra strategis di kawasan, seperti Pemerintah Jordania, Mesir, Arab Saudi, dan bahkan juga Iran.
Tidak hanya berbicara dengan negara-negara mitra Indonesia di Timur Tengah, menurut Yon, Indonesia juga bisa menggandeng mitra di luar kawasan, seperti Uni Eropa dan China.
Mengenai China, Yon berpendapat, pertemuan Presiden Palestina Mahmoud Abbas dengan Presiden Xi Jinping di Beijing beberapa waktu lalu mengindikasikan ketidakpuasan Pemerintah Palestina terhadap proses mediasi yang selama ini coba dilakukan negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat. AS condong berpihak ke Israel dan hal ini tidak menguntungkan Palestina.
”Kehadiran China sangat penting. China mengakui Palestina sebagai satu negara di satu sisi dan juga Israel di sisi lain. Berbeda dengan AS yang hanya mengakui Israel. Kondisi ini akan lebih prospektif bagi Palestina. Minimal kepentingan Palestina lebih banyak didengarkan,” kata Yon. (AFP)