Umur Warga Korsel Jadi Lebih Muda Setahun atau Dua Tahun
Pengubahan metode penghitungan umur, dari sistem tradisional menuju sistem internasional, membuat warga Korea Selatan lebih muda setahun atau dua tahun.
Oleh
MUHAMMAD SAMSUL HADI
·3 menit baca
SEOUL, RABU — Umur warga Korea Selatan menjadi lebih muda setahun atau dua tahun dalam dokumen-dokumen resmi, mulai Rabu (28/6/2023), setelah pemerintah negara itu mengubah sistem penghitungan umur warganya. Pengubahan sistem penghitungan umur, dengan beralih dari metode penghitungan tradisional menjadi metode penghitungan internasional, dituangkan melalui undang-undang baru, yang berlaku mulai hari ini.
Sebelumnya, pemerintahan ”Negeri Ginseng” menggunakan metode penghitungan tradisional yang menetapkan setiap bayi lahir dihitung telah berumur satu tahun dan ditambahkan umur satu tahun pada hari pertamanya di tahun baru. Metode penghitungan itu memasukkan hitungan keberadaan janin di kandungan sebagai tahun pertama kehidupannya.
Umur dari hasil metode penghitungan tersebut dinamakan ”umur Korea”. Dengan metode tersebut, semua orang akan ”mendapat tambahan umur satu tahun” pada saat tahun berganti. Artinya, bayi yang lahir pada 31 Desember atau menjelang pergantian tahun akan dianggap berusia dua tahun saat melewati tengah malam 1 Januari berikutnya.
Sejak hari Rabu (28/6/2023), Korsel menggunakan sistem internasional yang menghitung umur seseorang berdasarkan tanggal kelahiran sebenarnya. Dengan pengubahan sistem penghitungan ini, warga negara Korsel secara resmi akan berumur lebih muda satu atau dua tahun.
”Saya akan berusia 30 tahun pada tahun depan (sesuai sistem penghitungan tradisional umur Korea), tetapi kini saya memperoleh pemotongan waktu, dan saya suka,” ujar Choi Hyun-ji (27), pekerja kantoran di Seoul. ”Terasa sangat asyik merasa seperti lebih muda,” tambah Choi.
Di samping metode penghitungan tradisional dan metode penghitungan internasional, seperti dilansir kantor berita Korsel, Yonhap, sebenarnya masih ada sistem penghitungan ketiga yang digunakan di Korsel, yakni penambahan umur satu tahun pada usia seseorang pada hari pertamanya di tahun baru. Dengan beragamnya cara penghitungan umur tersebut, kerap muncul kebingungan dan ongkos sosial yang tidak perlu.
Oleh karena itu, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol berupaya menghapus masalah tersebut lewat penyatuan metode penghitungan umur warganya dengan mengacu pada sistem internasional. Bagi Yoon. keputusan itu juga merupakan salah satu janji kampanyenya.
Standar penghitungan umur terbaru ini, yang mengacu sistem internasional, akan diterapkan di seluruh urusan peradilan dan administrasi, termasuk umur yang tercantum pada paspor, penentuan umur kategori remaja (saat orang mulai bisa dituntut secara hukum), urusan pensiun, ataupun layanan kesehatan.
Metode penghitungan umur tersebut tidak diberlakukan dalam penentuan wajib militer dan ketentuan terkait kebolehan minum alkohol, merokok, serta penentuan usia sekolah.
Atasi kebingungan
Sebelum memberlakukan metode penghitungan internasional untuk menentukan umur warganya, Korsel merupakan negara Asia Timur terakhir yang secara resmi masih menggunakan sistem penghitungan tradisional. China, Jepang, dan bahkan Korea Utara telah meninggalkan sistem tradisional itu sejak puluhan tahun silam.
”Jadi bikin bingung saat ada orang asing bertanya soal berapa umur saya. Saya tahu, mereka menanyakan umur internasional, sehingga saya harus menghitung terlebih dulu,” tutur Hong Suk-min, pekerja kantoran, kepada AFP. Setelah berpikir beberapa saat, ia menambahkan, umurnya 45 tahun dari segi penghitungan internasional dan 47 tahun menurut sistem penghitungan tradisional Korea.
Untuk mengatasi kebingungan semacam itu, pada Desember 2022, Korsel mengesahkan UU yang menghapus metode penghitungan tradisional dan mengadopsi secara penuh standar internasional. ”Kami memperkirakan bakal ada perselisihan hukum, aduan, dan kebingungan sosial yang disebabkan oleh bagaimana menghitung umur yang berubah banyak,” kata Lee Wan-kyu, Menteri Legislasi Pemerintah Korsel, dalam konferensi pers, Senin lalu.
Menurut survei pemerintah yang digelar pada September 2022, sebanyak 86 persen warga Korsel mengaku akan menggunakan usia sesuai penghitungan internasional dalam kehidupan sehari-hari saat UU baru berlaku.
Penetapan cara penentuan umur tersebut dianggap penting di Korsel. Dalam bahasa percakapan sehari-hari, hierarki sapaan berdasarkan usia masih digunakan. ”Masalah usia benar-benar penting (dalam budaya Korsel),” kata antropolog Mo Hyun-joo kepada AFP. ”Sulit berkomunikasi dengan seseorang tanpa mengetahui umurnya.”
Warga Korsel biasa menggunakan sapaan ”unnie” dan ”oppa”—secara berurutan berarti: kakak perempuan dan kakak laki-laki—daripada menyebut nama asli dalam percakapan. Dua sapaan itu diucapkan oleh perempuan lebih muda kepada perempuan lebih tua (unnie) dan kepada laki-laki lebih tua (oppa). Adapun sapaan laki-laki lebih muda kepada perempuan lebih tua adalah "noona", sedang dari laki-laki lebih muda kepada laki-laki lebih tua adalah "hyung".
Menurut Mo, hierarki sapaan berdasarkan usia itu perlahan mulai terkikis seiring masih banyak warga terbiasa dengan umur internasional dalam urusan-urusan sekolah. (AFP/REUTERS)