Serangan Rusia ke Ukraina menjadi pemicu terbesar lonjakan pengungsi 2022. UE menuding ada jaringan perdagangan manusia memanfaatkan mereka. Sindikat itu mengutip bayaran untuk menyeberangkan para pengungsi.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
ATHENA, KAMIS- Sebanyak 400 imigran dikhawatirkan hilang atau tewas tenggelam di Laut Tengah. Tragedi itu dampak kapal pengangkut ratusan imigran karam dalam pelayaran menuju Yunani pada Rabu (14/6/2023). Tragedi itu terjadi beberapa jam sebelum Perserikatan Bangsa-bangsa mengungkap jumlah pengungsi global mencapai 108 juta jiwa.
Pasukan Penjaga Laut dan Pantai Yunani dan aparat lain menyelamatkan setidaknya 104 orang. Sementara 78 orang lain ditemukan tewas. Korban selamat mengaku, setidaknya 700 orang menaiki kapal itu. Di antara penumpang itu ada hingga 100 anak-anak. Kala diselamatkan, tidak satu pun penumpang mengenakan pelampung.
Badan penjaga perbatasan Uni Eropa, Frontex, melacak ada kapal di sekitar pesisir Libya pada Selasa sore. Frontex mengabarkan keberadaan kapal itu kepada otoritas Italia dan Yunani, anggota UE yang paling dekat dengan kapal itu. Frontex dan otoritas maritim UE juga mendapat laporan, ada kapal berbendera Malta memberikan air dan kudapan kepada penumpang di kapal itu. Kapal itu terlacak masih berlayar sampai pukul 21.00 waktu setempat.
Pada Rabu dini hari, otoritas Yunani menerima laporan mesin kapal bermasalah. Beberapa menit setelah laporan itu, kapal mulai karam. Penjaga Pantai Yunani menyebut, lokasi karam merupakan salah satu titik terdalam di Laut Tengah. Karena itu, operasi penyelamatan tidak akan mudah.
Kecaman Pada UE
Insiden itu menuai kecaman. “Sangat mengejutkan saat mendengar (pesawat) Frontex terbang di atas kapal itu tanpa membantu. Padahal, jelas kapal itu kelebihan muatan,” kata anggota Dokter Lintas Batas (MSF), Jérôme Tubiana.
Penjaga Pantai Yunani mendapat informasi, kapal itu sepanjang 30 meter dipenuhi orang di hampir semua sisinya. Sebelum tragedi terjadi, sebagian penumpang diduga memadati salah satu sisi kapal. Akibatnya, kapal tidak seimbang lalu karam.
Sejak lama, berbagai pihak menyoroti keputusan UE membatasi arus pengungsi. Bahkan, UE baru saja mengesahkan aturan keimigrasian yang dinilai semakin antipengungsi. UE akan menolak visa dan izin tinggal bagi orang yang beberapa kali mengajukan suaka.
Terkait gelombang imigran gelap, UE menuding ada jaringan perdagangan manusia memanfaatkan mereka. Sindikat itu mengutip bayaran untuk menyeberangkan para pengungsi. Meski mendapat uang banyak, mereka menggunakan cara yang tidak aman. Dampaknya antara lain tragedi yang terjadi pada Rabu dini hari. Tragedi itu bukan yang pertama karena setiap tahun selalu terulang kejadian sejenis.
Lonjakan Pengungsi Global
Para penumpang kapal itu bagian dari setidaknya 108 juta pengungsi global. Beberapa jam sebelum tragedi itu, Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengungkap kondisi pengungsi global 2022. Perang di berbagai negara menjadi penyebab utama lonjakan pengungsi.
Ada tambahan 19,1 juta pengungsi selama 2022, tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. “Data ini menunjukkan, beberapa orang cepat sekali membuat konflik dan lambat sekali mencari solusinya. Dampaknya sangat memberatkan, pengungsian paksa dan kehilangan tempat tinggal dialami jutaan orang,” kata Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi Filippo Grandi.
Pada Desember 2022, jumlah pengungsi global mencapai 108 juta jiwa. Perang di Sudan dan sejumlah lokasi lain menambah setidaknya 2 juta pengungsi baru sepanjang 2023. Tidak seluruh pengungsi meninggalkan negara mereka. UNHCR mendata, 35,3 juta orang mengungsi ke luar negara mereka. Sementara 62,5 juta orang menjadi pengungsi di dalam negara mereka.
Serangan Rusia ke Ukraina menjadi pemicu terbesar lonjakan pengungsi 2022. Dari 27.300 orang pada 2021, ada 5,7 juta orang meninggalkan Ukraina pada 2022. “Belum pernah ada lonjakan pengungsi setinggi ini sejak akhir Perang Dunia II,” kata Grandi.
Jika menghitung pengungsi sementara dan pengungsi yang tidak meninggalkan Ukraina, jumlahnya lebih banyak lagi. Hingga 25 juta dari 45 juta penduduk Ukraina terpaksa mengungsi selama perang. Sebagian mengungsi di dalam negeri. Sebagian lagi mengungsi sementara waktu ke luar Ukraina.
Jumlah pengungsi dari Ukraina lebih tinggi dibandingkan dari Afghanistan atau Suriah sekalipun. Padahal, sebelum perang Ukraina, Afghanistan dan Suriah menjadi sumber utama pengungsi global.
UNHCR juga mengungkap data lebih menyedihkan. Negara miskin dan menengah justru jadi penampung utama para pengungsi. Alih-alih Uni Eropa atau Amerika Utara, mayoritas pengungsi justru berada di Jordania, Turki, Libya, Mesir, Kolombia, atau Peru.
Hingga 20 persen pengungsi berada di 46 negara sangat miskin. Padahal, negara-negara itu hanya mendapatkan 1,2 persen dari produk domestik bruto (PDB) global.
“Memang, tetap ada keramahan dan kedermawanan dari orang di berbagai negara. Meski demikian, dibutuhkan lebih banyak pertolongan untuk membantu orang-orang malang ini,” kata Grandi.
Kekurangan Dana Bantuan
Grandi juga mengungkit soal semakin sulitnya pendanaan untuk melayani pengungsi. Di berbagai tempat penampungan pengungsi, pemotongan bantuan harus dilakukan karena kekurangan dana.
UNHCR antara lain mencari 116 juta dollar AS untuk mendanai layanan pengungsi Somalia di Etiopia. Sayangnya, upaya selama 2023 itu hanya menghasilkan tidak sampai 3 juta dollar AS. Keterbatasan itu membuat UNHCR hanya bisa menyediakan tempat tinggal bagi paling banyak 6.000 pengungsi.
Kekurangan pendanaan juga terjadi untuk pengungsi terbesar di Asia Tenggara, Rohingya. Dari 12 dollar AS, bantuan untuk pengungsi Rohingya di Bangladesh hanya tersisa 10 dollar AS per bulan per orang. Pemotongan dilakukan karena dana penyediaan pangan kurang 125 juta dollar AS.
Hampir sejuta orang Rohingya mengungsi di Bangladesh. Mereka tidak bekerja dan sepenuhnya mengandalkan bantuan dari PBB untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
ASEAN menegaskan, solusi permanen atas masalah Rohingya harus diselesaikan di dalam Myanmar. ASEAN mendorong Myanmar meredakan konflik internal sehingga para pengungsi, termasuk Rohingya, bisa kembali ke tempat masing-masing. Tanpa penyelesaian masalah di Myanmar, persoalan pengungsian Rohingya tidak akan pernah selesai.
UNHCR memasukkan Myanmar sebagai salah satu sumber utama pengungsi global. Selain Rohingya, ada banyak warga Myanmar terpaksa mengungsi gara-gara baku tembak antara kelompok bersenjata. Selain tentara Myanmar, baku tembak melibatkan kelompok milisi dari berbagai latar belakang. (AFP/REUTERS)