Komisi Pemilihan menemukan ketidakcocokan julah surat suara dan pemilih di TPS. Penghitungan suara diduga untuk memperpanjang masa kekuasaan PM Prayuth.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
BANGKOK, JUMAT — Komisi Pemilihan Thailand memutuskan menghitung ulang suara di 47 tempat pemungutan suara setelah menemukan ketidaksinkronan jumlah surat suara yang masuk dan pemilih yang hadir di TPS. Penghitungan suara ulang ini dipandang sebagai langkah untuk menghalangi kelompok oposisi berkuasa apabila Komisi Pemilihan memutuskan memundurkan jadwal pengumuman resmi penghitungan suara. Perolehan suara akan diumumkan pada 13 Juli.
Beberapa media Thailand melaporkan, Komisi Pemilihan Thailand menemukan ketidakcocokan menyangkut perolehan suara yang diterima oleh calon anggota legislatif di 31 TPS dan perolehan suara caleg yang diusulkan partai di 16 TPS. Menurut laporan Bangkok Post, Jumat (9/6/2023) , 47 TPS yang dinilai bermasalah tersebar di 16 provinsi, yaitu Bangkok, Chon Buri, Chumphon, Trang, Nakhon Nayok, Prachuap Khiri Khan, Phrae, Lop Buri, Samut Sakhon, Saraburi, Sukhothai, Kanchanaburi, Chachoengsao, Phangnga, Phetchaburi, dan Nong Khai. Penghitungan suara ulang akan berlangsung pada Minggu (11/6/2023).
Dikutip dari laman PBSThailand, menurut sumber yang mengetahui keputusan itu, keputusan untuk melaksanakan penghitungan ulang diambil Komisi Pemilihan setelah pengawas pemilu menemukan ketidaksinkronan di lapangan. Komisi Pemilihan menerima sekitar 280 laporan dugaan kecurangan pelaksanaan pemilihan di sejumlah wilayah.
Penghitungan suara ulang itu dinilai menambah tekanan pada Komisi Pemilihan yang didesak untuk segera mengesahkan hasil pemungutan suara yang dimenangi partai oposisi. Publik menilai pengesahan segera diperlukan untuk menjaga keberlangsungan demokrasi di negara itu dan mencegah ketidakpastian politik, yang bisa berdampak pada perekonomian negara.
Mitra koalisi Partai Bergerak Baju (MFP) juga mendorong Komisi Pemilihan untuk mengesahkan hasil dengan cepat sehingga mereka dapat melanjutkan agenda politik. MFP diperkirakan akan memimpin pembentukan pemerintahan berikutnya karena memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan 14 Mei.
Sejumlah aktivis prodemokrasi Thailand juga menyampaikan desakan percepatan pengesahan pemilu kepada Komisi Pemilihan. Somyot Prueksakasemsuk, koordinator aktivis prodemokrasi Thailand, menyatakan, tindakan Komisi Pemilihan yang belum mengesahkan 95 persen hasil pemungutan suara yang sudah masuk berpotensi menunda proses politik lanjutan. Terlebih kini Komisi Pemilihan memutuskan untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di sejumlah TPS.
”Karena Komisi Pemilihan belum memverifikasi 95 persen hasil pemungutan suara anggota parlemen, pembukaan DPR ditunda, dan parlemen tidak dapat bersidang untuk memilih perdana menteri,” kata Somyot.
Dia menyebut ini upaya Komisi Pemilihan untuk membuat Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha tetap berkuasa. Prayuth juga merupakan kandidat petahana. ”Upaya untuk memblokade Pita (Pita Limjaroenrat) dan partai yang mendapat dukungan pemilih yang luar biasa untuk membentuk pemerintahan telah mengakibatkan 'krisis politik yang berkelanjutan',” kata Somyot.
Posisi Pita sebagai kandidat anggota parlemen setelah memenangi pemilihan dan juga calon PM sempat goyah menyusul petisi atau gugatan yang diajukan Ruangkrai Leekitwattana, calon anggota parlemen dari Partai Palang Pracharath. Ruangkrai menyoal kepemilikan 42.000 lembar saham Pita pada perusahaan media milik keluarganya.
Wakil Perdana Menteri Thailand Wissanu Krea-ngam, Kamis (8/6/2023), membela keputusan Komisi Pemilihan untuk melakukan penghitungan ulang. Menurut dia, penghitungan ulang tidak akan memengaruhi tenggat waktu pengesahan.
”Penghitungan ulang tidak akan memengaruhi kerangka waktu pemilihan secara keseluruhan karena Komisi Pemilihan memiliki waktu hingga 13 Juli untuk mengesahkan hasil pemungutan suara,” katanya.
Ketua Komisi Pemilihan Ittiporn Boonpracong mengatakan, hasil tersebut kemungkinan akan disahkan jauh sebelum tenggat waktu pada pertengahan Juli. Berdasarkan aturan pemilu Thailand, Komisi Pemilihan memiliki waktu 60 hari untuk mengumumkan hasil pemungutan suara atau lebih cepat dari batas waktu yang ditentukan.
MFP menyebut tidak akan menentang upaya Komisi Pemilihan untuk menghitung ulang perolehan suara. Karoonpon Tieansuwan, wakil juru bicara MFP, mengatakan, partai tidak berpikir penghitungan ulang akan berpengaruh pada perolehan suara mereka. ”Kami yakin Bergerak Maju telah menerima mandat pemilih [untuk membentuk pemerintahan,” katanya.