Erdogan Resmi Berkuasa hingga 2028
Recep Tayyip Erdogan akan menjalani masa kepresidenan untuk ketiga kali hingga 2028 setelah disumpah pada Sabtu (3/6/2023). Pekerjaan rumah besar, terutama untuk memulihkan situasi ekonomi, menjadi prioritas utama.
ISTANBUL, SABTU — Recep Tayyip Erdogan dilantik sebagai Presiden Turki untuk masa jabatan lima tahun mendatang, Sabtu (3/6/2023) siang waktu setempat. Dia berkuasa hingga setidaknya tahun 2028, sekaligus menjadikannya sebagai pemimpin dengan masa pemerintahan terlama di negara ini.
”Saya, sebagai presiden, bersumpah atas kehormatan dan integritas saya di hadapan bangsa dan sejarah Turki yang agung untuk menjaga keberadaan dan kemerdekaan negara, untuk mematuhi konstitusi, supremasi hukum, demokrasi, prinsip dan reformasi Ataturk, serta prinsip-prinsip republik sekuler,” kata Erdogan dalam upacara di parlemen di Ankara yang disiarkan di televisi, sebagaimana dikutip Al Jazeera.
Salah satu hal yang dinanti pasar dan publik adalah pengumuman kabinet baru Erdogan, terutama orang-orang yang akan menangani perekonomian. Publik dan pasar menanti nama-nama yang akan menjadi tulang punggung ekonomi Turki, apakah mereka menjanjikan atau sebaliknya akan membawa ekonomi Turki kembali terperosok ke dalam jurang resesi.
Dikutip dari laman kantor berita Turki, Anadolu, pejabat tinggi dari 78 negara hadir dalam upacara pelantikan yang berlangsung di Kompleks Kepresidenan Turki. Erdogan diambil sumpahnya oleh Ketua Sementara Majelis Nasional Agung Devlet Bahcelli, anggota parlemen tertua. Setelah itu, dia dijadwalkan mengunjungi Anitkabir, makam Mustafa Kemal Attaturk, tokoh yang dianggap sebagai pembawa modernisasi Turki setelah lepas dari Kekaisaran Ottoman.
Baca juga: Erdogan Ditantang Selamatkan Rakyat dari Krisis Ekonomi Terburuk
Kemudian, dia akan menjamu para tamu kenegaraan dalam acara makan malam di Cankaya Palaca. Beberapa tamu kenegaraan yang hadir dalam upacara pengambilan sumpah jabatan, antara lain Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, Presiden Venezuela Nicolas Maduro, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, PM Armenia Nikol Pashinyan, PM Pakistan Shahbaz Sharif, dan Pemimpin Libya Abdul Hamid Dbeibah. Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg juga dijadwalkan hadir dalam acara pelantikan Erdogan.
Sejumlah tantangan menanti awal periode ketiga kekuasaan Erdogan, mulai dari situasi ekonomi yang buruk dengan laju inflasi mencapai 85 persen, desakan untuk memulangkan jutaan pengungsi yang ada di Turki, hingga proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa Februari lalu yang menewaskan sekitar 50.000 jiwa. Nilai mata uang Turki, lira, juga telah kehilangan nilainya terhadap dollar AS sejak awal tahun dan diperkirakan akan terus memburuk jika Erdogan memilih tim ekonomi yang salah.
Laporan sejumlah media, termasuk Bloomberg dan Financial Times, menyebut bahwa Erdogan berencana untuk memasukkan nama Mehmet Simsek, Menteri Keuangan 2009-2015 dan Wakil Perdana Menteri 2015-2018, untuk memimpin tim perekonomian kabinetnya. Erdogan bahkan dikabarkan sempat bertemu dengan Simsek, beberapa hari lalu.
Baca juga: Mengapa Erdogan Selalu Memenangi Pemilu Turki?
Empat pejabat senior menyebut bahwa Simsek hampir dipastikan akan ditempatkan sebagai pemimpin tim perekonomian Erdogan. Mereka menyebut, semula Erdogan ingin menempatkan Simsek sebagai pendampingnya sebagai wakil presiden.
Akan tetapi, Simsek lebih memilih peran langsung yang bertanggung jawab atas kebijakan ekonomi sehingga dapat mengambil jabatan menteri keuangan. Jabatan ini sebelumnya dijabat oleh Nureddin Nebati. Sejumlah nama, seperti mantan menteri Cevdet Yilmaz dan Lutfi Elvan, juga disebut-sebut akan menjadi bagian dari tim ekonomi Erdogan.
Meski dinilai sangat paham pasar, analis berhati-hati terhadap kemungkinan penunjukan Simsek memimpin tim ekonomi Erdogan. Apalagi sejumlah pejabat menyebut bahwa kebijakan yang akan diambil oleh Erdogan dan Simsek adalah kebijakan campuran dan perubahan diharapkan terjadi secara bertahap.
Guillaume Tresca, Senior Emerging Market Strategist Generali Investments, mengatakan, selama beberapa tahun terakhir Erdogan mengganti tim ekonominya, termasuk gubernur bank sentral dan menteri keuangan. ”Kami berharap sesuatu akan berubah. Tetapi, tidak ada yang berubah. Erdogan berpegang pada strategi yang tidak ortodoks dan saya melihat sangat kecil alasan bagi dia untuk mengubahnya,” ujarnya.
Timothy Ash, ahli strategi senior di BlueBay Asset Management, mengatakan, Erdogan memiliki catatan tersendiri terhadap Simsek, setelah dia meminta izin kepada Erdogan untuk menaikkan suku bunga di masa lalu. ”Pasar menginginkan bank sentral yang independen, dengan kemampuan untuk melakukan apa pun yang diperlukan guna mengatasi krisis neraca pembayaran yang membayangi,” kata Ash.
Baca juga: Semakin ke Arab Sembari Tetap ke Barat Setelah Kemenangan Erdogan
Saat meninggalkan posnya di kementerian keuangan tahun 2015, salah satu tindakan terakhirnya adalah mendorong kebijakan moneter yang lebih ketat. Dia mundur tak lama setelah Menkeu Berat Albayrak memulai kebijakan ekonomi yang berdampak pada merosotnya nilai tukar lira. Albayrak adalah menantu Erdogan.
Seorang pejabat senior partai berkuasa mengatakan, kehadiran Simsek di tim ekonomi Erdogan dimaksudkan untuk menandai era baru ekonomi dan membantu mengatasi defisit neraca berjalan yang besar serta penurunan cadangan devisa di bank sentral dan inflasi yang mencapai 44 persen pada April. Tahun lalu, inflasi mencapai level tertinggi 24 tahun, yakni 85 persen.
Dia menyebut kebijakan yang akan diterapkan Simsek dan tim ekonomi Erdogan nantinya lebih pada kebijakan campuran. ”Akan ada dua jejak dari kebijakan yang akan diambil. Hasilnya bisa dilihat setelah enam bulan kebijakan itu dilaksanakan,” kata pejabat tersebut.
Lobi NATO
Kehadiran Stoltenberg dalam pelantikan Erdogan tidak terlepas dari upaya AS dan NATO untuk memuluskan aksesi keanggotaan Swedia ke dalam aliansi militer ini. Stoltenberg menyebut telah berbicara langsung dengan Erdogan dan kehadirannya di Ankara untuk memastikan proses aksesi itu berlangsung lancar tanpa hambatan.
Apalagi, Pemerintah Swedia telah menerapkan undang-undang terorisme yang baru, yang selama ini menjadi penghambat utama keluarnya persetujuan dari Pemerintah Turki. ”Swedia telah memberikannya (apa yang diinginkan Turki). Waktunya telah tiba untuk meratifikasi (keanggotaan) Swedia dan saya bekerja keras agar itu terjadi secepat mungkin,” kata Stoltenberg.
Baca juga: Kepada Erdogan, Biden Tawarkan F-16 untuk Keanggotaan Swedia di NATO
Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom mengatakan telah memenuhi semua komitmen yang diperlukan untuk aksesi keanggotaan NATO. ”Sudah waktunya bagi Turki dan Hongaria untuk memulai ratifikasi keanggotaan Swedia di NATO,” kata Billstorm, di sela-sela pertemuan Menlu NATO di Oslo, Norwegia.
Swedia dan Finlandia secara resmi mendaftar untuk menjadi anggota NATO ke-31 dan ke-32 tahun lalu invasi Rusia ke Ukraina. Aksesi keanggotan Swedia di NATO sulit terwujud setelah Ankara menilai Stockholm tidak memedulikan permintaannya agar pemerintah negara Nordik ini mengekstradisi sekitar 130 aktivis Partai Pekerja Kurdistan (PKK), termasuk Bulent Kenes, mantan pemimpin redaksi media yang terkait Fethullah Gulen. Gulen adalah ulama karismatik yang dituding Ankara sebagai pemimpin kudeta gagal pada 2016.
Permintaan ini dilayangkan puluhan kali oleh Turki sejak 2017. Dalam pandangan Ankara, ekstradisi itu adalah bagian dari memorandum yang ditandatangani oleh Turki, Swedia, dan Finlandia pada Juni 2022. Pada Desember 2022, Mahkamah Agung Swedia menyatakan Stockholm tidak dapat mengekstradisi Kenes (Kompas.id, 30 Januari 2023).
Baca juga: Erdogan, Permainan "Kartu Veto" di NATO, dan Insting Politiknya di Turki
Keputusan Ankara untuk tidak mau memberikan lampu hijau aksesi keanggotaan NATO pada Swedia semakin kuat setelah pembakaran Al Quran oleh politisi sayap kanan Swedia-Denmark, Rasmus Paludan, 21 Januari 2023.
Untuk memuluskan aksesi keanggotaan Swedia, AS sebagai sponsor utama menawarkan Ankara untuk bisa mengakuisisi sejumlah persenjataan dan perlengkapan militer, termasuk jet tempur F-16, yang sebelumnya ditentang oleh Kongres AS. Selain tertarik membeli 40 jet tempur F-16 konfigurasi Viper blok 70/72 (F-16V) dan peningkatan kemampuan 79 unit F-16 yang sudah dimiliki, Ankara juga tertarik membeli 900 unit rudal udara ke udara dan 800 bom serta puluhan perlengkapan militer lainnya dengan nilai diperkirakan sekitar 20 miliar dolar AS (Kompas.id, 31 Mei 2023). (AP/AFP/Reuters)