Warga Sipil Bisa Jadi Astronaut Misi Berawak China
China akan mendaratkan astronaut di Bulan sebelum tahun 2030, bersaing dengan AS yang juga akan mengirim astronaut untuk berkelana di permukaan Bulan pada 2025.
BEIJING, SENIN —Perlombaan program antariksa global akan semakin seru. China berencana mendaratkan astronaut di Bulan sebelum tahun 2030. Sementara Amerika Serikat juga akan mengirimkan astronautnya lagi untuk menjelajahi permukaan Bulan pada akhir 2025.
Sebagai langkah awal, China untuk pertama kali akan mengirimkan satu astronaut dari kalangan warga sipil. Sebanyak tiga astronaut akan dirikimkan untuk misi tersebut. Selama ini astronaut yang dikirimkan untuk misi berawak ke Stasiun Luar Angkasa Tiangong berasal dari Tentara Pembebasan Rakyat (PLA). Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini telah menginvestasikan miliaran dollar AS dalam program luar angkasa yang dijalankan PLA demi mengatasi ketertinggalan dari Amerika Serikat dan Rusia.
Baca juga: Pembangunan Stasiun Luar Angkasa China Kian Maju
Wakil Direktur Badan Antariksa Berawak China Lin Xiqiang mengonfirmasi tujuan China ke Bulan itu pada konferensi pers, Senin (29/5/2023), tetapi tidak memberikan waktu yang spesifik. Ia hanya mengatakan China bersiap untuk tinggal sebentar saja di permukaan Bulan dan menjalankan eksplorasi bersama antara manusia dan robot.
”Kami memiliki stasiun luar angkasa dekat Bumi yang lengkap dan sistem transportasi pulang-pergi. Program luar angkasa ini juga dilengkapi proses pemilihan, pelatihan, dan astronaut baru. Jadwal dua misi berawak dalam setahun cukup untuk mewujudkan tujuan kami,” ujarnya.
Peluncuran pesawat Shenzhou 16 ke Stasiun Luar Angkasa Tiangong dengan tiga astronaut dijadwalkan pada Selasa (30/5/2023) setelah pembangunan modul ketiga selesai, November 2022. Sementara modul keempat, kata Lin, akan ditambahkan pada waktu yang tepat untuk memajukan dukungan untuk eksperimen ilmiah serta memberi kru kondisi kerja dan kehidupan yang lebih baik.
Trio astronaut yang akan diberangkatkan dan tinggal di Tiangong selama lima bulan itu akan bertemu sebentar dengan tiga astronaut yang sudah tinggal di stasiun itu selama enam bulan sebelumnya. Mereka sudah berada di Tiangong untuk melakukan eksperimen dan merakit peralatan di dalam dan luar Tiangong.
Guru besar di lembaga penelitian kedirgantaraan dan di Universitas Beihang Beijing, Gui Haichao, akan menjadi astronaut sipil yang bergabung dengan komandan misi, Jing Haipeng, dan insinyur pesawat ruang angkasa, Zhu Yangzhu, sebagai ahli muatan. ”Ini kebangkitan ilmu antariksa China dan misi ini akan bisa selesai dengan baik,” kata Jing yang pernah mengikuti tiga penerbangan luar angkasa.
Baca juga: China Menggoyahkan Kejayaan AS di Luar Angkasa
Juru bicara Badan Antariksa Berawak China (CMSA), Li Xiqiang, mengatakan, Gui akan mengelola eksperimen ilmiah skala besar di Tiangong dalam studi fenomena kuantum baru, sistem frekuensi ruang waktu presisi tinggi, verifikasi relativitas umum, dan asal-usul kehidupan. ”Saya selalu memimpikan ini. Saya tertarik kedirgantaraan pertama kali ketika mendengarkan berita tentang manusia pertama China di luar angkasa, Yang Liwei, yang saya dengar di radio kampus pada 2003,” kata Gui.
Misi luar angkasa berawak China, yang pertama diluncurkan pada 2003, itu menjadikannya negara ketiga setelah bekas Uni Soviet dan AS yang mengirimkan orang ke luar angkasa. China membangun stasiun luar angkasanya sendiri setelah dikeluarkan dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) pada 2011. Alasannya, sebagian besar karena keberatan AS atas program luar angkasa China dan PLA.
Luar angkasa semakin dilihat sebagai area persaingan baru antara China dan AS, dua negara ekonomi terbesar di dunia dan pesaing untuk pengaruh diplomatik dan militer. Para astronaut yang dikirim Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) pada akhir 2025 akan mengarah ke kutub selatan Bulan tempat kawah yang selama ini diyakini berisi air beku. Rencana membangun pangkalan berawak yang permanen di Bulan juga sedang dipertimbangkan kedua negara.
Undang-undang AS secara ketat membatasi kerja sama di antara program luar angkasa kedua negara. Sementara China sebaliknya, menyambut baik kerja sama asing meski sejauh ini kerja samanya terbatas pada penelitian ilmiah. Selain program ke Bulan, AS dan China juga sudah mendaratkan penjelajah di Mars. China berencana mengikuti AS untuk mendaratkan pesawat ruang angkasa di asteroid.
Negara dan organisasi lain, mulai dari India dan Uni Emirat Arab hingga Israel dan Uni Eropa, juga sedang merencanakan misi ke Bulan. AS memulai program ini dengan mengirimkan enam misi berawak ke Bulan antara tahun 1969 dan 1972, tiga di antaranya melibatkan penggunaan penjelajah bulan yang bisa dikendarai yang menurut China sedang dikembangkan dengan tender di sektor swasta. Sementara AS saat ini mengoperasikan lebih banyak pelabuhan antariksa dan memiliki jaringan mitra internasional serta komersial yang jauh lebih luas ketimbang China.
Baca juga: Salam "Ni Hao Ma" dari Luar Angkasa
Kantor berita China, Xinhua, menyebutkan, China tidak berencana menggunakan Stasiun Luar Angkasa Tiangong untuk kerja sama global dalam skala ISS yang terbuka untuk kolaborasi dengan asing. Stasiun Tiangong selama ini membawa sejumlah peralatan ilmiah mutakhir. Tiangong diperkirakan tetap berada di orbit rendah Bumi antara 400 dan 450 kilometer di atas Bumi setidaknya selama 10 tahun dan akan secara reguler dikelola tim bergilir yang terdiri atas tiga astronaut. ”Kami menantikan partisipasi astronaut asing dalam misi penerbangan stasiun ruang angkasa China,” kata Lin. (AFP/AP)