Untuk mendorong minat siswa pada sains dan teknologi terkait eksplorasi luar angkasa, tiga astronot China berinteraksi dan menjawab pertanyaan ratusan siswa dari 10 negara anggota ASEAN.
Oleh
LUKI AULIA, DARI BEIJING, CHINA
·6 menit baca
”Ketika sedang berada di luar angkasa, bagaimana cara berkomunikasi dengan keluarga?” Begitu pertanyaan Dina Aulia, siswa dari Indonesia, kepada tiga astronot China, yakni Chen Dong, Liu Yang, dan Cai Xuzhe, yang sedang berada di stasiun luar angkasa China ”Tiangong”.
Dina tak sendiri. Ratusan siswa dari 10 negara anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) juga mendapat kesempatan untuk berinteraksi dan mengajukan pertanyaan kepada tiga astronot kru Shenzhou-14, Selasa (1/11/2022). Dalam acara bertajuk ”ASEAN Students Talk with Taikonauts” melalui siaran langsung itu, setiap negara mendapat kesempatan mengajukan satu pertanyaan kepada astronot.
Acara tersebut bertujuan menginspirasi serta berbagi pengetahuan mengenai teknologi dan eksplorasi angkasa luar kepada anak muda. Ketiga astronot itu sudah berada di Tiangong selama lima bulan.
Tiangong diharapkan akan beroperasi penuh mulai akhir 2022. Pada Senin (31/10), China meluncurkan modul laboratorium luar angkasa, Mengtian, sepanjang 17,88 meter. Ini adalah modul terakhir dari tiga modul yang ada.
Selain Dina, ada Jeanel Dimayuga, siswa kelas XII dari SMA di Makati City, Filipina. Ia penasaran dengan cara astronot mengetahui waktu dan dampak lingkungan tanpa gravitasi pada tubuh mereka. Mahasiswa sekolah penerbangan di Brunei Darussalam, Muhammad Abdul Hanan Hussain, menanyakan tentang tantangan terbesar bagi astronot ketika berada di luar angkasa.
Selama sekitar 1,5 jam, berbagai pertanyaan disampaikan. Mulai dari soal makanan dan minuman yang dikonsumsi di luar angkasa, apa yang dilakukan jika mereka sakit, bisa istirahat berapa jam dalam sehari, sehari harus bekerja selama berapa jam, pengelolaan sampah, hingga persiapan apa yang harus dilakukan jika mau menjadi astronot.
Rutinitas harian
Ketiga astronot tersebut menjawab semua pertanyaan secara bergiliran. Chen Dong, salah satu astronot, bercerita, jika kangen dengan keluarganya, dia bisa dengan mudah menghubungi mereka melalui video call di ponselnya. Tidak ada kendala dalam berkomunikasi berkat jaringan Wi-Fi yang kuat di Tiangong.
Adapun Liu Yang dan Cai Xuzhe menceritakan kegiatan mereka sehari-hari di Tiangong. Setiap hari, mereka harus bekerja selama tujuh jam. Kegiatan mereka beragam sesuai rencana kerja yang sudah dibuat. Jam kerja dan istirahat dibuat sama dengan kita yang berada di Bumi.
Pada malam hari, mereka bisa tidur selama tujuh jam dan tidur siang satu jam. Untuk makanan, stok makanan lengkap dan segar, seperti sayur dan buah, demi menjaga kesehatan tubuh. ”Di dapur tersedia microwave dan alat pemanas lain sehingga kami bisa makan masakan hangat setiap hari. Sampahnya kami pilah dan dibungkus rapat supaya tak jadi polusi,” kata Chen.
Untuk memastikan tidak ada bakteri atau virus di Tiangong, mereka memantau mikroorganisme di udara dan air. Setiap hari, mereka juga membersihkan bagian dalam Tiangong supaya tidak ada kontaminasi.
Jika mereka sakit, di Tiangong juga tersedia obat-obatan lengkap. Mereka juga bisa berkonsultasi dengan dokter apabila dibutuhkan. Demi menjaga kebugaran dan kesehatan tubuh, mereka berolahraga tiap hari dengan memanfaatkan sepeda statis dan alat treadmill.
”Kami harus bergerak terus supaya tetap sehat dan bugar. Ini salah satu syarat menjadi astronot yang kuat. Jika mau menjadi astronot, harus mulai dari sekarang belajar sains dan rajin berolahraga,” kata Cai.
Menurut Liu, astronot adalah profesi atau pekerjaan paling berisiko. Tugas dan tanggung jawabnya besar dan tidak mudah. Namun, semua tugas dan tanggung jawab bisa dijalani berkat pelatihan intensif selama berada di Bumi.
Pelatihannya pun susah dan membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum akhirnya bisa terbang ke luar angkasa. Proses pelatihan yang harus dijalani astronot laki-laki dan perempuan sama saja. Hanya saja perempuan harus berusaha lebih keras. Namun, semua pelatihan berat itu terbayar lunas ketika melihat pemandangan luar biasa di luar angkasa.
”Pemandangan terindah ketika Matahari terbit dan melihat Bumi bulat dan biru dari luar angkasa,” kata Liu, perempuan astronot China pertama. Ini merupakan misi kedua Liu setelah selang waktu 10 tahun.
Sebagai astronot, Chen mengingatkan, seseorang harus mempunyai keahlian dan pengetahuan untuk melakukan penelitian, eksperimen sains, eksperimen wilayah udara, dan menguasai pengetahuan medis. Astronot juga harus terbiasa menangani prosedur darurat jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Semua harus siap siaga mulai dari peluncuran hingga pada waktunya nanti kembali ke Bumi.
Liu Boming, astronot yang pernah ke luar angkasa pada 2008, juga ikut menceritakan pengalamannya saat berada di luar angkasa. Ia menunjukkan video ketika sedang melintas di atas daratan, lautan, daerah pegunungan bersalju, dan aliran Sungai Amazon di Amerika Selatan. Cuaca sedang cerah dan garis batas antara daratan dan lautan terlihat jelas. Sementara ketika melewati wilayah Afghanistan, hanya daratan berwarna kecoklatan yang terlihat. Jika dilihat dari atas, kata Liu, pemandangannya luar biasa.
Untuk menjadi astronot, harus memiliki banyak kualitas, seperti tubuh yang sehat secara fisik dan psikis karena harus menghadapi kondisi lingkungan yang susah. Tidak ada gravitasi, dikelilingi suara yang keras, dan ruangan yang sempit. Banyak kegiatan dan tugas yang harus dilakukan, termasuk perawatan dan perbaikan, navigasi, dan berbagai eksperimen di luar angkasa.
”Latihannya butuh waktu tiga tahun. Tantangan terbesar bagi astronot adalah dirinya sendiri. Kalau tidak kuat, bisa breakdown. Harus kuat hati dan pikiran untuk bisa bertahan,” ujarnya.
Wujud impian China
Sekretaris Jenderal Pusat ASEAN-China Shi Zhongjun dalam pidatonya mengatakan, luar angkasa tidak hanya membawa imajinasi tanpa batas, tetapi juga mendorong manusia untuk selalu tertantang mempelajari sains dan meraih capaian teknologi. Industri luar angkasa China kini bisa mewujudkan impian menggapai Bulan setelah selama bertahun-tahun mendorong program luar angkasa.
Selama 10 tahun terakhir, China sudah mengirimkan wahana jelajah ke Planet Mars, wahana penjelajah matahari ke matahari, dan membangun stasiun luar angkasa Tiangong yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan eksperimen internasional. Ini bukti China sudah berkontribusi pada program luar angkasa untuk kepentingan damai.
”ASEAN dan China adalah tetangga, teman, dan rekan yang baik. Penting bagi kedua belah pihak untuk bekerja sama di luar angkasa, seperti teknologi satelit dan remote sensing guna mitigasi bencana di kawasan, satelit siaran TV, dan satelit layanan komunikasi,” ujar Shi.
Selain bertemu dan menjawab pertanyaan siswa, ketiga astronot China itu juga pernah memberikan kuliah sains yang disiarkan secara langsung dari modul laboratorium luar angkasa, Wentian. Dalam kuliah itu, mereka memperkenalkan modul laboratorium, menunjukkan gravitasi mikro dari eksperimen teknologi sains, dan presentasi penelitian pertumbuhan tanaman di orbit. Ini untuk memopulerkan pengetahuan tentang penerbangan luar angkasa berawak dan mendorong anak muda mengembangkan minat dalam sains.
Wentian merupakan komponen laboratorium pertama dari Tiangong yang sedang dibangun dan diluncurkan, 24 Juli lalu. Para astronot juga mendorong siswa selalu semangat untuk bereksperimen dalam memahami perbedaan antara luar angkasa dan Bumi. ”Semangat mengeksplorasi luar angkasa itu yang penting karena luar angkasa tidak ada batasnya,” kata Liu Boming.