Konflik Rusia-Ukraina Masih Akan Lama
Konflik Rusia-Ukraina masih akan berlangsung lama karena Rusia tidak mau berunding dengan penguasa Ukraina saat ini, Volodymyr Zelenskiy.
Moskwa, Jumat - Perundingan untuk mengakhiri konflik Rusia dan Ukraina tidak akan mungkin terjadi selama Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy, yang didukung negara-negara di Barat masih berkuasa. Rusia tidak bisa mempercayai kesepakatan gencatan senjata dengan Ukraina. Oleh karena itu, konflik di Ukraina dapat berlangsung selama beberapa dekade. Invasi Rusia ke Ukraina sejak 2022 telah memicu konflik Eropa yang paling mematikan sejak Perang Dunia II dan konfrontasi terbesar antara Moskwa dan Barat sejak Krisis Rudal Kuba pada 1962.
“Konflik ini akan berlangsung sangat lama. Ini realitas baru. Rusia tidak bisa percaya Ukraina karena konflik akan terjadi lagi. Negosiasi dengan “badut Zelenskiy” tidak mungkin dilakukan. Selama orang-orang ini berkuasa, Rusia tidak akan mau negosiasi,” kata Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev, Jumat (26/5/2023).
Baca juga: Washington Panen Miliaran Dollar AS di Tengah Krisis Rusia-Ukraina
Pernyataan Medvedev ini senada dengan pernyataan perwira tinggi AS, Mark Milley. Ia mengatakan, perang mungkin akan berlarut-larut. “Perang Ukraina ini, secara militer, tidak akan dimenangkan oleh Rusia. Perang ini akan berlarut-larut karena tidak ada pihak yang berada dalam posisi menang dan tidak ada proses negosiasi apapun,” ujarnya.
Medvedev yang dulu menampilkan dirinya sebagai modernisator liberal ketika menjabat sebagai presiden pada 2008-2012, kini menampilkan dirinya sebagai elang Kremlin yang sangat anti-Barat. Para diplomat mengatakan pandangannya memberikan indikasi pemikiran di tingkat atas elit Kremlin. Medvedev juga mengatakan Barat meremehkan risiko perang nuklir atas Ukraina dan memperingatkan Rusia akan melancarkan serangan pendahuluan jika Ukraina mendapatkan persenjataan nuklir.
Rusia, yang memiliki persenjataan nuklir terbesar di dunia, berulang kali menuduh Barat mengobarkan perang proksi dengan Rusia atas Ukraina yang dapat berkembang menjadi konflik yang jauh lebih besar. “Ada hukum perang yang tidak dapat diubah. Jika menyangkut senjata nuklir, harus ada serangan pendahuluan,” ujarnya.
Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina dan Deglobalisasi
Negara-negara Barat ingin membantu Ukraina memenangkan konflik ini dan mereka sudah memasok persenjataan modern dan amunisi dalam jumlah besar ke Kyiv. Namun, Presiden Amerika Serikat Joe Biden sudah memperingatkan bahwa konfrontasi langsung antara aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang didukung AS dan Rusia akan mengakibatkan Perang Dunia III.
Ketika Ukraina memperoleh kemerdekaan setelah pecahnya Uni Soviet pada 1991, Ukraina menampung ribuan senjata nuklir dan menyerahkannya ke Rusia di bawah Memorandum Budapest 1994 dengan imbalan jaminan keamanan dan kedaulatan dari Rusia, AS, dan Inggris.
Vatikan
Meski diwarnai macetnya jalan damai, situasi itu mengindikasikan bahwa pihaknya memandang positif inisiatif perdamaian yang diupayakan Paus Fransiskus. ”Kami mengakui keinginan tulus Takhta Suci untuk mempromosikan proses perdamaian,” kata Kementerian Luar Negeri Rusia kepada kantor berita RIA Novosti.
Namun, menurut Kemenlu Rusia, sejauh ini belum ada rencana kehadiran pihak Vatikan ke Rusia. Sebelumnya, dari Vatikan dikabarkan, Takhta Suci telah menunjuk Kardinal Matteo Zuppi untuk mengampu prakarsa mediasi perdamaian oleh Gereja Katolik. Kepada wartawan, Kamis (25/5), Zuppi mengatakan, ruang lingkup misinya adalah ”membantu meredakan ketegangan dan konflik”. Diharapkan langkah itu dapat berkontribusi pada ”terbangunnya jalan perdamaian”.
Dia menggambarkan upaya itu seperti upaya yang pernah dibangunnya bersama Komunitas Sant’Egidio, pada 1990-an, untuk merintis jalan damai yang ujungnya berhasil mengakhiri perang saudara di Mozambik.
Belarusia
Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko, Kamis, mengatakan Rusia sudah mulai memindahkan senjata nuklir mereka ke wilayah Belarusia yang berbatasan dengan Uni Eropa. Namun, Rusia belum mengonfirmasi transfer senjata nuklir itu. Lukashenko sudah mengizinkan wilayahnya yang berbatasan dengan Ukraina, Polandia, dan Lituania, itu untuk menjadi tempat persiapan serangan Rusia ke Ukraina. Pada Maret lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan akan menempatkan senjata nuklir taktis - jarak pendek- di Belarusia dan ini menuai kecaman dari Barat.
Menanggapi kabar transfer senjata nuklir ini, Sekretaris Pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, menilai langkah Rusia itu pilihan yang tidak bertanggungjawab dan provokatif. Meski demikian, AS belum merasa perlu untuk menyesuaikan postur nuklirnya. “Kami belum melihat alasan untuk itu atau indikasi apapun yang menunjukkan Rusia siap menggunakan senjata nuklir di Belarusia,” ujarnya.
Belgorod
Rusia dan Ukraina terus saling tuding dan menyalahkan. Laporan terakhir menyebutkan rudal Rusia menghantam sebuah klinik di kota Dnipro dan menewaskan satu orang. Sebaliknya Rusia menyalahkan Ukraina atas lusinan serangan di wilayah Belgorod selatan. Militer Ukraina dituding bertanggungjawab atas puluhan serangan artileri, mortir, dan pesawat tak berawak.
Di Ukraina, sebuah video yang dibagikan para pejabat menunjukkan kobaran api melalap gedung dua lantai di Dnipro setelah serangan itu menyebabkan sekitar 15 orang terluka, termasuk dua anak. “Kita harus mengalahkan orang-orang yang tidak manusiawi ini secepat mungkin. Karena waktu kita adalah rakyat kita. Dan rakyat kita adalah hal yang paling berharga di Ukraina,” kata Zelensky dalam pernyataan tertulisnya.
Media lokal mengunggah rekaman video yang menunjukkan tim penyelamat membantu orang-orang melarikan diri dari klinik melalui koridor yang penuh dengan puing-puing. Pasukan Rusia pada awal pekan ini menyasar Dnipro dalam serangan larut malam dengan 16 rudal dan 20 pesawat tak berawak. Pada Januari lalu, Rusia juga pernah menyerang Dnipro dan menewaskan sekitar 45 orang dan melukai puluhan lainnya.
Pengumuman serangan terhadap Dnipro datang saat Gubernur Belgorod Rusia, Vyacheslav Gladkov, mengatakan setidaknya lima distrik di wilayahnya telah berulang kali dihantam oleh pasukan Ukraina selama 24 jam terakhir. Lima distrik telah diserang oleh pesawat tak berawak, mortir dan artileri serta Desa Kozinka diserang lebih dari 130 kali.
Baca juga: Senjata Nuklir di Dunia Bakal Bertambah Banyak
Klaim serangan baru di wilayah Belgorod selatan ini datang beberapa hari setelah serangan dari Ukraina yang diklaim dilakukan oleh dua kelompok bersenjata. Rusia mengaku berhasil memukul mundur mereka dengan menggunakan angkatan udara dan artileri. Kementerian pertahanan Rusia bersumpah akan memberikan respon "sangat keras" terhadap setiap serangan.
Kementerian Luar Negeri Rusia berharap kunjungan utusan khusus China untuk Ukraina, Li Hui, Jumat, ke Moskwa akan bisa membantu mengakhiri konflik. Li dijadwalkan akan bertemu dengan Menlu Sergei Lavrov setelah sebelumnya ia sudah bertemu dengan Zelensky di Kyiv. (REUTERS/AFP/AP)