Ada banyak alasan kecerdasan buatan (AI) perlu diatur. Salah satunya, industri itu rawan monopoli akibat tingginya modal untuk menjadi pemain di sana. Butuh 540 juta dollar AS, misalnya, bagi OpenAI saat membuat ChatGPT.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
Sejumlah tokoh dunia menyelesaikan pertemuan mereka di Lisabon, Portugal, Minggu (21/5/2023). Dalam forum yang dikenal sebagai Bilderberg Meeting itu, salah satu bahasannya adalah kecerdasan buatan.
Perkembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) melaju cepat sejak OpenAI membuka akses ChatGPT untuk khalayak. Kehadiran CEO OpenAI Sam Altman di Bilderberg Meeting menunjukkan AI terus menjadi sorotan. Di berbagai forum global lain, AI juga bolak-balik dibahas.
Dimulai sejak 1954, Bilderberg Meeting dikenal sebagai salah satu forum yang paling tertutup dan dihadiri oleh para tokoh utama Amerika Utara dan Eropa. Tahun ini, Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg menjadi salah satu dari 130 peserta forum itu. Adapun Altman adalah salah satu dari sejumlah perwakilan industri teknologi.
Altman datang ke forum itu beberapa hari selepas menghadiri dengar pendapat di Kongres Amerika Serikat. Di Kongres, Altman setuju bahwa industri AI perlu diatur. Ia menyusul sejumlah tokoh lain yang lebih dulu mendesak perlunya ada pengaturan atas salah satu teknologi digital paling terkemuka saat ini.
”Saya yakin, AI bisa saja digunakan orang jahat, menyebabkan kerusakan, dan kita harus sangat hati-hati serta waspada untuk mencegah semua itu terjadi,” kata ekonom senior Microsoft, Michael Schwarz, pada awal Mei 2023 di Geneva, Swiss.
Biaya sangat besar
Ada banyak alasan AI perlu diatur. Salah satunya karena industri itu rawan monopoli akibat tingginya modal untuk menjadi pemain di sana. Pasar AI memang menjanjikan, ditaksir bernilai 109 miliar dollar AS per tahun pada 2030.
Untuk bisa menikmati kue dari perkembangan itu, tentu butuh modal. Altman mengakui, OpenAI menghabiskan 540 juta dollar AS pada 2022 untuk mengembangkan ChatGPT. OpenAI masih mengejar 100 miliar dollar AS agar bisa membuat ChatGPT yang memenuhi semua visi dan target pembuatannya.
”Kami akan menjadi perusahaan rintisan dengan modal paling padat dalam sejarah Sillicon Valley,” ujar Altman.
Copyleaks, perusahaan rintisan yang fokus mengembangkan pendeteksi karya ilmiah hasil penjiplakan atau bukan, mengumpulkan 7,5 juta dollar AS untuk modal awal. Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA), lembaga riset Departemen Pertahanan AS, mengucurkan 30 juta dollar AS untuk satu program AI saja. Proyek bernama Semantic Forensics itu fokus untuk mengenali citra palsu dan potensi bahayanya.
”Banyak orang tidak sadar bahwa ChatGPT dan sejenisnya membutuhkan daya komputasi amat besar. Proses pelatihannya membutuhkan puluhan juta dollar AS. Berapa banyak perusahaan bisa membeli 10.000 unit Nvidia H100 yang harga per unitnya bisa mencapai ribuan dollar AS?” kata analis industri teknologi informatika AS, Jack Gold.
Ia merujuk pada salah satu set semikonduktor yang dibutuhkan dalam pembuatan superkomputer untuk menjadi mesin AI. Salah satu seri set Nvidia berharga setidaknya 30.000 dollar AS per unit. Untuk membuat super komputer, butuh lebih dari 100 unit set Nvidia.
Karena tidak mampu membangun mesin sendiri, sebagian perusahaan memilih menyewa mesin dari berbagai perusahaan penyedia jasa komputasi awan (cloud computing). Inti jasa itu adalah menyewa komputer dengan kemampuan tinggi, yang bisa menjalankan miliaran penghitungan dalam setiap detik, alih-alih membuat sistem komputer sendiri.
Tingginya biaya membuat superkomputer dan melatih mesin AI menyebabkan potensi monopoli di industri itu. ”Sangat benar bahwa jumlah perusahaan yang bisa melatih AI amat sedikit karena sumber daya untuk melakukan itu amat besar. Karena itu, perlu pengawasan pada kami dan pesaing kami,” kata Altman.
Dampak
Pemerintah AS telah meminta ada pengaturan pada industri itu. Sayangnya, sampai sekarang belum ada kejelasan soal regulasi pada industri AI. Padahal, dampaknya terus berkembang dan tidak selamanya baik bagi manusia.
Pendiri Optic, Andrey Doronichev, menyebut bahwa citra rekayasa digital merupakan salah satu dampak serius hasil kerja AI. Optic yang fokus mendeteksi keaslian gambar digital menjadi salah satu perusahaan yang mengambil peluang bisnis dari pendeteksian keaslian produk digital. Perusahaan lain fokus mengembangkan program untuk mendeteksi penjiplakan pada lukisan, aneka karya tulis kreatif dan ilmiah, hingga musik.
Mesin AI memang bisa merekayasa aneka karya tulis, karya seni, hingga video digital. Doronichev terpacu mendirikan Optic setelah melihat video Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy digambarkan menyerah kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. Sebagai warga Rusia yang tinggal di AS, ia yakin hal itu tidak mungkin terjadi. Meski demikian, ia tergugah karena video itu nyaris sulit dikenali kepalsuannya. Ia semakin tergugah karena tahu video itu beredar di media sosial.
Video itu merupakan salah satu hasil rekayasa AI. Untuk bisa menghasilkan rekayasa itu, diperlukan komputer dengan spesifikasi amat tinggi. Biaya pembuatan komputer itu tentu saja amat besar. ”Banyak perusahaan meremehkan biayanya,” kata peneliti senior Software AG, Stefan Sigg.
Bahaya lain yang jelas ditimbulkan AI adalah memaksa jutaan orang di banyak negara kehilangan pekerjaan. Sebab, fungsi pekerjaan mereka diambil alih oleh mesin yang diperkuat AI. ”Kita harus benar-benar bertanya kepada diri kita, sebelum memulai pengaturan pada AI. Apakah bahayanya bisa dikendalikan? Apakah manfaatnya benar-benar besar dan penting bagi umat manusia?” kata Schwarz. (AFP/REUTERS)