Suara Negara-negara Selatan Menggedor Elitisme G7
Selama ini G7 dianggap sebagai klub elite negara-negara maju. Namun, tanpa dukungan negara-negara berkembang, G7 tidak bisa efektif menanggapi masalah mendesak di dunia.
HEROSHIMA, SABTU — Indonesia melantangkan suara dari Selatan dalam pertemuan puncak para pemimpin tujuh negara terkaya di dunia atau G7. Kesetaraan, inklusivitas, dan kolaborasi menjadi kata-kata kunci yang ditekankan Presiden Joko Widodo saat berbicara dalam sesi mitra kerja G7 di Hiroshima, Jepang, Sabtu (20/5/2023).
”Bekerja bersama berarti kesetaraan. Kerja bersama berarti inklusivitas dan kita hanya bisa bekerja sama bila saling memahami,” kata Presiden.
Presiden mempertanyakan apakah kesetaraan, inklusivitas, dan saling memahami sudah menjadi semangat bersama. Dia juga mengajak semua pemimpin negara yang menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 mengakui dan memperbaiki semangat tersebut. ”Kebijakan diskriminatif terhadap komoditas negara berkembang juga harus dihentikan. Hak pembangunan setiap negara harus dihormati,” tambah Presiden.
Pada pertemuan puncak, G7 memperluas pengaruhnya dengan memasukkan suara-suara dari negara-negara Selatan atau yang berada di Afrika, Amerika Latin, dan Asia. Dari AS hingga Asia Selatan, Ukraina hingga Pasifik Selatan, para tamu mewakili pilihan negara yang sudah dipertimbangkan dengan hati-hati, di antaranya Australia, Brasil, Indonesia, India, Komoro, dan Kepulauan Cook.
Selama ini, kritikus menuding G7 sebagai klub elite negara-negara maju saja. Dengan mengikutsertakan para pemimpin negara demokrasi yang besar, tetapi kurang kaya seperti India dan Brasil, G7 ingin memperkuat konsensus mereka mengenai isu-isu krusial, seperti perang di Ukraina, meningkatnya keasertifan China, masalah utang dan pembangunan, serta perubahan iklim.
Campuran gado-gado di G7 ini terlihat aneh, tetapi sebenarnya masuk akal. Korea Selatan adalah sekutu utama AS dan Jepang yang memiliki kepentingan besar dalam keamanan dan stabilitas kawasan. Komoro adalah sebuah kepulauan di lepas pantai Afrika Timur yang saat ini memimpin Uni Afrika. Kawasan ini semakin menjadi fokus persaingan antara negara-negara demokrasi Barat dan China. Adapun Kepulauan Cook bagian dari Forum Kepulauan Pasifik yang merupakan tautan lain ke kawasan yang penting secara strategis.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menyoroti pentingnya negara-negara berkembang di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. ”Sebagai satu-satunya anggota G7 dari Asia, Jepang memiliki peran khusus untuk menyuarakan Selatan,” kata Guru Besar Politik Internasional di Universitas Keio Tokyo, Yuichi Hosoya.
Baca juga : G7 Konsolidasikan Aksi terhadap Rusia dan China
Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan, Sabtu, para pemimpin G7 menggarisbawahi komitmen mereka untuk membantu negara-negara mengatasi utang yang meningkat ke tingkat berbahaya selama pandemi Covid-19 dan perang di Ukraina. G7 menegaskan kembali tujuan untuk mengumpulkan pembiayaan hingga 600 miliar dollar AS untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur, seperti kereta api, energi bersih, dan telekomunikasi di negara-negara berkembang.
”Banyak yang harus kita lakukan bersama-sama untuk menutup kesenjangan infrastruktur. Kita bisa melakukan ini,” kata Presiden AS Joe Biden sambil menunjuk ke proyek kereta api di Afrika Barat yang menurut dia akan meningkatkan ketahanan pangan dan rantai pasok.
Tujuan utama menyertakan negara-negara lain dalam KTT G7 tahun ini adalah untuk membantu membangun kesepakatan menjelang KTT tahunan Kelompok 20 atau G20 di India pada akhir tahun ini. Hosoya menilai, masalah global yang penting tidak dapat diselesaikan tanpa negara lain. ”Tanpa dukungan dari negara-negara di Selatan, G7 tidak bisa efektif lagi menanggapi masalah yang paling mendesak di dunia seperti dulu,” ujarnya.
Indonesia menjadi Ketua G20 tahun lalu dan Brasil akan menjadi tuan rumah KTT G20 pada 2024. Semuanya memiliki hubungan yang rumit dengan China dan Rusia. G7 sedang mencari dukungan untuk mendorong Rusia mengakhiri perang di Ukraina.
India sudah beberapa kali abstain dalam pemungutan suara pada resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa melawan Rusia. India juga sudah meningkatkan impor minyak Rusia sambil menyerukan resolusi diplomatik untuk mengakhiri perang itu. Brasil dan India termasuk dalam kelompok negara berkembang BRICS, yang juga termasuk di dalamnya China, Rusia, dan Afrika Selatan. Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva baru-baru ini mengunjungi China untuk memperkuat hubungan dengan pasar perdagangan terbesarnya.
Baca juga : Selaraskan Isu G20-G7 untuk Akomodasi Suara Negara Miskin-Berkembang
Vietnam adalah mitra dagang yang semakin penting bagi AS, Jepang, dan negara-negara anggota G7 lainnya serta salah satu ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di kawasan Asia Tenggara. Seperti Jepang, Vietnam juga memiliki persoalan sengketa wilayah dengan China.
”Pada saat dunia sedang menuju perpecahan, salah satu masalah terpenting adalah memikirkan bagaimana memandu dunia ke satu arah dan mendapatkan kembali kerja sama. Jepang diharapkan memainkan peran penting sebagai jembatan antara G7 dan negara lainnya,” kata Guru Besar di University of Tokyo, Akio Takahara.
Terkait dengan ”mendengarkan suara dari Selatan”, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy hadir di KTT G7. Ini memberinya kesempatan langka untuk menggalang dukungan dari G7 dan dari negara-negara Selatan yang memiliki hubungan dengan Rusia. Para pejabat Perancis dan Eropa menilai sangat penting Zelenskiy untuk datang ke G7 setelah ia sebelumnya ke Liga Arab untuk menguraikan pandangan Ukraina sebagai korban serangan Rusia dan bagaimana ia melihat penyelesaian damainya di masa depan.
”Kita harus menggunakan segala cara untuk mengikat negara-negara nonblok demi mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah Ukraina,” kata seorang pejabat kepresidenan Perancis.
Menurut rencana, Zelenskiy tidak hanya akan mengadakan pertemuan bilateral dengan para pemimpin G7, tetapi juga para pemimpin India dan Brasil, dua negara yang dekat hubungannya dengan Rusia, Minggu.
Konstruktif dan stabil
G7 merasa prihatin dengan hubungan yang tegang dengan China. Mereka menekankan perlunya bersama-sama mencari cara untuk ”mengurangi risiko, bukan memisahkan” keterlibatan ekonomi dengan China.
G7 siap membangun hubungan yang konstruktif dan stabil dengan China sambil mengurangi ketergantungan mereka pada perdagangan dengan negara berperekonomian terbesar kedua di dunia itu. G7 menyadari kerja sama dengan China penting mengingat perannya dalam komunitas internasional, kekuatan ekonominya, dan adanya kepentingan yang sama dalam isu perubahan iklim, konservasi, serta kesehatan global.
”Pendekatan kebijakan kami bukan untuk merugikan China. Kami tidak berusaha menggagalkan kemajuan dan pembangunan ekonomi China. Kami menyadari bahwa ketahanan ekonomi membutuhkan pengurangan risiko dan diversifikasi,” sebut G7 dalam komunike yang dikeluarkan pada hari kedua Konferensi Tingkat Tinggi G7 di Hiroshima, Jepang, Sabtu.
KTT G7 berlangsung hingga Minggu (21/5/2023). Pernyataan G7 ini menyoroti konsensus bahwa upaya untuk mendiversifikasi rantai pasokan manufaktur dan memastikan akses yang stabil atas mineral serta sumber daya lainnya tidak ditujukan untuk mengurangi hubungan perdagangan dengan China.
Baca juga : G7 Ingin Diversifikasi Rantai Pasok Global
Meski demikian, G7 akan mengambil langkah-langkah tertentu untuk melindungi teknologi sensitif yang bisa mengancam keamanan nasional, tanpa terlalu membatasi perdagangan dan investasi. Komunike G7 menyebutkan, hal itu dilakukan untuk melindungi kepentingan nasional masing-masing.
Di dalam komunike itu ditegaskan kembali pentingnya perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan untuk keamanan dan kemakmuran komunitas internasional. Para pemimpin G7 sangat prihatin dengan situasi di kawasan itu di mana China telah memperluas kehadiran militernya dan mengancam akan menggunakan kekuatan untuk mengendalikan Taiwan. G7 menyerukan resolusi damai atas klaim China terhadap Taiwan.
”Tidak ada dasar hukum untuk klaim maritim China di Laut China Selatan dan kami menentang aktivitas militerisasi China di wilayah itu,” sebut pernyataan G7.
G7 juga mendesak China untuk menekan mitra strategisnya, Rusia, agar mengakhiri perang di Ukraina. ”Kami meminta China menekan Rusia untuk menghentikan agresi militernya, dengan segera, sepenuhnya, dan tanpa syarat menarik pasukannya dari Ukraina. Kami mendorong China mendukung perdamaian komprehensif, adil, dan abadi berdasarkan integritas wilayah, prinsip, serta tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,” sebut G7. (REUTERS/AFP/AP)