Hari pertama KTT G7 langsung menyepakati sanksi baru terhadap Rusia. Langkah terhadap China juga masuk agenda utama. Indonesia hadir membawa suara negara-negara berkembang.
HIROSHIMA, JUMAT — Para pemimpin tujuh negara terkaya di dunia, yang tergabung dalam Kelompok 7 atau G7, memulai pertemuan puncak mereka di Hiroshima, Jepang, Jumat (19/5/2023). Selain berbagai isu global, pertemuan mereka membahas tindakan lebih keras terhadap Rusia dan langkah strategis menghadapi China.
Pertemuan akan berlangsung tiga hari. Selain diikuti tujuh negara anggota G7—Inggris, Perancis, Italia, Jerman, Amerika Serikat, Kanada, dan Jepang—ditambah Uni Eropa, KTT G7 juga dihadiri sejumlah pemimpin negara yang diundang, termasuk Presiden RI Joko Widodo.
”Indonesia akan membawa suara dari Global South yang intinya negara-negara berkembang juga harus didengarkan, bukan hanya negara-negara maju dan negara-negara besar saja. Jadi, negara-negara berkembang harus didengarkan di dalam forum itu. Keinginan kita kira-kira itu,” tutur Presiden Jokowi dalam keterangan pers di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, sebelum bertolak ke Jepang, Jumat pagi.
Beberapa poin hasil dari KTT Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, beberapa waktu lalu, juga dibawa Presiden Jokowi. ”Berkaitan dengan Myanmar, misalnya,” kata Presiden.
Presiden Jokowi dan rombongan mendarat di Bandara Hiroshima, Jumat sore waktu setempat, disambut Duta Besar Indonesia untuk Jepang Heri Akhmadi. Pemimpin lain yang diundang antara lain Presiden Brasil Inacio Lula da Silva, Perdana Menteri India Narendra Modi, dan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa.
”Indonesia tahun ini menjabat sebagai Ketua ASEAN yang berpengaruh secara politik dan ekonomi. Kita membawa aspirasi negara-negara berkembang untuk membahas mengenai antara lain perubahan iklim, ketahanan pangan, dan ketahanan energi,” kata Heri dalam pernyataan tertulis.
Pada hari pertama, para pemimpin G7 menyepakati langkah-langkah untuk memperkeras sanksi terhadap Rusia. Mereka ingin memangkas akses Rusia dari segala jenis teknologi G7. Artinya, G7 menutup semua akses yang memungkinkan Rusia memperoleh teknologi negara-negara G7, peralatan tempur, ataupun layanan perawatan persenjataan yang akan mendukung kemampuan mereka menyerang Ukraina.
”Larangan ekspor ini mencakup peralatan industri yang bisa membuat alat-alat, kendaraan, dan senjata yang akan dipakai di dalam peperangan ini,” demikian kutipan pernyataan bersama itu.
G7 juga mengatakan hendak bekerja sama dengan negara-negara lain guna memastikan sanksi ekonomi atas Rusia itu bisa diterapkan. Mereka tidak menginginkan komoditas Rusia bisa menjangkau negara-negara lain. Sebagai gantinya, G7 ingin mencari sektor-sektor yang bisa mereka bantu agar negara-negara ini tidak bergantung kepada Rusia.
Secara individual, setiap anggota G7 menambah sanksi masing-masing atas Rusia. AS, misalnya, menambahkan 70 entitas Rusia dalam daftar hitam. Di dalamnya antara lain perusahaan-perusahaan perkapalan dan transportasi yang menyebarluaskan komoditas Rusia ke negara-negara lain.
Adapun Inggris menghentikan impor batu permata, tembaga, aluminium, dan nikel dari Rusia. Sebagai gambaran, neraca perdagangan berlian Rusia ke Inggris adalah 4 miliar dollar AS per tahun. Belgia, sebagai anggota Uni Eropa, juga menghentikan impor berlian dari Rusia. Padahal, di negara perajin perhiasan nomor satu di dunia itu, sebagian besar batu mulia yang mereka pakai dari Rusia.
Relasi dengan China
Topik lain yang menjadi agenda utama KTT G7 ialah upaya menghadapi China. Draf komunike bersama, yang diperoleh kantor berita Reuters, menyebutkan upaya melepaskan diri dari ketergantungan rantai pasok perdagangan China.
Negara-negara G7 memandang China sebagai ancaman bagi keamanan ekonomi. Dari draf komunike, mereka bakal menetapkan status China sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia. Dengan status itu, diperlukan penguatan kerja sama untuk lepas dari ketergantungan pada China.
”Pendekatan kebijakan kami tidak dirancang untuk membahayakan China, kami tak ingin merintangi kemajuan dan pembangunan China,” demikian antara lain draf komunike yang masih bisa berubah sebelum diadopsi pada pertemuan hari terakhir, Minggu. G7 akan menegaskan hubungan yang ”stabil dan konstruktif” dengan Beijing.
Draf komunike juga menyebutkan perlunya tindakan untuk ”mengurangi ketergantungan berlebihan” dalam rantai pasok penting dan menangkis ”praktik-praktik yang merusak” dalam transfer teknologi dan pengungkapan data.
Mengenai melepaskan diri dari ketergantungan rantai pasok China, faktor yang melatarbelakangi hal ini antara lain kedekatan China dengan Rusia dan juga memanasnya situasi di Selat Taiwan yang membuat hubungan Beijing-Washington tegang.
China telah mengeluarkan 12 Insiatif Keamanan Global, tetapi dinilai tidak cukup karena hanya meminta gencatan senjata dan dialog damai. China tidak menyebut bahwa Rusia dan Ukraina harus mematuhi Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Padahal, di dalam piagam itu dinyatakan batas-batas geografis setiap negara anggota PBB. Artinya, jika ada perundingan damai, Rusia harus mengembalikan Crimea, Kherson, Luhanks, Donetsk, dan Zaporizhia kepada Ukraina.
Secara terpisah, terkait dengan rantai pasok China yang menjadi sorotan di KTT G7, Kepala Bidang Ekonomi dan Perdagangan Misi China untuk ASEAN Li An di Jakarta menjelaskan, China tidak pernah mengeluarkan kebijakan, aturan, ataupun pernyataan bahwa mereka ingin mendominasi rantai pasok global. ”China tidak pernah ingin memonopoli sektor apa pun. Kami memercayai perdagangan bebas dan multilateralisme,” ujarnya.
Li menuturkan, dalam perdagangan bebas ada persaingan yang menghasilkan pemenang dan pihak yang kalah. Cara menanggapinya bukan dengan menyalahkan perdagangan bebas, melainkan dengan membenahi industri masing-masing agar semakin kuat dan siap bersaing.
Imbauan Zelenskyy
KTT G7 juga akan dihadiri Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Selain bertemu dengan para pemimpin G7, ia ingin berbicara langsung kepada PM India Narendra Modi agar berhenti mendukung Rusia. Kyiv tidak bisa menerima India masih membeli minyak Rusia yang pendapatannya dipakai membiayai perang.
Ukraina memahami komitmen negara-negara anggota Gerakan Non-Blok (GNB). Ukraina meminta GNB tak berpihak salah satu kubu, tetapi pada keadilan dunia.
”Presiden Zelenskyy ingin menjelaskan kepada PM Modi bahwa Ukraina berusaha mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya. Sama seperti ketika India melepaskan diri dari penjajahan dulu,” kata Duta Besar Ukraina untuk Inggris Vadym Prystaiko kepada media iNews. (AP/AFP/REUTERS)