Belanda dan Indonesia bukan baru ”kemarin sore” menjalin hubungan. Ada sejarah lebih dari 300 tahun di antara keduanya. Tak selalu manis tentunya.
Oleh
ANTONIUS TOMY TRINUGROHO
·3 menit baca
Tidak seperti hubungan dengan negara lain, relasi Indonesia-Belanda sungguh spesial. Untuk memahami dengan baik hubungan kedua negara di era modern sekarang, siapa pun dia—mau tidak mau atau suka tidak suka—harus melihat sejarah panjang antara Indonesia dan Belanda.
Marcus Tullius Cicero (106-43 SM), negarawan Roma, sangat mengakui arti penting sejarah. Ia menyebutkan, ketidakpedulian terhadap hal-hal yang terjadi sebelum kita lahir membuat kita selamanya hanya menjadi anak kecil. ”Tidak memedulikan hal yang terjadi sebelum Anda lahir berarti terus menjadi anak kecil” (A Political History of the World/Sejarah Perpolitikan Dunia, Jonathan Holslag).
Dalam ungkapan lain, dengan memahami sejarah, kita dapat memahami segala sesuatu secara lebih luas—asal-usul, duduk perkara—sehingga kita pun semakin dewasa.
Hal ini akan sangat pas jika ditempatkan dalam konteks relasi Indonesia-Belanda. Dengan memahami sejarah panjang kedua negara, kita akan mengerti mengapa kegiatan yang digelar Kedutaan Besar Belanda dipenuhi warga Indonesia.
Lihatlah saat perayaan King’s Day atau Koningsdag berlangsung di Erasmus Huis, Jakarta, 3 Mei silam. Peringatan kelahiran Raja Belanda Willem-Alexander (27 April) itu dipadati warga Indonesia. Untuk masuk, mereka harus antre di pintu pagar. Lalu lintas di jalan raya dekat Erasmus Huis macet karena dipenuhi mobil yang menurunkan penumpang.
Seorang perempuan tinggi dengan pakaian yang indah berjalan kaki karena memarkir mobilnya di gedung berjarak lebih dari 100 meter dari Erasmus Huis. ”Jauh sekali. Terpaksa parkir mobil di sana. Saya tidak bawa sopir,” ujarnya terengah-engah sambil menyeka keringat di dahi.
Di halaman Erasmus Huis, ratusan orang berkumpul. Mereka bergembira, mendengarkan musik live dari panggung cukup besar, serta menikmati makanan dan minuman yang melimpah.
Ada sejarawan Bonnie Triawan. Ia berdiri di dekat mantan Duta Besar RI untuk Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja. ”Saya dengan Pak Puja sekarang mengurusi pengembalian sejumlah benda bersejarah dari Belanda ke Indonesia,” kata Bonnie.
Ada pula Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES Wijayanto. Ia meraih gelar doktor dari Universitas Leiden, Belanda. Disertasinya mengenai Kompas.
Kalangan bisnis tidak ketinggalan turut menghadiri King’s Day. Sejumlah tokohnya datang, seperti Theo Lekatompessy, komisaris sejumlah perusahaan besar di Tanah Air.
Orang-orang muda berwajah segar tertawa-tawa. Mereka berbagi cerita satu sama lain. Mungkin mengenang pengalaman saat mengambil studi di Belanda.
Layar besar di halaman Erasmus Huis menampilkan wajah Duta Besar Belanda Lambert Grijns yang menyampaikan pidato. Ia bersama Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin berada di auditorium lantai dua.
Grijns kelihatan sangat gembira. Ia mendampingi Menteri Kesehatan berjalan mengunjungi stan-stan makanan, mencoba keju, kuliner andalan Belanda. Berkali-kali keduanya berhenti karena diminta foto bersama oleh tamu undangan.
Tahun lalu, Koningsdag dirayakan di kediaman resmi Grijns di Menteng, Jakarta. Suasananya jauh lebih sederhana meski tetap hangat.
Kondisi pandemi Covid-19 yang belum melandai pada saat itu membuat siapa pun harus hati-hati menggelar kegiatan. Dibandingkan Koningsdag tahun lalu, jelas perayaan tahun ini lebih menyenangkan. Ada banyak orang, banyak makanan dan banyak minuman, serta jauh lebih banyak selfie.
Secara formal, bagaimana Indonesia melihat relasinya dengan Belanda? Bagi Jakarta, fokus utama hubungan bilateral Indonesia-Belanda adalah peningkatan hubungan ekonomi, pengembangan kapasitas sumber daya manusia Indonesia, serta menjadi sumber transfer teknologi dan inovasi.
Kementerian Luar Negeri RI dalam situs resminya mengungkapkan, bagi Indonesia, Belanda merupakan mitra dagang terbesar ke-12 di dunia dan ke-2 di Eropa. Perdagangan bilateral selalu surplus bagi RI. Di sisi lain, Belanda memandang Indonesia sebagai mitra bisnis prioritas di Asia setelah China.
Belanda dan Indonesia bukan baru ”kemarin sore” menjalin hubungan. Ada sejarah lebih dari 300 tahun di antara keduanya. Tak selalu manis tentunya. Namun, semua itu tidak boleh menghalangi Indonesia-Belanda untuk mengarungi dunia pada masa kini dan masa depan.