Perdagangan Orang Marak, Indonesia-Vietnam Bersama Awasi Ruang Digital
Karena kejahatan di ruang digital bisa terjadi lintas negara, diperlukan koordinasi dengan negara lain untuk mengawasi ruang digital. Indonesia dan Vietnam sepakat untuk bersama mengawasi ruang digital.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
MANGGARAI BARAT, RABU — Indonesia dan Vietnam sepakat untuk bersama mengawasi ruang digital. Kesepakatan itu antara lain, dipicu oleh peningkatan perdagangan orang dengan memanfaatkan teknologi informatika dan aneka kejahatan sibernetika.
Menteri Komunikasi dan Informatika RI Johnny G Plate dan Menteri Informasi dan Komunikasi Vietnam Nguyen Manh Hung membahas kerja sama itu, Rabu (10/5/2023), di Manggarai Barat. Mereka bertemu di sela Konferensi Tingkat Tinggi Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo.
”Saya bersama Menteri Hung berbagi pengalaman terkait pengembangan infrastruktur teknologi komunikasi dan informatika di Indonesia dan Vietnam. Kami juga mendiskusikan betapa pentingnya penanganan ruang digital yang sehat agar bermanfaat bagi rakyat, bangsa masing-masing,” ujar Johnny.
Hung mengatakan. Nota Kesepahaman Kerja Sama terkait sektor digital Indonesia-Vietnam akan diteken tahun ini. Setelah ada nota itu, kerja sama kedua negara bisa diperluas. ”Saya pikir, kita punya isu yang sama untuk ditangani,” ujarnya.
Johnny mengatakan, nota kesepahaman itu diperlukan karena selama ini belum ada payung hukum kerja sama digital Jakarta-Hanoi. Setelah ada kesepahaman itu, Indonesia-Vietnam bisa memperluas kerja sama pengembangan infrastruktur digital, pengembangan pemanfaatan ruang digital, dan ekonomi digital.
”Indonesia dan Vietnam sebagai negara berpenduduk besar di ASEAN punya perspektif sama bagaimana meningkatkan ekonomi ASEAN khususnya ruang digital dan digitalisasi,” ujar Johnny.
Pengawasan dan keamanan
Johnny juga menyebut, Indonesia-Vietnam setuju bekerja sama menangani keamanan sibernetika. Selain itu, ada pula persetujuan mengatasi penyebaran informasi palsu di dunia maya. ”Semua ini penting dilakukan bersama agar ruang digital bisa bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya.
Pengawasan dan pemberantasan informasi palsu dan kebohongan di dunia maya tetap dilakukan dalam kerangka hukum. Dalam sistem hukum masing-masing, permintaan untuk mencabut tayangan materi yang diunggah di berbagai pelantar dunia maya dimungkinkan. Selain itu, sistem hukum di Indonesia dan Vietnam serta berbagai negara lain juga memungkinkan ada pengawasan aparat di dunia maya.
Sistem hukum di Indonesia dan Vietnam serta berbagai negara lain juga memungkinkan ada pengawasan aparat di dunia maya.
Menurut Johnny, Indonesia-Vietnam sama-sama punya perangkat dan sistem pengawasan ruang digital. Karena kejahatan di ruang digital bisa terjadi lintas negara, diperlukan koordinasi dengan negara lain untuk mengawasi ruang digital.
Dalam konteks ASEAN, salah satu yang marak sekarang adalah tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang memanfaatkan teknologi informatika dan komunikasi (TIK). ”TPPO ini kriminal, bisa ketahuan karena ada pengawasan. Kalau pengawasan tidak jalan, tidak bisa ketahuan kejahatan-kejahatan itu,” kata Johnny.
Materi-materi terkait TPPO dan aneka kabar palsu tidak mungkin dibiarkan. Sistem hukum perlu diperkuat untuk memberantasnya dan menghukum keras pelakunya. ”Ada lawful take down, lawful intercept,” kata Johnny.
Peningkatan sanksi pada pelaku kejahatan dunia maya menjadi salah satu fokus Indonesia. ”Untuk kasus-kasus TPPO, kan tidak mungkin pakai restorative justive. Tidak adil bagi korbannya. Justru harus diperkuat hukumannya,” katanya. (CAS)