Pemerintah negara-negara di kawasan Asia Tenggara akan membuat komitmen untuk bekerja sama memberantas perdagangan orang. Ada rencana deklarasi untuk mengikat komitmen tersebut.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
MANGGARAI BARAT, KOMPAS – Tindak pidana perdagangan orang sudah menjangkiti semua negara di kawasan Asia Tenggara. Terkait hal tersebut, pemerintah negara-negara ASEAN akan membuat komitmen untuk bekerja sama memberantas perdagangan orang.
”Perdagangan orang itu, kan, di sini ada yang mengirim, (dan) di negara tujuan ada yang menerima. Semuanya sindikat,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD saat memberikan keterangan kepada wartawan di sela Konferensi Tingkat Tinggi Ke-42 ASEAN di pusat media, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Selasa (9/5/2023) malam.
Perdagangan orang itu, kan, di sini ada yang mengirim, (dan) di negara tujuan ada yang menerima. Semuanya sindikat.
Sehingga, menurut Mahfud, pemberantasan perdagangan orang harus dilakukan dari hulu hingga hilir. ”Jadi, kalau kita hanya mencari di hulunya, tanpa menyelesaikan di hilirnya juga, itu tidak akan efektif. Sama, (tidak efektif ketika) mencari di hilir kalau di hulunya dibiarin,” ujarnya.
Persoalan di hulu dimaksud, misalnya, administrasi di perdesaan dan penipuan-penipuan terkait lapangan kerja terhadap orang-orang yang tidak berdaya. ”Nah, (di aspek) itu kita akan kerja sama. Misalnya, yang terpikir, bagaimana kalau Indonesia nanti pada tingkat teknis melakukan atau membuat MoU tentang penanganan tindak pidana perdagangan orang,” kata Mahfud.
Mahfud menuturkan, pihaknya menemukan persoalan saat melakukan inspeksi mendadak di lapangan. ”(Hasil) Sidak saya di lapangan itu ada orang dikirim secara massal, kira-kira satu kali pengiriman 100-200 orang, dengan kode-kode tertentu ketika naik kapal. Itu yang saya peroleh dari Bapak Romo Paschalis yang menjadi advokat, melakukan advokasi yang sangat bagus terhadap korban tindak pidana perdagangan orang ini,” ujarnya.
Dalam hal ini korban dikirim dari Indonesia dengan paspor seadanya, surat keterangan yang tidak benar, dan kemudian di negara yang dituju ada pihak yang menerima. ”Sehingga dia tidak masuk jalur-jalur biasa. Begitu dia menerima, masuk ke lapangan pekerjaan, dia tidak bisa dikontrol, gajinya tidak dibayar, orangnya disiksa, kalau mau pulang dimintai uang dulu, dan sebagainya. Alasannya apa? Alasannya ‘Saya sudah bayar kepada agen yang kamu ngirim, kamu masih punya utang’, gitu. Nah, ini yang banyak terjadi,” kata Mahfud.
Oleh sebab itu, menurut Mahfud, harus ada ketegasan. ”Dan, saya ingin katakan melalui forum ini, terhadap mereka yang sudah ditangkap, supaya aparat penegak hukum di Indonesia ini tegas dan memberi hukuman yang setimpal. Tidak boleh, sekali lagi, tidak boleh ada restorative justice atau penyelesaian damai di luar pengadilan terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang,” ujarnya.
Mahfud menuturkan, pemerintah sekarang mengampanyekan penyelesaian damai di luar pengadilan terhadap hal-hal yang ringan. “Misalnya, (terhadap) berita hoaks, sudah dimaafkan saja. Fitnah, pencemaran nama baik, bisa didamaikan dengan restorative justice. Tetapi, kalau tindak pidana pencucian uang dan perdagangan orang, dan korupsi, penyuapan, kejahatan yang berat, itu tidak boleh ada restorative justice,” katanya.
Meskipun korban memaafkan, Mahfud menuturkan, negara tidak boleh memaafkan pelaku kejahatan berat. ”Itu di dalam hukum pidana. Di dalam hukum pidana itu meskipun korban memaafkan, negara tidak boleh memaafkan. Penjahat itu lawannya negara, bukan korban yang harus dia lawan. Sehingga, tidak tergantung pada permaafan korban, kecuali dalam tindak pidana ringan, (kalau) tipiring, boleh. Tapi kalau sudah pembunuhan, tindak penjualan orang, pencucian uang, dan sebagainya itu tidak ada restorative justice. Harus diungkap dan dihukum secara tegas,” katanya.
Menurut Mahfud, semua negara sudah menyatakan komitmennya terhadap pemberantasan perdagangan orang. ”TIP namanya, trafficking in persons, TPPO itu istilah internasionalnya TIP. Sudah semuanya bicara itu tadi dan nanti kita tinggal pada tataran teknis,” katanya.
Saat ditanya mengenai sejauh mana komitmen tersebut mengikat, Mahfud menuturkan sudah ada rencana deklarasi. ”Tinggal diketuk aja dalam pertemuan antarkepala negara, kepala pemerintahan. Maka besok itu, sebenarnya itu puncaknya besok. (Hal ini) karena ketuk terhadap keputusan itu, kan, besok,” katanya.
Sehubungan bentuk ikatan, Mahfud menyebutnya seperti traktat. ”Ya, seperti traktat, treaty, nanti bisa disambung lagi dengan perjanjian-perjanjian yang lebih teknis sesuai dengan spesifikasi. (Hal ini) karena, misalnya, kalau di Malaysia perdagangan orang itu (seperti menimpa) buruh-buruh di perkebunan. Kalau di Kamboja, di Myanmar, itu scammer teknologi, IT,” katanya.
Jadi, Mahfud menuturkan, nanti teknisnya itu tergantung spesifikasi. ”Bahkan, juga dari sudut imigrasi itu nanti kita akan buat satu pintu, satu channel pintu, untuk pemeriksaan dan pengiriman,” kata Mahfud sembari menuturkan langkah tersebut untuk mengatasi praktik perdagangan orang seperti ditemukannya saat menginspeksi secara mendadak di lapangan.
Arti penting peningkatan kerja sama untuk memberantas perdagangan manusia di kawasan ASEAN juga menjadi salah satu pokok pembahasan pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri (PM) Laos Sonexay Siphandone yang berlangsung di Hotel Meruorah, Labuan Bajo.
Kedua pemimpin juga menekankan pentingnya kedua negara untuk meningkatkan kerja sama dalam memberantas trafficking in persons yang saat ini sedang marak terjadi di negara-negara anggota ASEAN.
”Kedua pemimpin juga menekankan pentingnya kedua negara untuk meningkatkan kerja sama dalam memberantas trafficking in persons yang saat ini sedang marak terjadi di negara-negara anggota ASEAN,” jelas Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam keterangan persnya seusai pertemuan bilateral.