AS dan Serbia, Dua Pendekatan Kontradiktif terhadap Penembakan Massal
Masyarakat AS memiliki senjata api terbanyak di dunia, yaitu 121 pucuk per 100 orang. Di posisi ketiga, jumlahnya sama antara Serbia dan Montenegro pada angka 39 pucuk per 100 orang.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Amerika Serikat dan Serbia sama-sama diguncang tragedi penembakan massal. Namun, tanggapan kedua pemerintah bertolak belakang. Serbia langsung mengumumkan pelucutan massal senjata, sementara AS berhenti pada pernyataan dukacita.
Penembakan massal menjadi momok bagi masyarakat AS. Dalam tiga hari terakhir, negara itu mengalami tiga kali tragedi penembakan yang semuanya memakan korban jiwa, termasuk anak-anak. Per Minggu (7/5/2023) waktu setempat atau Senin (8/5/2023) waktu Indonesia, lembaga swadaya masyarakat Gun Violence Archived yang berbasis di Washington merilis data sepanjang tahun 2023 ini sudah ada 199 kasus penembakan massal di ”Negara Paman Sam”.
Tercatat ada 90 anak dan 509 remaja meninggal akibat luka tembak. Ini belum termasuk korban luka-luka dari kelompok anak dan remaja dan korban jiwa dari kelompok dewasa. ”Masyarakat terus dininabobokan pernyataan pemerintah bahwa mereka berdukacita atas tragedi, tetapi tidak ada tindakan apa pun. Bahkan, sejumlah politikus semakin mendukung peredaran senjata api di masyarakat,” kata Redaktur sekaligus kolumnis majalah Complex, Trace William Cowen.
Majalah ini melaporkan, satu hari setelah penembakan massal di kota Louisville, Kentucky, yang terjadi di sebuah bank pada 10 April 2023, sejumlah politikus malah menghadiri acara Asosiasi Senjata Api Nasional (NRA) di Indianapolis. Acara ini bukan untuk mendiskusikan pengaturan senjata api, melainkan merayakan NRA dan direktur utamanya, Wayne LaPierre. Mantan Presiden AS Donald Trump dan mantan Wakil Presiden Mike Pence turut hadir.
Kepada media lokal Indianapolis, 13th News, LaPierre mengatakan bahwa memiliki senjata api adalah hak yang dilindungi Pasal 2 Undang-Undang Dasar AS. ”Kuncinya adalah pengaturan izin senjata api oleh pemerintah,” katanya.
Lembaga peneliti di Swiss, Survey Senjata Api Kecil (SAS), menerbitkan laporan bahwa masyarakat AS memiliki senjata api terbanyak di dunia, yaitu 121 pucuk per 100 orang. Artinya, secara keseluruhan, di AS ada lebih banyak senjata api dibandingkan jumlah manusia.
Peringkat kedua adalah Yaman dengan jumlah senjata api 53 pucuk per 100 orang. Di posisi ketiga, jumlahnya sama antara Serbia dan Montenegro pada angka 39 pucuk per 100 orang. Di kedua negara Balkan ini senjata api adalah warisan sejarah, antara lain perang melawan Kesultanan Ottoman, Perang Soviet, Perang Dunia I dan II, serta konflik perpecahan Yugoslavia.
”Ini baru jumlah senjata api terdaftar. Kalau jumlah yang ilegal diketahui, pasti lebih banyak lagi,” kata Bojan Elek, Wakil Direktur Pusat Kajian Kebijakan Keamanan, sebuah lembaga kajian di Beograd, Serbia, kepada BBC.
Elek menjelaskan, mayoritas senjata api di Serbia adalah warisan dari generasi ”kakek”. Budaya Serbia yang mengagungkan maskulinitas menjadikan senjata api sebagai perlengkapan wajib pria. Statistik Serbia menyebutkan bahwa 6 persen penduduk negara itu atau setara 400.000 orang memiliki senjata api.
”Di kampung-kampung, lumrah ketika ada hajatan ulang tahun dan pernikahan hadirin menembakkan senjata api ke langit supaya menghasilkan suara seperti petasan,” tuturnya.
Meskipun senjata api banyak dipakai, peristiwa penembakan jarang terjadi di Serbia. Kasus penembakan massal pertama terjadi pada 2013 ketika seorang veteran dengan gangguan kejiwaan melepas tembakan kepada massa.
Kali ini, tragedi terjadi dua hari berturut-turut pada pekan lalu. Kasus pertama terjadi di sebuah sekolah dasar di Beograd ketika seorang remaja berumur 13 tahun melepas tembakan yang menewaskan 17 orang, termasuk siswa. Setelah itu, terjadi penembakan di sebuah desa yang menewaskan lima orang.
Menteri Pendidikan Serbia Branko Ruzic mengundurkan diri atas tragedi itu. Siswa pelaku penembakan di sekolah tidak diadili karena masih di bawah umur. Ia dimasukkan ke dalam fasilitas kesehatan kejiwaan untuk pengobatan dan pemantauan. Adapun pelaku penembakan di desa sudah ditangkap polisi.
Presiden Serbia Aleksandar Vucic mengumumkan pelucutan senjata massal. ”Serahkanlah semua senjata api, amunisi, dan granat Anda dan pemerintah akan memberi amnesti,” ujarnya.
Ia mengatakan, masyarakat masih menyimpan persenjataan itu sebagai kenang-kenangan dari zaman perjuangan. Namun, hal itu harus ditinjau lagi sekarang mengingat kebutuhan akan senjata api berkurang. Menurut Vucic, pemerintah hendak mengurangi 90 persen izin kepemilikan senjata api, yaitu untuk 40.000 orang saja.
”Bagi pemilik senjata api untuk pekerjaan, misalnya berburu, akan ada evaluasi fisik dan psikis berkala,” katanya. (AP)