Mengapa AS Jadi Endemi Kekerasan Senjata Api?
Negara maju dan kekerasan senjata api biasanya tak punya relasi dekat. Namun Amerika Serikat jadi anomali. Negeri koboi itu jadi negara dengan kasus kematian penduduk akibat senjata api terbanyak di dunia setelah Brazil.
Amerika Serikat (AS) kembali diguncang tragedi penembakan massal. Kali ini, insiden terjadi di Sekolah Dasar Robb di Kota Uvalde, Negara Bagian Texas, Amerika Serikat (AS), Selasa (24/5/2022) siang waktu setempat. Sebanyak 19 pelajar dan dua guru di SD Robb tewas.
Tersangkanya adalah Salvador Ramos (18), pelajar sekolah menengah atas di kota itu. Ia beraksi menggunakan senapan semi-otomatis AR-15 dan magasin berkapasitas tinggi sebelum akhirnya tewas ditembak apparat penegak hukum. Senjata itu dibelinya pada hari ulang tahunnya yang ke-18. Sebelum beraksi, Ramos menembak neneknya sendiri di rumahnya.
Tragedi ini terjadi hanya sepuluh hari dari setelah penembakan massal di sebuah supermarket di New York yang menewaskan 10 orang. Insiden di Texas itu sekaligus menjadi kasus terfatal sejak tragedi di Sekolah Dasar Sandy Hook di Connecticut pada 2012 yang menewaskan 26 korban, termasuk 20 murid.
Baca juga : Negeri Koboi Kembali Diguncang Tragedi Penembakan Massal
Kekerasan senjata sudah menjadi endemi di AS. Bahkan beberapa tahun belakangan, situasinya makin mengkhawatirkan. Mengutip laporan terkini yang diterbitkan Everytown, sebuah gerakan sipil yang fokus pada persoalan kekerasan senjata di AS, rata-rata 110 orang tewas dan lebih dari 200 orang terluka setiap hari di AS akibat senjata api.
Persoalan ini tidak saja menyebabkan puluhan ribu orang tewas setiap tahun gara-gara senjata api. Namun efeknya juga memberikan trauma kepada masyarakat AS, mulai keluarga korban, mereka yang mengenal korban, komunitas tempat peristiwa terjadi, sampai masyarakat luas.
Berdasarkan data Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di AS, kematian terkait senjata api di AS terus meroket. Pada 2020, jumlahnya mencapai 45.222 kasus alias meningkat 75 persen dari 2011.
Kematian akibat senjata api di sini mencakup kasus pembunuhan bersenjata, bunuh diri, serta tiga jenis kasus lainnya yang jumlahnya minoritas. Ketiga jenis kasus lain yang dimaksud meliputi kecelakaan tak disengaja, kasus terkait penegakan hukum, dan kasus lain yang sirkumstansinya tak dapat ditentukan.
Lihat juga : 10 Orang Tewas dalam Penembakan Massal di New York
Kasus bunuh diri sudah lama mendominasi jumlah kematian akibat senjata api di AS. Pada 2020, jumlahnya mencapai 24.292 kasus atau 54 persen. Pembunuhan mencapai 19.384 kasus atau 43 persen. Sisanya, 535 kasus kecelakaan, 611 kasus penegakan hukum, dan 400 kasus yang tak dapat ditentukan sirkumstansinya.
Total kasus pembunuhan di AS pada 2020 adalah 24.576 kasus. Kasus pembunuhan melibatkan senjata api mencapai 19.384 kasus atau 79 persen. Ini merupakan persentase tertinggi, minimal sejak 1968. Sementara dari 45.979 kasus bunuh diri, 24.292 kasus di antaranya atau 53 persen melibatkan senjata api. Persentase ini relatif stabil dari tahun ke tahun.
Penembakan massal
Penembakan massal adalah bagian dari kekerasan senjata. Terminologi ini didefinisikan sebagai insiden penembakan yang menyebabkan minimal empat korban tewas atau luka. Dari sisi jumlah, kembali mengutip Amnesty International, penembakan massal hanya menyumbang 1 persen dari total jumlah kematian akibat kekerasan senjata api di AS.
Namun fenomena ini tak bisa dianggap sepele karena memiliki efek emosional dan psikologi pada keluarga korban, mereka yang selamat, dan komunitas. Fenomena ini juga menyebabkan masyarakat merasa tidak aman di tempat-tempat umum seperti sekolah, tempat ibadat, dan bioskop. Dampaknya ujung-ujungnya pada terbatasnya berbagai hak asasi manusia. Selain itu, jumlah kasusnya terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Terdapat 240 insiden penembakan massal di AS selama 2009-2020 atau rata-rata 20 insiden per tahun. Sebanyak 1.363 orang tewas dan 947 terluka dalam kurun waktu itu.
Kembali mengutip Everytown, terdapat 240 insiden penembakan massal di AS selama 2009-2020 atau rata-rata 20 insiden per tahun. Sebanyak 1.363 orang tewas dan 947 terluka dalam kurun waktu itu. Termasuk dalam korban tewas itu adalah 362 anak-anak dan remaja serta 21 orang aparat penegak hukum. Untuk penembakan massal di sekolah, terdapat 316 insiden selama periode 2013-2018.
Sehari sebelum insiden di SD Robb di Texas, mengutip The New York Times, FBI merilis data tentang peningkatan penembakan massal di tempat-tempat umum. Pada 2021, terjadi 61 insiden yang menyebabkan 103 orang tewas dan 130 orang terluka. Ini merupakan angka tertinggi sejak 2017 ketika saat itu 143 orang tewas dan ratusan orang terluka. Jumlah kasus pada 2021 meningkat 52 persen ketimbang 2020 dan 97 persen ketimbang 2017.
Bagaimana gambaran umum dengan kekerasan senjata di dunia. Dan bagaimana posisi AS dibanding negara-negara lain di dunia?
Merujuk laman World Population Review, kematian orang akibat senjata api di seluruh dunia diperkirakan mencapai 250.227 orang pada 2019. Dari jumlah itu, 71 persen adalah kasus pembunuhan, 21 persen kasus bunuh diri, dan 8 persen kaus kecelakaan yang tidak disengaja.
Dari perkiraan 250.227 kasus kematian pada 2019 itu, 65 persen terkonsentrasi di enam negara, yakni Brazil, Amerika Serikat (AS), Venezuela, Mexico, India, dan Kolombia. AS berada di peringkat kedua setelah Brazil sebagai negara dengan jumlah kasus kematian akibat senjata api terbanyak.
Baca juga : Penembakan Massal di Thailand Tewaskan 17 Orang
Tingginya kasus kekerasan senjata di AS ini menjadi anomali di antara negara-negara berpendapatan tinggi lainnya. Pertanyaannya, mengapa AS, negara maju yang paling getol mengampanyekan perlindungan hak asasi manusia, bisa menggoreskan catatan hitam itu?
Amnesty Internasional dalam laporan pada 2019, menyebutkan, pemerintah AS telah membiarkan kekerasan senjata menjadi krisis hak asasi manusia. Kekerasan senjata ini disebabkan minimal dua faktor, yakni regulasi yang longgar dan akses masyarakat pada senjata yang luas.
Regulasi longgar
Pemilikan senjata oleh warga sipil di AS dikaitkan dengan hak asasi manusia untuk melindungi diri. Di setiap negara bagian di AS, individu secara sah dapat membawa senjata api secara tersembunyi di tempat-tempat umum. Di sebagian besar negara bagian, individu secara sah dapat membawa senjata api secara terbuka di tempat-tempat umum.
Namun tak ada keseragaman nasional dalam undang-undang yang mengatur tata cara membawa senjata api di depan umum. Bahkan di beberapa negara bagian, tidak ada undang-undang sama sekali.
Di setiap negara bagian di AS, individu secara sah dapat membawa senjata api secara tersembunyi di tempat-tempat umum. Di sebagian besar negara bagian, individu secara sah dapat membawa senjata api secara terbuka di tempat-tempat umum.
Sebanyak 12 negara bagian mengizinkan individu untuk membawa senjata tersembunyi di tempat-tempat umum tanpa lisensi atau izin apa pun. Sementara 30 negara bagian mengizinkan individu membawa senjata api secara terbuka di tempat-tempat umum tanpa lisensi atau izin.
Saat ini, 45 negara bagian memperbolehkan individu membawa senjata api secara terbuka di depan umum dalam beberapa bentuk. Hanya tujuh negara bagian yang mewajibkan individu memberikan bukti kredibel atau menunjukkan kebutuhan untuk membawa senjata api secara tersembunyi. Semua 50 negara bagian dan Washington, D.C. mengizinkan beberapa bentuk membawa senjata api secara tersembunyi di depan umum.
Akses luas
Hasil survei tahun 2020 oleh perusahaan jasa konsultasi di AS, Gallup, menyebutkan, 32 persen penduduk dewasa AS memiliki senjata api. Sementara 44 persen penduduk AS hidup di dalam keluarga yang memiliki senjata api, baik di rumah maupun di lokasi properti mereka lainnya.
Pada 50 tahun silam, senjata yang beredar di tangan masyarakat AS sekitar 90 juta buah. Hari ini, berdasarkan data Worldpopulationreview, jumlahnya telah melonjak lebih dari 4 kali lipatnya menjadi 393,3 juta buah. Ini menempatkan AS sebagai negara di dunia dengan jumlah senjata api terbanyak yang beredar secara publik.
Jika penduduk AS berjumlah 334,8 juta jiwa, maka rasio pemilikan senjata api d negara itu mencapai 120,5 alias yang tertinggi di dunia. Dengan kata lain, jumlah senjata api di AS lebih banyak ketimbang jumlah populasi penduduk di negara itu.
Dengan kata lain, jumlah senjata api di AS lebih banyak ketimbang jumlah populasi penduduk di negara itu.
Jumlah tersebut lebih banyak ketimbang populasi penduduk AS yang mencapai 334,8 juta jiwa. Bahkan jumlahnya melampaui jumlah senjata di tangan tentara dan polisi yang masing-masing sebanyak 4,54 juta buah dan 1 juta buah.
Laporan BBC menyebutkan, data mutakhir menunjukkan bahwa kepemilikan senjata api di AS dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat signifikan. Salah satu kajian yang diterbitkan Annals of Internal Medicine per Februari 2022 menunjukkan, 7,5 juta warga dewasa AS atau 3 persen dari populasi menjadi pemilik senjata api baru pada periode Januari 2019 – April 2021.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia termasuk negara yang paling sedikit kasus kekerasan senjata api. Berdasarkan World Population Review 2022, rasionya nihil. Artinya, tidak ada catatan kasus korban tewas senjata api di tahun ini.
Aturan kepemilikan senjata api oleh warga sipil sangat ketat di Indonesia. Mengutip laporan dalam laman Lembaga Kajian Keilmuan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LK2FHUI), kepemilikan senjata api diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang bersifat pidana.
Pasal 1 ayat (1) menyebutkan, barangsiapa memiliki senjata api tanpa hak akan mendapatkan hukuman sesuai tingkat pelanggarannya. Bentuk hukumannya mulai dari penjara maksimal 20 tahun, hukuman penjara seumur hidup, sampai hukuman mati.
Lihat juga : Polisi Tetapkan Koboi Pondok Indah Sebagai Tersangka
Prosedur kepemilikan senjata api di lingkungan kepolisian dan tentara terikat aturan ketat. Apalagi di masyarakat sipil. Prosedur memiliki senjata api oleh warga sipil diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api.
Pasal 5 ayat (1) menyebutkan, setiap senjata api di tangan orang bukan tentara atau polisi wajib didaftarkan oleh Kepala Kepolisian Karesidenan. Pasal 9 menyebutkan, setiap warga sipil yang mempunyai dan memakai senjata api harus mempunyai surat izin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara. Surat izin pemakaian senjata api ini diberikan oleh Kepala Kepolisian Karesidenan atau orang yang ditunjukkannya.
Baca juga : Polres Batu Ringkus ”Koboi Jalanan” yang Memiliki Senjata Rakitan
Berdasarkan World Population Review, jumlah senjata api di tangan warga sipil Indonesia sekitar 82.000 buah. Adapun senjata api di tangan tentara sebanyak 1.711.450 buah dan di tangan aparat penegak hukum sebanyak 429.000 buah.
Meskipun tingkat kekerasan senjata api sangat rendah, bukan berarti Indonesia bisa melonggarkan aturan yang sudah ada. Sebaliknya, Indonesia harus konsisten dan makin ketat membatasi peredaran senjata api di tangan sipil dan aparat penegak hukum. Jangan lupa, beberapa kali terungkap sejumlah kasus peredaran senjata ilegal dan penodongan dengan senjata api. Belajar dari catatan hitam AS, Indonesia tak boleh kendor.